❁❁❁❁
Di hari sabtu pagi ini Raina berada di rumah Bundanya karena sudah punya janji dengan sang adik untuk menghabiskan waktu berdua saja. Benar-benar berdua tanpa pengasuh ataupun asisten dan manager. Raina memang belum genap 18 tahun, tapi soal menjadi ibu kedua bagi adiknya, tidak usah ditanya lagi. Lagipula ia hanya ingin punya waktu dengan keluarga, kalau tidak bisa dengan Ayah atau Bunda, hanya berdua dengan sang adik yang baru berusia belum genap 4 tahun itupun sudah sangat menyenangkan.
Tidak masalah jika hanya pergi berkeliling mall di sekitaran kota tempatnya tinggal, yang penting bisa menghabiskan waktu berdua dengan Miya. Lumiya Asteria, nama itu dari Raina, kata Bunda Lumiya menjadi hadiah ulang tahunnya yang datang terlabat, maka dari itu Raina boleh memberi nama untuk adik cantiknya. Ia terkagum-kagum melihat bayi bisa terlihat secantik itu, karena sebelumnya yang ia tau wajah bayi akan keriput dan terlihat sama saja tau setidaknya cenderung lucu, tapi wajah Lumiya- bayi yang tak bisa melihat dan mendengar itu sangat cantik.
Bunda bilang secantik Raina saat terlahir di dunia. Mungkin seharusnya Aphrodite saja namanya, tapi Raina suka dengan Lumia yang tak kalah cantik bahkan ia suka dewi tersebut. Meskipun terkutuk oleh Hera setengah badannya menjadi ular, ia bisa menakhlukan banyak lelaki, karena bermaksud balas dendam terhadap Zeus. Raina mau Lumiya tumbuh dan bisa menaklukan apapun ketika kakak dan ibunya sering kekalahan. Ya, karena dengan kehadiran adiknya, raina tau bahwa pernikahan Ayah dan Bunda tetap akan berakhir.
"Teh Linaaaa!"
Raina baru mengintip dari pintu kamar Lumiya, Batita itu sudah kegirangan sambil melompat-lompat dengan kaki kecil putih pendek itu, padahal pelayan tengah menata rambutnya. Mereka berpenambilan sama dari kepala hingga kaki, style nya memang sudah Raina siapkan dari jauh hari hingga ia takut jika ada sesuatu terjadi dan mengagalkan hari ini. Raina tidak bisa jika harus mengecewakan si tuan putri kecil itu.
"Stroller nya udah dimasukan, ya, di mobil Teteh."
Raina menoleh dan disambut pelukan oleh wanita dewasa itu. Bundanya yang terlalu cantik bisa saja dikira orang adalah kakak Raina. "Palingan gak kepake, Bun."
"Jangan gitu, atuh, Neng! Miya capek kalo jalan keliling gitu, kalo digendong, si kamu nya capek."
"Gaaakkk!" Sepertinya Lumiya dapat mendengar bebrapa kosa kata yang ia pahami. "Mia cudah becal, nda mau didolong-dolong!" Raina sangat percaya kalau itu memang adiknya, dia sudah pintar marah-marah dengan suara melengking tidak mau dibantah. "Gak ucah bawa-bawa ituuuu!" Meskipun cedal tapi cerewet sekali.
Bunda hanya bisa menarik nafas. Dia sadar putri bungsunya itu memang lebih cerewet, manja, dan mengesalkan dibanding si sulung. "Iya, iya. Bunda bercanda aja tadi. Sok, atuh kalo udah, yang bener dandannya itu. Jangan gerusukan, Ece nya susah, ini Teteh udah nungguin."