6 : Ayah Dan Perannya Yang Hilang

10 7 0
                                    

Sudah beberapa hari ini Delara tak masuk sekolah, ia tinggal di apartemen miliknya yang dibeli secara diam - diam tanpa sepengetahuan siapa pun, ia enggan untuk tinggal di rumah orang tuanya, karena ia ingin menenangkan diri dan menjauh dari orang - orang untuk sementara, menghindar dari pertanyaan - pertanyaan yang membuatnya muak, mereka terlalu banyak ikut campur di hidupnya.

Tetapi sepertinya Delara kini memutuskan akan masuk sekolah besok, temannya Vania sudah sangat uring - uringan menelepon setiap saat, tak berhenti mengirim pesan, dan selalu mengunjungi apartemen Delara sehabis pulang sekolah untuk menceritakan momen di sekolah di hari itu, sekarang dua orang itu sudah menjadi teman curhat satu sama lain.

Delara mendengar klakson mobil dan ketukan pintu yang keras saat tidur asik di kamar apartemen nya, jam menunjukkan masih berada diangka 03.00 sore ia yakin bahwa itu bukan Vania, teman nya itu akan menemuinya jam 04.00 sehabis ia les piano terlebih dahulu.

Merasa ketukan pintu semakin keras, ia memutuskan untuk bangun dan mengintip dari balik jendela. Sial! sepertinya Delara kenal dengan sosok yang mengetuk pintu apartemennya saat ini. Itu Ayahnya.

Bagaimana bisa Ayahnya mengetahui letak apartemen nya? Ia tidak pernah mengundang orang lain selain Vania, mana mungkin Vania yang membongkarnya , Vania sudah berjanji tidak akan membongkar letak apartemennya kepada siapa pun lagipula Vania tidak kenal dengan Ayahnya atau seluruh keluarga besar nya.

"Saya yakin anda disini, buka pintunya atau saya sendiri yang akan mendobrak!" Ucap Ayahnya dengan tegas.

Delara yang mendengar itu langsung membukakan pintu, ia bisa melihat sosok dan tatapan Ayahnya yang seram seperti biasa, tidak ada lagi tatapan yang teduh khas seorang ayah yang memberikan semangat ketika anak kesayangan nya masih kecil, tatapan yang membuat orang nyaman ketika melihatnya.

Sekarang tatapan itu berubah menjadi dingin dan mengintimidasi lawan bicara seperti ingin memakan orang hidup - hidup. Sejujurnya Delara ingin melihat tatapan teduh itu kembali.

PLAK !

Sebuah tamparan melayang di pipi Delara, baru saja mereka bertemu setelah sekian hari dan Ayahnya sudah melayangkan tamparan yang sangat keras kepadanya.

"Anak tak tahu diuntung, berani - beraninya kau tidak masuk sekolah selama 2 Minggu!" Ucap Ayah dengan nada tinggi.

"Jika bukan karena kakek yang mempertahankan mu untuk tetap dilahirkan, saya tak akan segan - segan menyuruh jalang itu untuk mengugurkan mu, Sialan!" Ucapnya lagi dengan nafas yang tersengal -  sengal karena kemarahan.

"Percuma saja kami membesarkan mu, kau tak tahu rasa terimakasih andai saja kami tidak mengurungkan niat untuk membunuh mu saat kau baru lahir pasti kami tidak akan merasakan anak yang tak tahu di untung sepertimu, kau dengan jalang itu sama - sama wanita rendah!"  Tegas Ayah.

Pergi meninggalkan Delara dengan tangannya yang menegang pipi dan satu tangannya lagi meremas kuat baju yang ia kenakan, menatap punggung Ayah masuk ke mobil dengan mata yang berlinang dan penuh kebencian.

"Mengapa? Aku tidak minta untuk dilahirkan, jadi di saat seperti ini aku yang salah? Aku harus mengatakan maaf untuk mereka yang menjelekkan orang lain? Masih ada tempat untukku mendapatkan keadilan?"

