11. Berpisah?

790 141 46
                                    

Setelah diizinkan keluar dari sel tahan, kini Rigel beserta Barry dan Raka langsung melangkahkan tungkainya menuju ruang tunggu yang mana sang polisi mengarahkan mereka untuk kesana. Sepanjang perjalanan menuju ruang tunggu jujur saja jantung Rigel berdegub kencang dengan perasaan yang campur aduk.

"Rigel," tubuh Rigel menegang seketika saat mendengar suara dingin nan datar yang terdengar begitu tegas menyapa telinganya. Suara itu terdengar begitu familiar baginya.

"Anying habis nih kita, Gibran Nataprawira cok," bisik Raka pada Barry saat melihat sosok yang tengah menunggu di ruang tunggu.

"Bukan cuma pak Gibran aja, itu anak sulungnya juga ngikut, banyak banyak berdo'a deh kita," sahut Barry tak kalah berbisik.

Yah, seseorang yang memanggil namanya tadi tak lain dan tak bukan adalah Gibran Nataprawira, ayah dari Rigel Arsenio Nataprawira.

"A-Ayah.. mas Aka," dapat Rigel lihat sang ayah mulai beranjak dari duduknya begitu juga dengan sang kakak sulung.

"Rigel, kamu pulang!" titah sang ayah masih dengan nada bicaranya yang terdengar dingin dan datar, Rigel bahkan tak berani mengangkat kepalanya hanya untuk sekedar menatap sang ayah maupun sang kakak yang kini tengah menatapnya tajam.

"Kalian berdua pulang. Dan mulai sekarang kalian berdua ataupun yang lainnya jangan temui anak saya lagi," ucap Gibran pada Raka dan Barry yang tertunduk takut, namun hal itu malah membuat Rigel memberanikan diri menatap sang ayah.

"Maksud ayah? Yah temen-temen Rigel tuh ga salah–"

"Mau salah ataupun engga tetep aja salah, menang jadi arang kalah jadi abu. Itu hukuman untuk kamu Rigel, mulai sekarang ayah ga akan biarin kamu ketemu lagi sama temen-temen kamu ini!"

"Yah–"

"Pulang Rigel!"

Setelah itu tubuh Rigel pun di tarik dengan perlahan oleh sang kakak sulung.

"Mas lepasin–"

"Mas ga akan lepasin kamu lagi Rigel, sekarang kita tunggu ayah di mobil. Jangan berani kabur lagi atau kamu akan tau akibatnya," sela Alaska cepat dengan nada bicaranya yang tak kalah dingin dan datar.

"Tapi mas– iya mas iya Rigel nurut tapi jangan bawa Rigel kaya anak kucing juga!" omel Rigel yang mencoba lepas diri dari sang kakak.

"Yah kedua temen Rigel ga salah, tolong jangan salahin mereka!" seru Rigel sebelum dirinya benar-benar pergi di bawa oleh Alaska.

"Saya tau kalian berdua adalah teman yang baik untuk Rigel. Tapi untuk sekarang jangan temui Rigel lagi, beri dia waktu untuk menerima hukumannya," ucap Gibran pada Barry dan Raka yang masih berdiri kaku.

"I-Iya om– eh pak.. kita ga akan temuin Rigel lagi, apalagi sampai bantu Rigel kabur," sahut Barry memberanikan diri.

"That's good, itu yang saya harapkan. Semoga kalian berdua mengerti."

Setelah mengucapkan hal itu Gibran pun berlalu begitu saja. Dan sepeninggalan Gibran baru lah Barry juga Raka dapat bernapas lega.

"Anying, lo tau gue tahan napas dari tadi! Takut banget lochhhhhhhh," seru Raka heboh.

"Lo kira gue engga?! Semenit lagi kalau om Gibran masih belum pergi kayanya gue udah pipis di celana deh," sahut Barry.

"Lo liat ga tatapannya? Beuh ngeri ngeri sedep!"

"Boro-boro gue liat matanya, gue ngangkat kepala aja ga sanggup anjir. Kayanya abis ini gue harus di kretek deh soalnya leher gue sakit banget!"

"Huhf.. kok si Rigel betah ya? Mana tuh bocah ga ada takut-takutnya lagi!"

•What If Orion & Rigel Live Together•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang