Tiga Puluh: Informan

47 14 0
                                    

Panti Jalin Kasih.

Kalimat itu tertulis jelas di papan besar yang dikaitkan pada pagar-pagar tinggi yang mengelilingi bangunan. Sebuah bangunan besar bertingkat 3 yang terlihat usang dimakan waktu. Beberapa tulisan di papan bahkan sudah pudar sepenuhnya, belum lagi tanaman rambat yang memenuhi tiap tiang pagar sehingga keberadaan papan tersebut semakin tak terlihat. Tujuan terakhir hari ini.

Davin mengernyitkan dahi, ketika turun dari mobil. Melirik ke arah Mika berharap kalau gadis itu akan mengatakan bahwa mereka sepertinya salah alamat, namun tak ada reaksi apapun terpancar dari paras sang puan. Mika justru melirik jam tangannya beberapa kali, sebelum menoleh ke arah gerbang. Seolah-olah menunggu seseorang.

"Ini beneran tempatnya?" bisik Davin sembari menoleh kesana kemari melihat seberapa tidak layak bangunan tersebut sebagai tempat tinggal. Apalagi tempat tinggal yang dikhususkan untuk para orang-orang yang sudah lanjut usia. Kalau tidak ada suara berisik dari dalam bangunan, mungkin ia lebih meyakini kalau tempat ini adalah bangunan tak berpenghuni.

"Bener kok, Mas Erik lagi ngurus izin kita buat masuk." Mika menoleh ke arah pintu masuk, mendapati Erik salah satu orang yang dikirim Pak Jaka untuk mereka, sedang mengobrol dengan pengurus panti. Terlihat laki-laki yang seumuran dengan sang kakak itu nampak bersikeras membujuk.

Beberapa menit kemudian sebuah mobil berwarna hitam mengkilat memasuki pekarangan, parkir tepat di samping mobil Mika. Kaca yang sepenuhnya gelap, membuat keduanya tak bisa melihat siapa yang berada di dalam sana. Lebih tepatnya Davin yang tak tau, karena ketika mobil tersebut muncul Mika justru tersenyum lebar sembari menegakkan badan. Nampak sekali antusias akan siapapun yang datang.

"LITTLE ONEEEE!!"

Davin tak tau bereaksi seperti apa ketika sosok Kenanga Lazuardi turun dari mobil. Perempuan itu langsung memeluk erat Mika yang membalas pelukan tersebut sama eratnya. Keduanya terlihat seperti dua orang teman lama yang tak lama bertemu. Kenanga selalu menggunakan pakaian yang mencolok dan riasan tebal, namun kali ini ia nampak berbeda. Bibirnya yang biasa dipulas lipstick merah menyala, hanya dipulas lipstik berwarna pink lembut. Pakaiannya yang tak jauh-jauh dari warna ungu atau merah darah, kini berganti sebuah gaun musim panas bercorak bunga berwarna biru. Membuatnya terlihat berbeda dari sosoknya yang kerap dibicarakan para wartawan.

"Kamu kemarin dimana? Kok kita nggak ketemu di Jayatri?" tanya Kenanga setelah melepas pelukannya. "Kamu tau, aku takut banget kamu nggak bisa lolos dari penilaian kemarin setelah Juan kasih tau berapa poin kamu."

"Justru aku sengaja ngehindarin kakak, soalnya aku tau kakak nggak akan tahan untuk bantuin aku. Tenang aja, aku nggak sepintar Kak Juan tapi kita sama liciknya."

Pandangan Kenanga lantas beralih ke Davin, senyum lebarnya tergantikan senyum kecil. Jenis senyum yang biasa Davin lihat ditebar sang puan ketika bertemu orang-orang asing. Ini bukan pertemuan pertama mereka, setiap acara besar yang dilaksanakan oleh para keluarga kalangan atas keduanya kerap berpapasan. Itulah mengapa Davin memilih menganggukkan kepala kecil sebagai bentuk sapaan.

"Ini untuk kamu."

Sebuah map berwarna biru, Kenanga sorongkan pada Davin. Sebagai seseorang yang mengira bahwa kedatangan sang puan untuk Mika, jelas Davin kebingungan. Ia meraih map tersebut dengan dahi berkerut.

"We need a reason to break into this nursing house." Tanpa diminta Mika mulai menjelaskan, ia melirik ke arah pintu masuk mendapati bahwa Erik tak kunjung berhasil membujuk pengurus panti. "Makanya gue minta tolong Kak Kenanga buat nyari itu, kebetulan dia ada di Surabaya."

Map tersebut lantas Davin buka, mendapati beberapa lembar berkas berisi ringkasan informasi mengenai panti jalinan kasih. Tertera jelas di sana, bahwa panti jompo tersebut dimiliki oleh seseorang bernama Mayang Rahayu. Ibunya sendiri.

Hukuman Murid Ke 38Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang