Jiona mendengus sebal melihat Jerry ketika Jerry memaksa untuk menumpang kala motor yang biasanya ia gunakan mendadak mogok, padahal mereka memiliki agenda apel hari ini. Kekesalan Jiona tidak sampai di sana saja. Lebih kepada Jerry yang sampai sekarang belum melaksanakan janjinya untuk membeli beberapa novel untuk dirinya. Alhasil, wajah Jiona terus ditekuk setelah membahas masalah janji.
Jerry terlihat tidak peduli. Ia fokus menyalakan mesin motor yang biasa Jiona gunakan di Surabaya lalu beralih ke arah Jiona yang masih dengan ekspresi sama. "Dek, muka lo dikondisiin dulu. Ayo berangkat, keburu telat—"
"Jiona nggak peduli! Terserah deh terlambat," katanya dengan ketus. Jerry bisa saja meninggalkan Jiona, tetapi ceritanya kali ini berbeda. Hei, motor ini dibeli untuk memudahkan Jiona sewaktu di Surabaya. Itu berarti pemiliknya adalah Jiona. Jikapun Jerry nekat melakukan hal demikian, ia harus siap berhadapan dengan Sang Kepala rumah tangga.
Jerry sontak menghela napas. Sudah tahu akibat dibalik Jiona memasang wajah seperti itu. "Sudah, jangan ngambek kek gitu! Nanti kalau udah ada waktu luang pasti gue beliin," ucap Jerry yang langsung membuat mata Jiona melirik sinis.
"Serius?"
"Iya! Buruan naik! Gue nggak mau terlambat dan berakhir dijemur. Mau ditaruh di mana muka gue?" katanya yang mulai menaiki motor terlebih dahulu.
Jiona sebenarnya merasa gengsi, tetapi disisi lain juga berpikiran sama—tidak ingin terlambat. Lagipula, Jiona juga harus bertemu dengan Nita yang berada di X AK 4 untuk meminjam catatan materi spreadsheet. Lagipula, ia memiliki hak kepemilikan, walau pada dasarnya motor ini secara nyata atas nama Ayahnya, tetapi motor ini ada karena untuk dirinya.
"Bawel banget sih! Iya, ini baru—"
"Eh, kalian berdua baru mau berangkat, ya?" Sebuah pertanyaan seketika menyentakkan Jiona yang hendak beradu mulut sejenak dengan Jerry. Keduanya secara spontan menoleh pada sumber pertanyaan yang timbul, fokus pada seorang pria berkacamata dengan poster sangat tinggi—melebihi ukuran tinggi sang Ayah, itulah yang kira-kira mereka pikirkan.
Jiona tahu pria dewasa itu. Rekan dan sahabat baik Ayahnya. Hanya saja, Jiona tidak menyangka tatkala teringat pembahasan semalam. Om Gilang adalah Papa Gideon! Sungguh plot twist, pasalnya, baik Gideon dan Om Gilang terlihat tidak begitu mirip. Jiona analisa, mungkin Gideon lebih mirip ke gen Mamanya. Tidak ada yang tahu, karena status lebih jelas mengenai Om Gilang saja baru ia ketahui semalam.
"Wah, Om Gilang selamat pagi! Abis dari melatih, ya?" Jerry langsung berujar, bahkan bangkit dari duduknya dan memilih untuk berdiri di sisi pagar yang terbuka.
Gilang tertawa renyah. "Sayangnya kali ini tidak. Om habis dari Surabaya. Ada pertemuan penting untuk Jatim Volleyball Cup! Sudah tahu'kan kalau sekolah kalian bakalan mewakili Kota Malang?" Jerry mengangguk begitu saja. Jiona juga melakukan hal yang sama, tetapi ia tak mendekat. Masih berdiri di sisi motor yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari pintu pagar.
"Iya, Om! Kami sudah dengar soal itu dan mulai melakukan meeting untuk langkah yang perlu diambil. Turnamen kali ini pasti seru banget! Gideon juga sudah fix buat ikut," ucap Jerry yang berhasil melunturkan senyum Gilang.
"Gideon ikut?" Dan Jerry mengangguk.
"Gideon sudah konfirmasi, Om. Cederanya juga bisa diajak kerja sama, walau nggak bisa langsung seperti sebelum cedera. Akan tetapi, dengan Gideon yang ikut juga itu lebih cukup. Mengingat, Golden Eagles juga butuh kapten emas kita. Gideon!" balas Jerry begitu antusias. Nyatanya, ia memang seperti itu. Voli, Gideon dan ikatan persahabatan mereka begitu ajaib dirasakan oleh Jerry. Ia sangat suka bercerita panjang lebar jika mengenai tiga hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Smash Attack!
Teen FictionKekalahan dan cedera saat babak final di Malang Raya Cup meruntuhkan semangat Gideon untuk menjadi spiker professional dan bisa membawa tim berlaga ditingkat nasional. Namun, voli seakan sudah melekat pada jiwa dan raga Gideon, hingga ia seakan ditu...