Empat

114 15 3
                                    


Mengandung unsur 18+, jika merasa terganggu, boleh untuk menskip bagian tersebut.












Hiruk pikuk sekolah itu nampak jelas dari rooftop gedung A sekolah itu. Seluruh manusia nampak kecil dari atas sana, lantai lima dari gedung itu. Semilir angin membelai rambut hitam itu, raga itu membiarkan dingin memeluk dirinya, dengan terus menatap lurus kearah depan, yang mana langit biru nan luas itu terpampang. Matanya menyapu seluruh benda biru yang tak dapat digapai itu dengan puasnya, hingga satu bariton yang sangat dikenalinya memasuki indera pendengarannya.

"Wina." Panggil suara itu.

Gadis dengan cardigan putih itu berbalik badan, dan didapatinya sosok kekasih yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan kekasihnya. Renovian menghampirinya dan memeluk gadis itu sebentar lalu kembali melepasnya dan melempar senyuman manisnya. Biasanya, Wina akan bahagia bila Renovian berlaku manis padanya, sebab selama ini hanya Winaya yang mengejar sosok Renovian yang angkuh itu. Namun kali ini tak ada kata bahagia dalam hatinya. Hanya ada rasa sesak, rasa benci, rasa marah serta kecewa yang menyelimuti relung Wina.

"Kenapa? Tumben mau kesini, biasanya jadi penghuni tetap di perpustakaan." Ujar Reno sarkastik, hati Winaya sedikit tercubit dengan pertanyaan itu.

"Putus." Satu kata keluar dari bibir mungil gadis itu.

"Hah?" Renovian terkejut dan memiringkan kepalanya, matanya ikut menyipit mendengar kata yang keluar dari mulut sang kekasih.

"Kamu tuli? Aku bilang Putus, apa Kamu bodoh? Itu artinya Aku minta kita putus." Ujar Wina yang tak kalah menusuk dari pertanyaan Renovian.

"Tapi kenapa?! Aku ada salah apa sama Kamu?!" Reno meninggikan nadanya satu oktaf lebih tinggi dari sebelumnya. Winaya disana hanya menaikkan salah satu sudut bibirnya. Pandai juga pria ini berdrama, Winaya tak mengindahkan pertanyaan Reno, Ia malah berbalik badan hendak meninggalkan Reno sendirian.

"Kita selesai, ya. Gak usah cari Aku." Renovian disana terpaku, masih terkejut dengan apa yang terjadi, dan tak mengejar Winaya sama sekali. Sedang Wina berusaha mati-matian untuk tak menangis selama menuruni tangga dan memasuki bilik toilet disekolah mereka.

Tak bisa dibohongi oleh Wina bahwa hatinya sakit, batinnya terluka. Ia ingin sekali berteriak bahwa Ia sangat mencintai Renovian, namun ini semua harus berakhir. Demi dirinya dan Jimmy.

Pintu bilik toilet itu tertutup dan terkunci dari dalam. Air matanya langsung meluruh dengan cepat, dan isakan kecil keluar dengan tak sopan dari mulut gadis itu.

Sakit.

Sesak.

Pedih.

Semua menjadi satu dalam relung gadis itu. Membiarkan dinginnya hawa kamar mandi itu memeluk raganya, Ia menangis didalam sana.

○○○

Ruangan dengan hawa dingin itu berisikan sepasang suami istri yang tengah dilanda gundah dan kebingungan. Sang Tuan berjalan mondar-mandir dengan jemarinya memijat dahinya sendiri. Sang istri pun duduk disofa yang tersedia disana, dengan kedua jari-jarinya bertaut, dan kedua bola matanya terpejam.

"Kita harus bawa Katerine, Katerine udah harus tau tentang orang tuanya." ujar sang istri yang membuat pria disana praktis membalikan tubuhnya.

"Kamu gila, Ma? Katerine masih 18 tahun! Terlalu muda untuk kita bawa dalam ranah ini, ini terlalu berat buat Katerine!" Sentaknya. Wanita itu berdiri, dan berjalan menuju suaminya.

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang