2. Tempat Baru (Masih)

60 7 83
                                    

𝓣𝓱𝓮 𝓣𝓻𝓾𝓽𝓱 𝓤𝓷𝓽𝓸𝓵𝓭

Sesuai dengan rencana, Sania dan Jean akan pindah ke sharehouse hari ini, hari Minggu. Mereka berdua di antar sama mas Juna, karena tidak mungkin bawa mobil sendiri.

Tadinya, ibun dan ayah mau ikut, tapi dilarang keras sama Jean. Ini perjalanan lumayan jauh, butuh tiga sampai empat jam jika jalan santai. Dan pastinya ini akan santai, karena tidak mungkin Juna membawa kedua orang tuanya ngebut.

Jadinya kedua orang mereka tidak ikut, kasian nanti kecapean. Jika pulang-pergi perjalanan bisa menempuh delapan jam, besoknya ada kerjaan.

Ah, pak Radeon pensiunan polisi dan ibun pensiunan guru. Jadi keduanya banyak menghabiskan waktu berkebun di sore hari, dan berjualan aneka jajanan pasar di pagi hari. Meskipun pak Radeon sempat ada tawaran kerja lagi, tapi beliau menolak. Menghabiskan masa-masa tua, begitu katanya. Karena dulu waktunya tidak ada untuk keluarga karena kesibukan pekerjaan.

"Ternyata lumayan besar juga ya." Kata Juna ketika mereka sudah sampai.

"Iya, luas halamannya." Sahut Jean.

Juna membantu keduanya mengeluarkan koper dari bagasi, total yang dibawa ada tiga koper.

Satu koper punya Sania bersama satu tas tenteng berukuran sedang, dan dua koper punya Jean. Gadis itu banyak printilan, mau jualan gelas ke penghuni share house katanya.

Mereka benar-benar membawa badan saja, semua perkakas masak sudah disediakan mbak Malika, jika tidak mau pakai uang yang sudah ada.

"Mas Juna langsung apa mampir dulu bentar? Tolong ya, pak." Tanya Jean seraya menyerahkan koper mereka pada satpam.

"Langsung aja, takut kemalaman sampe rumah." Sahut Juna. "Oh iya, motornya mungkin sore kata temen, mas."

"Oh, oke. Nomor aku sama udah mas kasih 'kan?"

"Iya, udah."

"Ya udah kalo gitu, hati-hati ya. Jangan ngebut, ada warung stop dulu." Kata Jean "Eha tapi jajan yang Nia beli tadi masih ada, deh."

"Iya, nanti mampir di rest area." Jean mengangguk.

Juna lalu merentangkan kedua tangannya, dan si kembar tersenyum lalu masuk ke pelukan laki-laki itu.

"Baik-baik ya disini. Hati-hati juga, kalo ada apa-apa telpon mas." Kata Juna di sela pelukan mereka bertiga, dan mencium pucuk kepala kedua adiknya.

Mereka hanya terpaut dua tahun, hal seperti ini sudah biasa kalau lagi mood. Kalau mood mode perang, jangan harap.

"Mas juga hati-hati disana, kuat-kuat sama pak Joko." Sahut Sania membuat Juna terkekeh.

"Iya." Kata Juna melepas pelukan mereka. "Masuk gih, panas."

"Iya, Jean sama Sania masuk, ya. Hati-hati." Kata Jean berjalan masuk.

"Kenapa?" Tanya Juna ketika melihat Sania masih berdiri di tempatnya.

Gadis itu menggeleng. Tapi Juna kembali merentangkan tangannya, tanpa banyak bicara Sania kembali menyambut pelukan Juna.

"Hati-hati, ya. Kontrol diri kamu, kita berjauhan, mas ga bisa pantau." Kata Juna pelan. "Ke Jean atau telpon mas kalo kamu udah ga bisa tahan."

"Iya." Sahut Sania singkat.

"Udah masuk sana, istirahat. Bekal dari ibun dihangatkan dulu kalo mau makan." kata Juna.

Sania mengangguk, tanpa membalas lagi dia berjalan kearah pintu masuk. Ada Jean menunggu sambil menatap haru pada dua saudaranya tadi.

𝓣𝓱𝓮 𝓣𝓻𝓾𝓽𝓱 𝓤𝓷𝓽𝓸𝓵𝓭

𝓣𝓱𝓮 𝓣𝓻𝓾𝓽𝓱 𝓤𝓷𝓽𝓸𝓵𝓭  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang