Lo harus kembali jadi kapten! Kalimat itu teramat memberikan tekanan pada Gideon. Walau sudah sebulan pasca kekalahan Golden Eagles dari Black Dragon dan cedera yang ia alami, tetap tak cukup untuk menenangkan diri Gideon. Ia selalu merasa kalut, takut dan cemas kembali memberikan dampak buruk bagi klub voli sekolah, Golden Eagles.
Gideon tidak ingin menurunkan performa Golden Eagles seperti yang ia lakukan didetik-detik terakhir. Walau teman-temannya bersikeras mengatakan dirinya tak salah, Gideon seperti sulit untuk kembali. Pemikiran untuk keluar dari klub terkadang terlintas begitu saja. Minat yang begitu ia sukai sejak dibangku sekolah dasar hingga memberikan percikkan mimpi untuk bermain di tingkat nasional seakan tidak berarti lagi.
Mimpi dan harapan itu, apa ia harus mengakhirinya?
Begitu sulit untuk mengambil keputusan di tengah kekalutan yang ia rasakan. Bercerita pada orang terdekat pun tak akan membuahkan hasil kala ia saja seorang diri, seakan tak ada yang ingin mendengarkannya. Fakta yang seakan menampar Gideon, tetapi ia sama sekali tidak bisa menjauh dari hal yang ingin ia hindari. Tuhan seakan sengaja membuatnya tertekan.
Hari pertama masuk setelah liburan semester pertama tidak membuat Gideon semangat, ia masih belum siap untuk kembali bersekolah dan bertemu banyak teman, tetapi ia sudah selesai dengan jatah kebjiakan yang diberikan oleh sekolah. Setelah melalui pemeriksaan X-ray dan pemeriksaan pendukung lainnya, dokter lantas mendiagnosis Gideon mengalami cedera pergelangan tangan kanan yang retak serta adanya cedera tendon epikondilus lateral, sehingga selama beberapa hari, Gideon sulit untuk melakukan aktivitas apapun yang berhubungan dengan tangan kanan. Beruntung, sekolah memberikan kebijakan padanya dengan melakukan pembelajaran melalui daring.
Masa itu sudah selesai. Saat ini, Gideon harus menghadapi kenyataan bahwa ia kembali mengenakan seragam dan melakukan pembelajaran seperti pada umumnya. Itulah alasan Gideon saat ini berada diparkiran sekolah yang dikhususkan untuk sepeda, walau tak sebanyak motor yang akan memenuhi parkiran. Sebelumnya pun, ia berdebat dengan Mama perihal ingin mengendarai sepeda karena menurut Gideon, lukanya sudah cukup membaik. Bahkan ia merasa sudah bisa memukul bola yang selalu diberikan oleh Jerry sebagai tosser.
Bola, ya? Ia tak mengerti dengan pikiran yang tercipta hingga berkelana ke sana. Voli seharusnya tidak melekat pada diri Gideon, tetapi kenapa ia selalu mendengar suara tos bola, peluit yang bersahutan dan tepuk tangan yang begitu menggema? Suara-suara itu memenuhi isi kepalanya dan menurutnya, itu tidak benar.
"Gue bener-bener nggak habis pikir dengan semua yang terjadi." Gideon berujar dengan kepala yang menggeleng. Saat sepeda yang sudah terparkir tampak oke, Gideon meninggalkan area itu. Perlahan, mengambil earphone yang ditaruhnya di dalam saku.
Tidak membutuhkan waktu banyak saat fokus Gideon hilang, sebuah motor Yamaha Mio berwarna hitam seketika melakukan perberhentian secara mendadak—nyaris menabrak jika pengedara tersebut tidak buru-buru menarik rem. Gideon bahkan menahan bagian depan agar motor itu tidak melaju dengan sebelah tangannya yang tak terluka.
"Aduh, maaf banget, Kak! Saya nggak sengaja. Saya ...." Suara dari lawan bicara Gideon seketika berhenti, membuat sang empu yang masih memegang bagian depan motor mengangkat kepala. Sekejap, raut wajah Gideon berubah dingin. Seakan sosok yang ia hadapi saat ini adalah seorang musuh. "Anu Kak, saya benar-benar nggak sengaja. Rem motornya tiba-tiba nggak berfungsi, tetapi kalau ada yang luka, saya siap ganti rugi."
Gideon tampak menghembuskan napas yang ia ambil begitu dalam. Situasi yang kembali terjadi dengan drama yang merugikan dirinya, bahkan untuk kedua kali. Gideon tak bisa berpikir positif untuk pertemuan nanti, terlebih cewek di hadapannya ini ternyata satu sekolah dengannya. Mereka bisa saja semakin leluasa untuk bertemu, walau ia sedikit bingung. Wajah dengan bola mata cukup bulat bersinar dengan bibir tipis melengkung, perpaduan yang baru ia temui atau Gideon memang melewatkan satu hal?
KAMU SEDANG MEMBACA
Smash Attack!
Teen FictionKekalahan dan cedera saat babak final di Malang Raya Cup meruntuhkan semangat Gideon untuk menjadi spiker professional dan bisa membawa tim berlaga ditingkat nasional. Namun, voli seakan sudah melekat pada jiwa dan raga Gideon, hingga ia seakan ditu...