Ayah... Lara merindukan sosokmu yang dahulu, sosok yang selalu mengajarkan untuk tetep rendah hati kepada orang lain, kau selalu menggendong ku dan mendengarkan ceritaku sehabis pulang sekolah, mau mengajariku untuk belajar mengikhlaskan apa yang sudah terjadi.

Tak ada dendam pada dirimu di saat paman berusaha mati - matian untuk menghancurkan bisnis yang telah mau bangun selama ini kau masih bisa tersenyum dan malah memberikan ku motivasi yang membuat ku semangat kembali dan memaafkan paman.

Dulu kau selalu mengapresiasi hal - hal kecil yang ku lakukan saat masih kecil, tak peduli sejauh mana aku berlari mau tetep mendukungku asal melakukan hal yang baik. Sosoknya masih ada namun tidak dengan perannya.

Delara sudah lelah untuk menangis terus - menerus, menangisi hal yang sama sepanjang waktu membuat matanya tak kuat jika harus bengkak dan mengeluarkan air lagi.

"Lara, gue datang buka pintu nya!" Pekik Vania.

Vania selalu membawa keberuntungan ia seperti bintang yang memberikan cahayanya di langit malam, selalu bisa memberikan kehangatan yang membuat orang lain nyaman ketika berada di saat seperti ini.

Ketika Delara kesepian Vania selalu datang di saat ia membutuhkan bantuan, saat di apartemen Delara pun Vania banyak sekali memberikan kata - kata semangat kepada temannya yang sedang sedih itu.






Kedua gadis itu memutuskan untuk membeli cemilan dan menonton drama yang sedang hits baru - baru ini.

"Van, makasih udah ada saat gue butuh bantuan," kata Delara tersenyum tipis.

"Santai aja," balas Vania yang asik memakan cemilan dan menonton TV.

"Oh iya, orang tua Lo gak marah? Karena setiap pulang sekolah Lo ke apart gue terus," tanya Delara.

"Mama gue gak masalah," balas Vania yang tetap memakan cemilan keripik keju berbentuk cincin dan minuman soda.

Saat cuaca dingin di sore menjelang malam ini, sepertinya sudah menjadi cemilan pas untuk memakannya sambil menonton TV. Sungguh nikmat.

"Ayah Lo?" Tanya Delara yang kini menatap Vania serius.

"Ayah gue meninggal pas gue baru lahir, Ra." Balas Vania dengan santai.

"Maaf gue gak tahu Van." Ucap Delara yang menatap Vania.

Karena merasa suasananya yang sedih Vania mengubah alur pembicaraan mereka, Vania mematikan TV lalu menceritakan kejadian langka tentang Angkasa. Sepertinya Angkasa akan menjadi bahan gosip kedua gadis ini.

Vania menceritakan bahwa Angkasa berjalan berdua dengan gadis kelas sebelah dan yang menariknya lagi Angkasa yang mengajak deluan gadis itu untuk berjalan bersamanya saat jam istirahat.

Itu adalah hal yang paling bersejarah di hidup mereka. Delara yang mendengar itu juga kaget, bagaimana bisa? Angkasa yang selama ini cuek, anti cewek, Waketos rese, bisa mengajak gadis kelas sebelah berjalan bersama di jam istirahat apalagi Angkasa yang mengajaknya, yang benar saja? Apa Vania bercanda? Sepertinya terlalu sulit untuk tidak percaya sekarang.

Sebab teman kelasnya itu membagikan hasil jepretan mereka ke grup kelas, Delara yang melihat jepretan itu sontak ketawa lepas, Delara melihat sosok Angkasa yang canggung dan kaku saat berjalan bersama gadis kelas sebelah itu. Sungguh kasian gadis itu bertemu dengan Angkasa yang kaku.

DREAMGAZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang