Bab 2

25 4 0
                                    

         

Di kamarnya yang sepi, dikelilingi oleh dinding-dinding kost, Aralin duduk termenung. Pertemuan tak terduga dengan seseorang yang disebut Pak Ridwan hari itu telah memunculkan serangkaian emosi yang ia kira telah berhasil ia kelola.

"Kok bisa sih ketemu cowok itu," gumamnya sendiri, suaranya nyaris tidak terdengar di antara kesunyian. Ucapan itu keluar sebagai pertanyaan kepada diri sendiri, sebuah ekspresi kekesalan yang mendalam.

Membanting tas ke sudut ruangan, ia jatuh ke ranjang dengan rasa frustrasi yang menumpuk. Tetapi seiring dengan keheningan yang mulai menenangkan pikirannya, Aralin mulai merenung. Ini bukan hanya tentang Ridwan; ini tentang bagaimana ia merespon situasi yang tidak ia harapkan.Aralin tahu bahwa tak semua hal akan berjalan sesuai rencana.

Dddddrrrrrttttttttt........

Dengan suara ponsel yang mengganggu keheningan malam, Aralin terkejut dari lamunannya. Ia menggapai ponsel yang tergeletak di samping bantal, layar menyala menunjukkan pemberitahuan pesan masuk. Matanya segera menangkap nama pengirim, Romi, teman baiknya yang selalu ada untuknya dalam suka maupun duka. Pesan dari Romi membawa secercah kehangatan di tengah kesendirian malamnya.

Romi: Ra, Pulang kerja besok gimana kita keluar? Akhir-akhir ini aku lihat kamu suntuk.

Membaca pesan itu, Aralin tersenyum tipis. Romi, dengan kepekaannya, selalu tahu kapan harus muncul dan memberikan dukungan. Meski sebagian besar waktu Aralin dihabiskan untuk merenung dan bekerja sendirian di kamarnya, kehadiran Romi, bahkan hanya lewat pesan singkat, memberikan kenyamanan tersendiri.

Aralin merenung sejenak, mempertimbangkan ajakan Romi. Ia menyadari bahwa ia memang membutuhkan jeda, sesuatu untuk mengalihkan pikirannya dari kejadian yang belakangan ini terus menerus menghantui pikirannya. Mungkin, berada di luar, menghirup udara segar, dan menghabiskan waktu bersama teman adalah apa yang ia butuhkan untuk mengisi ulang energinya.

Dengan semangat yang mulai bangkit, Aralin mengetik balasan:

Aralin: Hey Rom, ide bagus tuh. Aku memang butuh keluar. Ada rencana ke mana? Aku open saja asal bukan tempat yang ramai banget.

Tidak lama kemudian, Romi membalas dengan beberapa opsi untuk mereka pertimbangkan. Mereka membahas kemungkinan mengunjungi sebuah kafe kecil di pinggiran kota yang terkenal dengan kebun belakangnya yang asri dan tenang, sempurna untuk mereka yang mencari kedamaian sejenak dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari. Tempat lain yang menjadi pilihan adalah taman kota yang baru saja dibuka, di mana mereka bisa jalan-jalan santai sambil menikmati pemandangan.

Pertukaran pesan malam itu berakhir dengan mereka sepakat untuk bertemu di kafe kebun tersebut pada besok sore. Aralin merasa ada semangat baru yang mengalir dalam dirinya, sesuatu yang telah lama ia rindukan. Ia menyadari betapa pentingnya memiliki teman seperti Romi, yang selalu ada untuk mengingatkannya bahwa di tengah badai pun, masih ada pelangi yang menanti di balik awan.

Malam itu, Aralin tidur lebih nyenyak dari biasanya, dengan hati yang lebih ringan dan pikiran yang penuh antisipasi untuk hari pertemuan dengan Romi. Ini menjadi pengingat bagi Aralin bahwa terkadang, melepaskan diri sejenak dari rutinitas dan menghabiskan waktu bersama orang-orang yang kita sayangi bisa menjadi obat terbaik untuk jiwa yang lelah.


Dengan semangat yang terpancar dari wajahnya, Sonya memberikan kabar yang sangat menggembirakan kepada Romi. Ini bukan sekedar tentang sebuah proposal yang dipertimbangkan, tetapi sebuah validasi atas ide dan usaha keras mereka selama ini. Kabar tersebut menandakan sebuah langkah besar bagi perusahaan mereka, sebuah peluang untuk berkembang dan memperluas jaringan bisnis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bound by LiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang