Dua Puluh : Untuk Melindungi

120 36 0
                                    

Aya menghabiskan masa kecilnya berada dalam kemiskinan. Ia terbiasa untuk menahan lapar sebab sang ibu baru bisa mendapatkan uang di sore hari setelah bekerja sebagai tukang cuci piring di salah satu rumah makan. Bajunya didominasi baju lusuh hasil dari pemberian tetangga, bahkan baju terbagusnya adalah hasil dari pembelian baju bekas setelah sang ibu menyisihkan uang selama beberapa bulan. Ia tak punya mainan, sehingga tanah dan batu pekarangan menjadi hal unik untuk ia mainkan.

Lantas ditengah hidupnya yang kesusahan itu, keluarga Farhan hadir bagaikan air di padang pasir tandus. Memberi harapan dan sukacita, akan segala hal kecil yang mereka berikan. Itulah mengapa Aya selalu menganggap keluarga Farhan teramat berharga. Sebab merekalah yang mengubah masa kecilnya menjadi lebih baik, hingga sang ibu menjemput ajal ketika dirinya baru duduk di tahun pertama sekolah dasar. Kasarnya Aya selalu berhutang budi kepada keluarga kecil itu, bahkan ketika ayah kandungnya mendadak muncul dan memboyong Aya ke dalam kehidupan penuh kemewahan.

Jelas ada harga yang harus dibayar. Untuk Aya harga itu berupa fakta bahwa ia adalah anak di luar nikah seorang pembisnis besar tanah air dan ia harus merahasiakan itu dari siapapun. Ia masih diberi kebebasan untuk bersekolah di sekolahnya saat ini, namun ia tak diperbolehkan pergi kemana saja selain sekolah. Namun, kabar duka kematian Erika membuat Aya bersikeras untuk datang ke rumah Farhan. Merengek dan membujuk semampu yang ia bisa, namun hanya diabaikan oleh pengasuhnya saat itu. Kemudian, kakak satu-satunya yang hari itu kebetulan pulang lebih cepat mendadak mendukungnya. Pemuda bernama Danu yang selama berbulan-bulan tak menganggap keberadaannya hari itu memperbolehkan Aya pergi dan berjanji ialah yang akan bicara kepada ayah mereka.

Maka, ketika Aya kembali ke depan rumah bertingkat dua tersebut ia menangis. Berlari menuju ayah Farhan yang jelas terkejut mendapati keberadaannya yang selama ini bak hilang ditelan bumi setelah kematian sang ibu. Laki-laki itu hanya mengusap airmata Aya yang jatuh menetes, sebelum memintanya untuk menjemput Farhan di taman kompleks. Dengan tubuh kecilnya Aya mendapati sosok Farhan yang duduk di bawah sebuah pohon dengan pakaian serba hitamnya. Tak ada airmata yang menetes, namun tangan sang pemuda terkepal terlalu erat. Hari itu, Aya berjanji pada dirinya ia akan melakukan apapun untuk Farhan. Ia akan selalu berada di pihak Farhan, baik benar ataupun salah.

"Jangan melihat gue seperti itu dong."

Ucapan itu memecah lamunan Aya akan masa lalu, sebelum berdecih. Enggan menatap Mika yang masih tersenyum lebar di posisinya, seolah tak sadar perkataannya tadi sama saja dengan menyulut pertengkaran. Lebih tepatnya menyulut keinginan Aya untuk memusnahkan gadis di depannya itu. Aya begitu ahli menutup rapat rahasianya untuk hal satu itu, termasuk dari Farhan. Terutama dari Farhan.

Farhan memang memposisikan diri di pihak sekolah, namun tak ada yang tau apa alasannya. Sebuah fakta yang membuat Aya yakin untuk menyembunyikan fakta bahwa ayah kandungnya adalah sang pemilik yayasan. Ia hanya tak ingin, pemuda itu berpikir dirinya akan menjadi penghalang hanya karena dirinya anak dari sang pemilik yayasan.

"Kalau begitu, kenapa kita tidak terang-terangan saja sekarang?" Aya berusaha tetap tenang, walau kepalanya terasa mau pecah saat ini. "Lo sudah tau siapa gue, kenapa nggak langsung kasih tau apa tujuan lo di Jayatri sekarang."

"Tenang, gue nggak bermaksud untuk mengancam lo dengan fakta barusan. Atau lebih tepatnya belum." Mika terkekeh pelan. "Mulut gue terkunci rapat. Gue nggak akan kasih tau siapa-siapa soal lo yang adalah anak pemilik yayasan. Lagipula kalau gue membocorkan itu, posisi Davin akan menjadi serba salah. Bukan tak mungkin murid Jayatri akan mengorek lebih dalam lantas menemukan fakta Davin dan lo adalah sebuah keluarga. Keluarga yang mengontrol apapun yang berkaitan dengan Jayatri."

"Jadi, apa yang harus gue lakukan sebagai ganti tutup mulut itu?" Ujung bibir Mika tertarik ke atas, senang sebab Aya ternyata cukup pintar membaca situasi. Ia sadar bahwa hal sekrusial itu tak mungkin dirahasiakan secara cuma-cuma, jelas ada hal penting yang Mika inginkan sebagai imbalan. "Gue akan berikan apapun itu, kecuali berkhianat dari Farhan atau jadi informan lo."

Hukuman Murid Ke 38Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang