"Kei, lo nggak boleh makan pedes pedes, nanti lambung lo berkerut, mau?"
"Aku lagi pingin makan pedes, Vin. Lagipula jarang aku makan pedes, lambung aku nggak akan berkerut."
"Tumbenan, padahal lo paling nggak bisa makan pedes." Gavin menghela nafas lelah. Sebenarnya ia tahu, jika makanan pedas itu bawaan dari bayi dikandungan tersebut. Namun, ia sedikit was-was pasalnya ia tahu jika Keisya akan sakit perut jika memakan makanan yang pedas. Apalagi wanita itu memesan bakso level tertinggi.
Gavin sudah siapkan minuman manis yang dingin, dan beberapa permen serta coklat yang berguna untuk mengurangi rasa pedas jika Keisya membutuhkannya.
Kantin sekolah ini rame, jadi demi kenyamanan Keisya, Gavin membawa perempuan itu dimeja pojok yang jarang terjamah siswa. Lagipun, biar mereka tidak jadi pusat perhatian.
Keisya melahap bakso itu, ikut juga menyicipi rasa pedas pada kuahnya. Keringatnya mulai timbul, pedasnya bakso ini memang tidak main-main. Baru sesuap saja rasanya sudah seperti melahap sepuluh cabe.
"Pedes, mau minum?" Gavin sedikit meringis melihat kegigihan perempuan itu melahap baksonya. Ia meneguk ludah, tak kebayang rasa pedas yang Keisya rasakan.
Keisya merampas jus mangga didekat Gavin, lalu meminumnya hingga tinggal setengah. "Haaa, pedes banget, Gavin!"
"Tuh, kan. Siapa suruh makan pedes. Nih minum lagi."
Gavin khawatir, ia takut makanan pedas akan berpengaruh pada kandungan Keisya. "Mau isep permen?" Tanyanya sambil menyerahkan permen yang sudah dibuka bungkusnya. Keisya mengambil permen itu, dan langsung menghisapnya dalam mulut.
"Gue nggak mau lo makan ini lagi, gue pesen bakso baru yang nggak pedes." Ucap Gavin tegas, seolah ucapannya tak ingin dibantah.
"Nggak usah, Gavin. Aku mau makan bakso itu sampai habis."
"Emang tahan pedes? Kalau lo diare gimana?" Gavin sepertinya serius kali ini. "Lo nggak baik makan pedes, Kei. Terutama saat kondisi lo sekarang. Gue memperingati lo, jarang-jarang kan gue beri peringatan?" Gavin mengambil bakso pedas itu, lalu mengantarkannya untuk mengganti bakso biasa yang tidak pedas.
"Makan bakso ini sampai kenyang, kalau perlu lo nambah." Kata Gavin seraya meletakkan sepiring bakso kuah biasa di depan Keisya.
Keisya menatap bakso itu tanpa minat, hal itu disadari oleh Gavin. "Lo nggak selera bakso?"
Keisya menggeleng, "nggak, sejak kamu ganti baksonya."
Perempuan itu merengut kesal. Wajahnya sangat lucu di mata laki-laki didepannya. Gavin terkekeh, lalu mencubit pipi Keisya yang tembem dengan singkat. Membuat sang empunya terkejut, dan berdebar-debar di jantung. Keisya memalingkan mukanya yang merah semu.
"Jadi lo mau pesan apa sekarang? Apapun asal jangan bakso pedas itu lagi."
"Kamu yakin?" Tanya Keisya memastikan. Pasalnya ada satu makanan yang terlintas dipikirannya, namun ia ragu untuk meminta.
"Hmm," Gavin pasrah jika makanan itu makanan yang aneh, seperti permintaan Keisya yang sebelum-sebelumnya. Asalkan makanan itu aman untuk ibu hamil, Gavin tidak akan keberatan.
Keisya tersenyum riang, "aku mau kentang balado rasa jagung."
*
*
*Seharian penuh perasaan Damian selalu gelisah. Ia tak menyangka, berawal dari melihat kedekatan Keisya dan Gavin, bisa membuatnya meremang seolah ada sesuatu miliknya yang hendak direbut.
Jika kalian tanya, apakah Damian jadi ke psikiater? Jawabannya adalah tidak. Karena mendadak Daniel harus berangkat ke perusahaannya untuk menyambut klien yang datang dari luar negeri. Papanya yang ambisi dalam perkejaan tidak mungkin meninggalkan itu.
Cowok itu mengambil gitar miliknya yang tergantung di dinding kamar. Dia hanya memakai kaos putih dan celana santai, karena Damian berniat tidak keluar kamar satu hari ini.
Tok ... Tok ... Tok
Suara ketukan itu membuat Damian menghentikan petikan senarnya. "Boleh mama masuk?" Tanya Ayunda dari luar. Wajah Damian berubah datar. Sejujurnya ia malas untuk berpura-pura sekarang. Kedatangan Ayunda membuat moodnya buruk
"Boleh." Jawabnya singkat.
Ayunda pun masuk, lalu tersenyum hangat sembari membawa naskas berisi piring makan siang, air minum, dan obat untuk mental Damian.
Damian menatap Ayunda tanpa minat. "Kamu belum makan, kan? Makanya mama datangkan makanannya kesini." Ayunda duduk disamping Damian. Wanita dewasa itu tersenyum hangat.
"Damian nggak lapar, mah." Jawab Damian ogah-ogahan. Ia harus tetap akting, dan pura-pura melupakan kebenciannya terhadap Ayunda.
"Alasan kamu itu. Kamu harus banyak makan, biar tetap sehat. Kata papa, makan kamu nggak beraturan."
Damian berdecih dalam hati. Ia tahu jika Ayunda pura-pura baik, agar terlihat sebagai ibu yang baik dimata Daniel. Jika saja bukan karena misinya, yang ingin menghancurkan hati Ayunda melalui Keisya, Damian mungkin bisa saja memukul wajah Ayunda bahkan membuatnya babak belur.
"Oke, mah." Damian mengambil sepiring makanan, "Damian makan ini sampai habis." Ujarnya seraya tersenyum palsu.
Sebenarnya perut Damian belum diisi sedari tadi, makanya ia juga kelaparan sekarang. Damian pun melahap makanan itu didepan Ayunda. Dan sialnya, rasa makanannya sangat enak. Mirip seperti masakan bunda Damian.
Ayunda tersenyum memperhatikan lahapnya Damian memakan masakan buatannya. Ia sudah duga, Damian tidak akan mungkin menolak masakan yang rasanya seperti masakan mendiang bundanya. Tidak sia-sia Ayunda belajar resep milik Dewi beberapa hari ini.
Uhuk
Damian tersedak, hal itu membuat Ayunda langsung cepat memberi minum untuk anak sambungnya. "Makan pelan-pelan, Damian."
Air putih digelas itu diteguk hingga tinggal setengah gelas. Damian menetralkan nafasnya, lalu kembali menyendok makanannya dan mengunyahnya dengan pelan.
"Sekarang kamu minum obat kamu. Papa kamu bisa marah kalau nggak diminum." Ujar Ayunda.
Dengan terpaksa, Damian meneguk beberapa jenis obat yang umumnya digunakan untuk mengobati kondisi bipolar termasuk penstabil suasana hati, antipsikotik, dan antidepresan.
"Damian itu keras, tapi aku yakin kamu bisa menjadi ibu yang baik untuk dia."
Pesan mendiang Dewi kembali teringat. Ayunda tersenyum getir. Nyatanya ia belum pantas, ia terlalu asing bagi Damian. Selama ini ia tahu, jika Damian belum menerima dirinya sebagai ibu. Ayunda tahu, jika selama ini, dan sekarang pun Damian sedang berakting. Namun, Ayunda akan tetap berusaha. Ia akan melakukan sebisanya agar Damian bisa merasakan kasih sayang seorang ibu dari dirinya. Pelan-pelan, Ayunda hanya perlu bersabar.
*
*
*Sumpah, aku lagi malas update akhir-akhir ini😄 oh iya, selamat menjalankan ibadah puasa semua!
Disarankan baca cerita ini pas buka puasa aja ya😀
Follow media sosial aku, yang mau mutualan langsung komen aja ya.
Tiktok : @Langitnyaibu
Instagram : @Wardahahsania ➡️Akun pribadi
Instagram : @Wattpad_candala ➡️ untuk wattpadRamekan video promosi Damian di tiktok ya! Rekomendasikan cerita ini keteman kalian. See you semuanya😘
![](https://img.wattpad.com/cover/358897780-288-k48727.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMIAN [REVISI]
Teen Fiction⚠️ CERITA INI MENGANDUNG KEKERASAN SEKSUAL, MENTALHEALTH, SELFHARM, CACIAN DAN KATA-KATA KASAR. TOLONG BIJAK DALAM MEMBACA! Sudah end, belum direvisi! Awalnya kehidupan Keisya Amanda hanyalah kehidupan remaja pada umumnya. Ia gadis yang ceria, dan s...