“Terkadang manusia hanya tau apa yang kita lakukan. Bukan yang kita alami.”
-Kenan
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak 15 menit yang lalu. Sekarang, Vanya sedang menunggu seseorang di dekat ruang guru. Tempat yang menurut Vanya sangat jarang siswa-siswi berkeliaran di sana, karena di sini terdapat ruang kepala sekolah serta beberapa tempat yang sangat penting dan juga rahasia. Vanya tidak tahu kenapa Kenan menyuruhnya menunggu di sini, terlebih lagi guru-guru sudah pada pulang. Jadi tempat itu terlihat menakutkan menurut Vanya sekarang.
“Hai!” Vanya yang sedang bermain Handphone itu mendongak ke atas, melihat orang yang menyapanya.
“Ayo kita ke parkiran.” Ajak Kenan.
Lalu mereka berdua menuju ke arah parkiran. Tetapi Vanya menjadi bingung oleh Kenan saat dia menuju parkiran khusus petinggi sekolah.
“Loh? Kita kok ke arah sini?” Tanya Vanya bingung.
Kenan tersenyum dan berkata “Mobil gue di situ Van.”
“Hah? Maksudnya? Kok bisa?” tanya Vanya masih bingung.
“Nanti gue jelasin. Sekarang ayo kita ke mobil.” Ajak Kenan yang tiba-tiba menggandeng tangan Vanya untuk mengajaknya menuju mobilnya.
Vanya yang kaget karena tangannya tiba-tiba digandeng oleh Kenan itupun hanya diam mengikuti Kenan yang membawanya ke arah mobilnya.
Setelah beberapa menit kemudian, sampailah mereka pada tempat yang mereka tuju.
“Cafe Walas” Tulisan yang ada tepat di depan Cafe.
Setelah memarkirkan mobilnya, Kenan menoleh ke arah tempat duduk penumpang disampingnya. Cewek yang sedari tadi hanya duduk diam tanpa berbicara.
“Van, ayok.” Ajak Kenan kepada Vanya.
Vanya menoleh dan mengiyakan ajakan Kenan. Lalu mereka berdua turun ke Cafe itu. Kenan berjalan terlebih dahulu di depan Vanya, sedangkan Vanya hanya mengikutinya dari belakang seperti anak ayam mengikuti induknya.
Setelah menentukan tempat duduk, mereka memesan makanan. Mereka duduk di di lantai tiga dekat kaca, sehingga Vanya kini dapat melihat pemandangan mobil berlalu lalang dari atas sini.
“Saya milkshake strawberry sama banana cake mba.”
“Lo mau pesan apa?” tanya Kenan.
“Cappucino ice sama cheese cake.” Jawab Vanya.
“Oke mas dan mba-nya, silahkan tunggu sebentar ya.”
“Baik mba terimakasih ya.” Ucap Kenan.
Lalu, Kenan kini melihat Vanya dan bertanya “Lo mau ngomongin tentang apa?”
“Ehem, gue mau curhat lebih tepatnya sih, hehe.” Jawab Vanya.
“Yaudah ngga papa. Boleh gue tebak?”
“Of course.”
“Ortu lo?” jawab Kenan sedikit ragu.
Vanya tersenyum lalu mengangguk sebagai jawabannya.
“Oke, gue mau cerita. Seperti yang lo saranin waktu itu, gue sebenernya belum sempet buat ngobrol sama ortu gue, tapi gue udah ngobrolin tentang ini sama kakak gue. Dan, gue sedikit dapet petunjuk.”
“Petunjuk apa?” tanya Kenan.
“Kakak gue bilang kalau semasa kecil, sewaktu gue umur 9 tahun, dan saat kakak gue lagi pulang karena liburan sekolah, dia ngga sengaja dengar pembicaraan Mama dan Papa kalau Papa bilang ‘kita tidak boleh dekat dengan dia. Kita harus melindunginya’ dan menurut dia, itu ditujukannya buat gue.”
“Kalo menurut gue, Ortu lo punya sesuatu yang disembunyikan dari lo dan anak-anknya yang lain. Terlepas juga atas perlakuan mereka ke lo kan?” ujar Kenan.
“Terus menurut lo, gue harus gimana ya?” tanya Vanya dengan raut muka yang bingung dan terlihat frustasi.
“Yang kerja di rumah lo ada yang dari semasa lo belum lahir dan sampai sekarang masih kerja gitu, ada ngga?” tanya Kenan.
“Ada.”
“Nah, coba tanya dulu sama dia. Siapa tau lo dapet sesuatu dari sana.” Saran Kenan.
“Ah iya bener juga. Nanti gue coba tanya sama bi Ratmi deh.” Ucap Vanya.
“Kalau memang ngga ada bukti lagi, mungkin lo bisa cari tau dulu masalalu dan latar belakang ortu lo. Biasanya, kalau bokap gue tugas, dia selalu cari tahu dulu apa yang berhubungan sama kasusnya dari yang keterikatannya jauh sampai yang keterikatannya dekat.” Ujar Kenan.
“Papa lo polisi atau?” tanya Vanya.
“Iya. Papa gue polisi. Dia jarang banget di rumah. Makanya gue di suruh pindah ke Jakarta sama Mama gue, Cuma karna Papa jarang di rumah. Jadi Mama ngerasa kesepian. Lalu gue akhirnya dipindahin ke sekolah lain, walaupun ini nanggung banget karna gue juga udah kelas 12, haha.” Ucap kenan diakhiri dengan tawa ringannya.
“Bener tebakan gue berarti.” Ucap Vanya.
“About?” tanya Kenan.
“Lo anak pindahan. Karna lo mukanya asing gitu menurut gue.” Ucap Vanya.
“OH IYA.” Seru Vanya.
“Apa yang mau lo jelasin sewaktu kita mau ke arah mobil tadi?” tanya Vanya.
Kenan yang mendengar pertanyaan itu langsung menggaruk kepalanya tidak gatal.
“Ehm, sebenernya sekolah itu punya keluarga gue.” Jawab Kenan.
Vanya sedikit kaget, tapi dengan cepat dia ubah lagi mimik wajahnya.
“Gue sedikit kaget sih. Karna lo anak pindahan, apalagi anak dari pemilik sekolah. Tapi, lo sama sekali ngga sama kaya anak orang kaya pada umumnya kei.” Ucap Vanya sambil menatap ke arah Kenan heran.
Memang Kenan tidak seperti anak-anak lain yang terlalu menonjol dalam hal apapun. Kenan. Dia itu sederhana, bahkan sikapnya ramah walaupun terkadang dia sering dianggap cuek. Pada kenyataannya, dia selalu bergaya sederhana dan memiliki sikap yang ramah.
“Terkadang, kesederhanaan kitalah yang membuat kita menonjol Van.” Ucap Kenan.
“Gue ngga mau orang-orang tau tentang gue. Terkadang manusia hanya tau apa yang kita lakuin. Bukan yang kita alami Van.” Ucap Kenan.
Vanya tersenyum menanggapi.
“Makasih ya Kei.” Ucap Vanya sambil tersenyum.
“Untuk?” tanya Kenan dengan wajah yang bingung.
“Lo udah ngajarin gue untuk jadi pribadi yang rendah hati secara tidak langsung. Dan udah dengerin nasehat-nasehat gue yang terkadang random juga, haha. Lo nolongin gue pingsan, lo u-“ perkataan Vanya terhenti karena ada jari telunjuk Kenan yang berada diatas bibirnya.
“Sttt. Kebaikan seseorang itu jangan lo hitung pakai jari Van. Anggap aja yang udah nolongin itu adalah orang-orang yang memang dipilih Tuhan untuk bantu kita.” Ucap Kenan dengan tangan yang masih ada di atas bibir Vanya.
Vanya hanya diam kaget dengan perlakuan Kenan kepadanya. Bukan hanya itu, jantungnya juga berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.
“kayanya nanti pulang dari sini, gue mau ketemu sama kak Ravan deh.” Ucap Vanya dalam hati sambil memegang dadanya.
Kenan yang melihat itu langsung menjauhkan jarinya dari mulut Vanya dan menatap Vanya panik.
“Lo kenapa Van? Dadanya sakit?” tanya Kenan panik.
“Engga tau juga ini. Tadi sewaktu sebelum lo taruh jari lo di bibir gue, gue biasa aja. Lalu, setelah , lo taruh jari lo di bibir gue, ntah kenapa jantung gue berdetak lebih kencang.” Ucap Vanya dengan polos.
Kenan yang mendengar penuturan Vanya tersenyum dalam diam.
“Aih, polos banget sih lo Van.” Ucap Kenan dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamais Vu [ON GOING]
Roman pour AdolescentsCerita yang mengisahkan tentang seorang gadis yang bernama Vanya. Dia berasal dari keluarga yang berkecukupan. Mamanya adalah seorang pebisnis kuliner yang memiliki beberapa cabang yang tersebar di seluruh Nusantara. Sedangkan papanya, adalah seoran...