06

1.3K 148 5
                                    

Dua hari telah berlalu dengan semi damai bagi Arvy, tak begitu banyak yang menempelinya kecuali sang bunda yang selalu mengeceknya setiap beberapa jam sekali.

Emangnya Arvy ini bayi yang masih butuh dicek berulang kali apa?

Atau bayi yang masih butuh mpasi yang selalu dibawakan berbagai buah dan biskuit.

Ya walaupun dirinya suka, tapi ga begitu juga gitu loh.

Seperti sekarang ini, lepas dari jangkauan mommy nya, ia masih digondeli oleh kedua kakaknya dari kemarin.

Udah ribuan alasan dan cara untuk mengusir kedua ulat bulu ini, tapi tak ada yang berhasil.

"Kak, minggir dulu ih. Aku juga ga kemana-kemana."

Alend, kakak ketiga Arvy menggeleng tak suka, "kenapa sih dek, orang nyaman juga."

Sungguh jika Arvy sudah tak memiliki stok kesabarannya mungkin Alend sudah terbang dari kasur tercintanya ini.

"Kakak nyaman, akunya engga. Ih sana dulu ga! Ck, Ini juga Kak Elgar ngapain ikutan disini."

Elgar, anak kedua dari Hanin yang juga sialnya kakak sepupu Arvy itu menyamankan dirinya disebelah kiri Arvy.

Jadi sekarang posisi Arvy berada ditengah pria berbadan bongsor kedua kakaknya.

Arvy sungguh kesal, hari-harinya jadi tak tenang karena kedatangan kedua ulat bulu yang selalu menempelinya kemana-mana.

Ingin rasanya ia beli pembasmi serangga.

Dan Arvy dengar masih ada kakak keduanya yang masih belum pulang dari Negeri Paman Sam disana.

Arvy melirik ke arah Alend yang menggunakan bahunya sebagai sandaran, "kak Al."

Alend langsung membenarkan posisinya dan menatapnya, "iya kenapa? Butuh sesuatu?"

Arvy menggeleng, selalu begitu jawaban yang ia terima jika memanggil salah satu dari keluarganya.

Jika dimanjakan begin terus yang ada bisa kebawa dong dia. Menjadi Arvy versi manja.

Jadi nanti kalo akhirnya Arvy ketergantungan jangan salahkan dia, salahkan saja keluarga yang kelewat memanjakan dia ini.

"Engga, cuma mau tanya kakak yang lain dimana?"

"Lusa Kak Gio udah pulang."

Arvy menganggukkan kepalanya mengerti, "yang lain?"

"Yang lain mah nanti juga dateng sendiri dek, jelangkung mereka."

Elgar menyahut pertanyaan Arvy, ia mengerenyitkan dahinya.

Jelangkung?

Oh,

Baru mengerti Arvy, datang tak diundang pulang tak diantar maksudnya.

Arvy menggelengkan kepalanya heran, sepertinya kakak sepupunya ini akan menjadi musuh menyebalkan bagi Arvy kedepannya.

Aura-aura kemusuhannya itu loh sudah Arvy rasakan.

Arvy berharap semoga saja kakaknya yang lain berperilaku normal seperti manusia pada umumnya.

(- Elgar, Alend)

Ga kuat Arvy kalo ketambahan siluman ulet bulu lagi.

Tapi ngomongin soal kakak, Arvy tak melihat lagi jelmaan gorila yang memeluknya kemarin. Saat sarapan pun tak ia lihat sosoknya. Padahal kemarin saja ia mengusirnya dengan susah payah.

Yakali coi yang meluk dirinya kemarin bukan manusia.

Wah beneran ini mah, jelangkung.

Ah sudahlah, tak peduli juga ia. Arvy kembali merebahkan dirinya di kasur yang sudah menemaninya beberapa hari ini. Sepertinya kamar akan menjadi tempat yang akan menjadi teman untuk menghabiskan hari-harinya.

"Dek mau main ga?"

Hah, apa lagi ini.

Arvy melihat Elgar tak tertarik, "ga ah, males."

"Aelah ayo dong, jangan males gitu. Dari kemarin kerjaan dikamar mulu."

Arvy mendelik tak terima, ia melemparkan bantal kecil ke muka menyebalkan kakak sepupunya itu, "suka-suka gue lah."

"Bahasanya."

Nah kan.

Kebabalsan.

"Maaf Kak Al, lagian Kak Elgar duluan yang mulai. Orang akunya gamau masa dipaksa."

Alend melihat Arvy yang masih terlentang, sebuah ide tiba-tiba masuk di kepalanya.

Arvy yang merasakan hawa-hawa tidak enak dari kakak ketiganya ini pun mulai mendudukan diri.

"Kak?"

Tanpa aba-aba Alend menggendong Arvy dan membawanya turun kebawah.

Arvy yang terkejut badannya sudah melayang tak menyentuh permukaan lembut kasurnya itu pun otomatis mengalungkan tangannya pada leher Alend.

"Kakak!"

"Jangan di kamar terus, kakak gamau kamu jadi garfield nantinya.

Dari belakang bisa Arvy lihat Elgar tertawa kemenangan melihatnya di'usir' secara paksa dari sarang nyamannya itu.

Awas aja kau Elgar, udah ku tandain itu wajahmu.

---

"Mas kamu yakin?"

Suara lembut yang ternyata memiliki banyak bisa itu mengalun indah ditelinga sang suami.

"Kenapa bertanya padaku? Harusnya aku yang tanya. Kamu yakin?"

Wanita itu mengangguk, tak ada keraguan disorot kedua matanya.

"Memang aku sudah mengambil keputusan bodoh beberapa waktu lalu, tapi mereka sudah keterlaluan."

Sang suami tertawa, ia menarik pinggang ramping sang istri untuk mendekat "walaupun mereka yang merawat mu?"

Gelak tawa yang harusnya terdengar merdu itu menjadi menakutkan jika orang lain dengar, "hanya merawat."

Kecupan manis diarahkan pada bibir plum yang indah itu, tak ada rasa nafsu hanya ada rasa cinta yang mendalam.

"Kau yang turun tangan atau perlu aku?

Gaun indah berwarna putih itu sepertinya akan berubah warna beberapa waktu ke depan.

"Aku hanya ingin bermain-main, kau tau aku. Aku tak ingin tanganku kotor."

Gaun yang indah tentu saja berpasangan pada jas yang terpasang apik pada tubuh atletis pria didepannya ini, "tenang saja, tanganmu akan selalu bersih." Kecupan lembut ia kirimkan dipunggung tangan yang kecil itu.

"Aku akan tunggu disini, jangan terlalu lama bermainnya. Aku sudah tak sabar ingin bertemu baby dirumah."

"Ya ya ya, kau pikir hanya dirimu saja yang ingin bertemu?"

Pria berjas itu terkekeh, "sudah sudah jika kita berdebat disini, maka akan lama pula bertemu baby kita." Penekanan yang tegas ia tekankan pada istrinya itu untuk tak memakan waktu lebih banyak lagi.

Helaan nafas bisa terdengar, "as you wish."

- KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang