Sebelas: Detik Terakhir

145 50 3
                                    

"Jadi menurut intuisi lo itu, ada yang harus kita cari?"

Sejak menginjakkan kaki ke dalam salah satu taman bermain terfavorit warga kota, Davin seharusnya sudah tau seramai apa orang-orang di dalam. Walau ia sudah menduga hal tersebut, tetap saja sang pemuda tetap merasa pusing akan banyaknya suara yang terdengar dan saling tumpang tindih. Membuat dirinya belum apa-apa sudah merasa malas, dan ingin melipir ke restoran terdekat kalau tak ingat tujuan kenapa mereka datang ke sana.

Berbeda dengan Mika yang tampaknya sangat serius akan apa yang ia yakini. Mata gadis itu sibuk melihat peta taman bermain, untuk menyadari bahwa terlalu banyak tempat untuk mereka berdua cari. "Terlalu banyak, kita harus mengurangi kemungkinan biar waktu kita nggak banyak terbuang."

"Oke, kita kurangin. Tapi gimana kalau memang tidak ada barang yang harus kita temukan? Setau gue, teka-teki Jayatri selalu berupa jawaban pasti bukan menemukan barang." Davin melirik jam tangannya lantas menghela napas. "Apalagi sisa 5 jam lagi sampai batas akhir menjawab."

Muak mendengar Davin yang terus meragu, Mika melirik pemuda itu tenang. "Kalau lo memang seragu itu sama pendapat gue, yaudah pulang aja. Seharusnya kalau lo beneran percaya gue kartu As dari permainan ini, biarkan gue bergerak sesuai dengan kehendak sendiri."

"Oke, sekarang kita mau cari kemana?"

***

"Sedang lihat apa?"

Aya yang semula fokus memandang ke arah lain langsung menoleh ke arah Farhan. Gadis itu menelan ludahnya, sembari berpikir. Haruskah ia bilang jika dirinya baru saja melihat Mika dan Davin di taman bermain ini. Kedatangan kedua remaja itu, jelas menunjukkan untuk kesekian kalinya sang peringkat satu memiliki jalan pemikiran yang sama dengan Farhan.

"Gue baru aja liat Mika dan Farhan."

Gerakkan tangan Farhan yang tadi sibuk mengaduk-aduk minumannya untuk menghilangkan bosan terhenti. Ia menoleh ke arah pandang Aya tadi, hanya untuk mendapati dua orang yang dimaksud sudah mulai berjalan pergi entah kemana. Sudut bibir pemuda itu terangkat, mendadak merasa antusias akan pencariannya kala menyadari bahwa ia lagi-lagi berpikiran sama seperti Davin. "Nanti setelah makanan lo habis, kita langsung lanjut cari ya."

"Kita bisa langsung-"

"Nggak, habisin makanan lo dulu aja," potong Farhan yang justru menarik buku menu berniat untuk memesan makanan lagi. "Santai aja, mereka nggak akan nemuin apa-apa dalam waktu dekat."

Faktanya, ucapan Farhan benar adanya. Meski tak mengetahui jika 2 anggota School Trust berada di tempat yang sama dengan mereka. Baik Mika dan Davin baru berhenti untuk mencari 4 jam setelahnya. Napas mereka sedikit tidak beraturan, jelas kelelahan mengitari taman bermain yang besarnya minta ampun. Walaupun sudah mengerucutkan wilayah pencarian ke hanya wahana ekstrem tetap saja membuat keduanya lelah bukan main tanpa hasil apapun.

"Andai kita tau apa yang dicari, nggak akan selelah ini." Mika mengusap peluh di keningnya kasar, sudah mulai frustasi. "Gue yakin ada sesuatu yang disimpan di sini, tapi nggak tau di wahana apa."

"Ayo kita baca lagi, cluenya." Davin bangkit dari posisi tidurannya di bangku, bergegas membuka ponselnya sebab waktu menuju batas akhir semakin dekat. "Sorakan ketakutan dan kegembiraan terdengar dalam masa jungkir balik, harta berharga disana itulah jawabanmu."

"Gue menduga jawabannya tadi ada di rollercoaster, karena wahana yang bisa menjungkirbalikkan orang hanya itu" sahut Mika berdiri tegak di depan Davin, kembali berpikir keras. "Cuman kita sudah liat ke semua jenis rollercoaster di tempat ini, dan nggak ada apapun."

Seperti teringat sesuatu, Davin berdecak lantas mengusak rambutnya kasar. "Ada satu tempat yang belum kita cari sama sekali." Tiba-tiba pemuda itu menunduk, tanpa banyak kata membantu menalikan tali sepatu Mika yang entah sejak kapan sudah terurai ikatannya. "Bisa-bisanya gue lupa wahana seterkenal itu.

Hukuman Murid Ke 38Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang