Lima

100 14 4
                                    

Suara pintu ditutup menggema sampai kedalam rumah tersebut. Nampak sosok gadis cantik dengan body protector warna biru kesayangannya berada ditangannya melangkah masuk kedalam rumah itu. Seluruh atensi pria yang duduk diruang keluarga pun teralihkan padanya.

"Kay, kenapa malam sekali Kamu pulang latihannya?" tanya Beltsazar.

"Iya, Pa. Maaf ya lupa kabarin, HPku mati tadi. Aku habis beli karet gigi yang baru." jawab si gadis pada Ayahnya yang mana itu adalah kebohongan, walau tak sepenuhnya. Katerine tak hanya membeli keperluan bertandingnya yang baru, melainkan ia juga menghabiskan waktu bersama sang kekasih, Renovian.

Beltsazar mengangguk paham, mengingat Katerine sempat meminta izin untuk mengikuti tournament taekwondo yang akan dilaksanakan kurang dari satu bulan lagi.

"Yasudah, Kay sudah makan malam belum?" tanya Beltsazar sekali lagi.

"Belum, Pa. Kay bersih-bersih dulu deh baru makan." katanya.

"Yaudah, gih mandi. Mama angetin dulu makanannya ya." sahut wanita yang baru saja muncul dari ambang dapur.

"Iya, Ma. Makasih, Kay keatas dulu." gadis itu beranjak menaiki anak tangga untuk mencapai ke lantai dua rumah tersebut dan segera memasuki kamarnya.

Tanpa gadis itu sadari, sosok gadis lainnya mendengar seluruh percakapan ketiga insan tadi dari balik pintu kamarnya yang tak tertutup rapat. Gadis itu mengeratkan pelukan pada tubuhnya sendiri, air matapun menghiasi wajahnya. Mata bengkak itupun mulai terpejam, membiarkan kegelapan itu menghiasi bola matanya.

"Bohong, Kate bohong."

"Mengapa hidup Katerine indah sekali, Tuhan?"

Gawai pintar yang tergeletak dilantai itu mulai menyala, dan menampilkan notifikasi yang sama untuk kesekian kalinya. Gadis itu tau, pasti dari orang yang sama dan isi pesan yang sama juga, namun ia tak mengindahkannya. Ia malah membaringkan tubuhnya yang sudah lelah, menjemput alam bawah sadarnya dengan cepat.

○○○

Katerine telah menyelesaikan makan malamnya, ia pun pamit untuk kembali ke kamarnya. Di dalam kamarnya, Katerine menghela napas, dan duduk dimeja belajarnya, menatap laci meja belajarnya yang selalu terkunci. Tangannya pun mulai terulur untuk membukanya, dan perlahan mengambil sebuah amplop coklat disana.

Ia mulai membuka dan mengambil isi dari amplop tersebut dan meletakannya sejajar dimeja belajarnya. Sebuah koran lama, akta kelahirannya, serta beberapa artikel-artikel yang ia cetak sedemikian rupa, juga beberapa buku perusahaan yang ia dapatkan dari kenalannya.

"Hah, mengapa sulit sekali mencari foto dari seorang Sayudha Timothy Anggodo, Papaku." ia melayangkan punggungnya pada sandaran kursi dengan sebuah koran ditangannya.

PESAWAT YANG DITUMPANGI OLEH PENGUSAHA TERNAMA TANAH AIR TERJATUH DI LAUT CINA

Begitu yang dituliskan didalam tagline news dalam koran 14 tahun silam. Katerine beralih pada akta kelahirannya yang diberikan oleh Tiana 3 tahun lalu yang membuatnya menangis seharian, mengetahui bahwa nama A yang selalu tertulis dalam nama lengkapnya bukanlah Atmaja, melainkan Anggodo.

Mengingat seluruh perkataan Tiana tentang orang tuanya yang telah mati membuatnya bertekad untuk mencari tahu lebih dalam tentang siapa dirinya. Siapa ayahnya dan siapa ibunya. Katerine mengingat dimana ia sampai demam satu minggu akibat kenyataan yang diberikan oleh Tiana dan Beltsazar.

Ilona Brielle Wiguna

Ia membaca nama itu dalam hati, dan jelas itu adalah nama Mamanya. Jika Wiguna nama belakang sang Mama, itu artinya Mama Tiana adalah saudara Mama kandungnya. Tetapi mengapa Mama Tiana tak memiliki fotonya satupun, atau membahasnya, atau jika memang Mamanya mati, mengapa Mama Tiana tak pernah mengunjungi makamnya, atau laut tempat dimana pesawat Mamanya jatuh, seperti yang dikatakan koran itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Benang MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang