BAB 43

168 24 34
                                    

Karena tekadnya untuk menggugurkan kandungannya sangat kuat, Yoona berusaha mati-matian untuk segera sembuh. Bukan hanya kesembuhan fisik, kesehatan mentalnya pun mendapatkan perhatian penuh. Sejak minggu lalu, Yoona sudah rutin mengikuti bimbingan konseling dari seorang psikiater yang sangat berpengalaman dalam menangani korban perkosaan.

Perkembangan fisik dan mental Yoona cukup pesat dan sangat menjanjikan. Namun batin Taehyung malah semakin tertekan. Ia merasa sedih karena satu-satunya yang mendorong Yoona untuk sembuh adalah keinginan isterinya itu untuk melakukan aborsi.

"Taehyung, boleh Jangin bicara denganmu?" Ayah Yoona menghampiri Taehyung yang sedang menunggui Yoona di depan ruang praktek psikiater rumah sakit.

Taehyung mengangguk. Bukan hanya dirinya seorang yang menderita, ayah mertuanya juga. Lelaki yang selama ini dikenal sebagai seorang profesor terhormat itu seolah kehilangan cahaya hidup sejak insiden terkutuk menimpa puteri bungsunya. Punggungnya yang semula tegak kini melengkung bungkuk. Wajahnya yang dulu segar tak lagi menunjukkan rona cerah apapun. Bahkan kedua pipinya yang dulu cukup berisi kini seolah tak berdaging lagi.

"Apa rencanamu setelah ini? Dr. Shin bilang, jika progres Yoona terus menanjak, dia sudah boleh pulang dalam 2-3 hari ini."

Taehyung tak merasa ragu. "Saya akan membawa Yoona pindah ke Daegu. Di sana, perawatan psikologi untuk Yoona akan terus berjalan. Saya sudah berdiskusi dengan dr. Park. Dia bersedia datang ke Daegu setiap minggu untuk memberikan konseling kejiwaan pada Yoona sampai mentalnya benar-benar sembuh. Dari segi fisik, Yoona sudah pulih sejak dua minggu lalu. Jadi seharusnya tidak ada masalah lagi."

Profesor Lim mengangguk-angguk. Setelah terdiam beberapa detik, ia menoleh menantunya, "lalu bagaimana dengan bayi yang ada di dalam perut Yoona? Dia bersemangat untuk sembuh karena dia ingin melakukan aborsi. Sedangkan kita berdua tahu, dokter rumah sakit sudah menolak keinginan Yoona itu."

Taehyung melipat kedua lengannya dan bersender pada dinding di belakangnya. "Mencari dokter kompeten yang mau melakukan operasi aborsi bukanlah hal yang sulit. Bahkan jika mau, saya bisa mendapatkannya sekarang juga. Tapi....," ia melirik ayah mertuanya, "saya tidak mau Yoona menggugurkan kandungannya. Saya yakin sekali, anak yang dia kandung adalah anak saya. Bagaimana mungkin saya sanggup membunuh darah daging saya sendiri?"

"Jangin mengerti, Tae. Tapi itu adalah keinginan Yoona."

Taehyung mengangguk. "Saya tidak punya pilihan apa-apa. Saya akan ikuti kemauan Yoona." Ia memandang langit-langit rumah sakit. "Saya hanya ingin Yoona sembuh....."

Ayah Yoona menarik dan menghela nafas beberapa kali. "Taehyung, Jangin ingin mengusulkan sesuatu padamu."

Taehyung kembali menoleh. "Usul apa, Jangin?" Apapun akan ia turuti asalkan demi kesembuhan dan kebahagiaan Yoona.

"Jangin berbicara seperti ini bukan sebagai ayah mertuamu, melainkan sebagai seorang lelaki yang sangat bersimpati padamu."

"Katakan saja apa yang Jangin ingin katakan. Jangin tak perlu segan-segan pada saya."

"Sejauh ini, progres yang Yoona tunjukkan memang cukup bagus. Tapi setelah operasi aborsi dilakukan, mungkin Yoona tidak akan menjadi seperti dulu lagi."

"Apa maksud Jangin?" Taehyung menegakkan duduknya mendengar kata-kata ayah mertuanya.

"Seorang wanita yang mengalami apa yang Yoona alami tidak mungkin bisa melupakan tragedi yang telah menimpanya. Dan aborsi hanya akan memperparah luka batin Yoona." Profesor Lim memejamkan matanya selama beberapa saat. "Naluri keibuannya akan berontak cepat atau lambat. Dia akan dihimpit dan dikejar-kejar oleh perasaan berdosa. Mungkin nanti, mental Yoona justru akan mengalami kemunduran. Kita memang belum tahu apa yang akan terjadi, tapi ada kemungkinan kejiwaan Yoona akan kembali lagi seperti saat dia pertama kali dibawa ke rumah sakit."

WHEN LILAC IS FALLING [VYOON FANFIC]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang