❁❁❁❁
Adam memasuki rumahnya yang tak dikunci di jam lewat tengah malam ini. Atau tepatnya akan selalu ada orang yang membukakan pintu untuknya. Kalau yang menunggu pulang, biasanya ketika Adam kena masalah.
Mama dan Papa sekarang juga tengah sama-sama duduk di sofa. Mereka mengobrol? Tidak. Papa sibuk dengan info sahan dari tabletnya, Mama sibuk mengurus perkembangan butik di ponselnya. Padahal dilihat dari keberhasilan perusahaan mereka, seolah bisa menampung 7 keturunan Adam selanjutnya tanpa bekerja. Namun setidaknya keberadaan Adam menarik perhatian mereka. Menyambut? Yang jelas bukan.
"Sudah pulang, A'?"
Adam mengangguk menjawab pertanyaan Tianna-sang Mama yang bahkan tak menoleh presensi sang putra. Wanita setengah baya itu terlihat elegan dibalut piyama satin panjang dengan pasmina sutra yang tersampir menutupi tak sepenuhnya rambut Tianna. Hanya formalitas karena di jam ini, masih ada asisten rumah tangga yang masih bekerja-seharusnya mengurus Adam yang baru pulang.
"Ada tiga mobil yang minta ganti rugi, ketiganya bukan mobil biasa."
Adam masih berdiri di tempatnya. Ia menatap Saka, menimbang jawaban. Papanya itu tegas, kalau begini semua orang jadi segan hanya dengan nada datar itu.
"Itu cuma kena pilok, paling papa diperas." Elaknya yang membuat Saka mengangguk remeh. Soal harga ganti rugi memang tidak jadi masalah baginya.
"Ada orangtua bayi protes, Papa habis ngurus pengobatan bayi itu."
"Ya, terus?"
"Aa'!" Tegur Tianna, ia geram juga melihat sikap putra tunggalnya yang selalu pulang membawa masalah.
"Aa' gak tau hubungannya apa sama bayinya!"
Hembusan nafas berat dari Saka kembali menarik perhatian si anak tunggal. "Kamu nutup jalan tol itu, kamu pikir bukan masalah, A'? Kesusahan orang kamu buat seneng-seneng, biar apa?" Dia menarik nafas lagi, menghalau pening akibat kelakuan Adam. "Kamu ledekin petasan di pintu mobil samping bayinya. Pendengarannya bermasalah, kena sawan. Ayahnya ngamuk-ngamuk mau nuntut kamu."
Sebenarnya Adam sudah biasa melakukan hal ini; diam mendengarkan omelan demi omelan mereka berdua. Ia tidak mengelak dari kesalahan, saat mendengar penjelasan Papa, ada tersirat rasa iba pada bayi yang disebut-sebut itu. Saka mulai berdiri, menampilkan sesosok pria baruh baya beraura gagah. Dia rapi dengan setelan formal, seorang pemimpin perusahaan-di waktu menuju pagi ini.
"Wajah kamu itu diliat orang-orang, A'. Identitas kamu dengan mudah mereka dapatkan. Kamu pikir siapa yang kena ujung-ujungnya? Gak semua orang peduli ganti rugi, mereka bakal mempermasalahkan kelakuan kamu yang menyeret keluarga kita." Tianna masih duduk, melipat tangannya di dada. "Semua bisa kacau. Kamu selalu bikin pusing."
Semuanya diam saat ponsel Saka berdering, lalu ketika diangkat terdengar suara pria yang bicara dengan formal mengenai banyak meeting bertempat di luar negri dan perlu melakukan perjalan sedari tadi.