09

483 63 2
                                    

Setelah menyelesaikan aktivitas mandinya yang memakan waktu cukup lama bagi seorang pria, Arvy memilih baju yang akan ia pakai untuk setengah hari kedepan.

Kepalanya sedikit pusing akibat ia terlalu lama berendam, atau karena ia yang tak tidur?

Entahlah, mungkin kedua faktor itu sama-sama memperburuk rasa pusingnya ini.

Tapi pusing yang tak seberapa ini masih bisa ia tahan daripada pusing mematikan yang ia rasakan ketika sebagian ingatan Arvyn masuk.

Baju polos oversize berwarna mint dan celana pendek putih selutut menjadi pilihan Arvy.

Ia memakainya dan bergaya ala-ala model yang sedang melakukan pose.

"Anjay, cakep juga gue dilihat-lihat."

Arvy masih melakukan beberapa pose anehnya di depan cermin tanpa menghiraukan seseorang yang sedang menyenderkan tubuhnya di ambang pintu kamar Arvy.

Ia hanya melihat tingkah aneh bin narsis yang adiknya lakukan, lucu juga batinnya.

Setelah puas Arvy bergaya didepan cermin ia membalikan badannya dan terkejut akan kehadiran kakak ketiganya.

"..."

"Sudah narsisnya?"

Blush

Seakan kepergok sedang menonton yang iya-iya, muka Arvy terlihat merah. Wajahnya yang cepat memerah dan sangat terlihat itu tak bisa ia sembunyikan.

ANJIR MALUNYA CONG!

"Pft..hahahaha"

Gelegar tawa memenuhi kamar Arvy, Alend bersyukur pagi ini ia menghampiri kamar adiknya dan melihat salah satu kebiasaan aneh adiknya itu.

Sungguh lucu sekali melihat gelagat Arvy yang tengah menahan malu.

Arvy ingin mengagumi wajah kakak ketiganya ini yang sedang tertawa, tapi ingatkan dia untuk menutup mulut ember kakaknya yang nantinya akan memberi ta--

"Sepertinya Elgar akan suka jika melihatnya."

Kan...

"Kak ish, jangan kasih tau Bang Ar."

Arvy sudah memutuskan untuk memanggil Elgar dengan sebutan abang. Embel-embel kak tak cocok disematkan di Elgar, pikir Arvy.

"Tapi ada syaratnya."

Arvy merotasikan matanya malas, "Kak Al pagi-pagi jangan bikin aku kesel deh."

"Jika tidak mau yasudah."

Arvy panik ketika melihat Alend ingin beranjak pergi dengan cepat ia menyusulnya dan menarik bajunya untuk berhenti.

"Iya iya, apa syaratnya?"

Arvy bisa melakukan apa saja asalkan Alend tak bercerita pada abangsat nya satu itu. Membayangkan nya saja sudah merinding Arvy.

Alend tampak memikirkan persyaratannya, Arvy mengerutu kesal.

Jika belum ada syaratnya ya udah, tidak usah dibuat-buat. Kesal sekali Arvy ini.

"Apa kak?" Tanya Arvy tak sabar.

Alend melihat Arvy yang hanya sebatas dadanya, ia tersenyum penuh arti, "nanti saja kakak beritahu nya. Ayo turun yang lain sudah menunggu."

Arvy benar-benar dibuat speechless olehnya.

Sepertinya tidak ada kakak atau abangnya yang normal disini.

Mudah-mudah kakaknya yang bernama Gio itu dapat mengurangi bebannya.

- KalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang