PART 6

281 14 1
                                    

Khansa menghela napasnya, kaki jenjangnya berjalan memasuki rumah orang tuanya. Tangannya mengetuk pintu kamar sang ibu, iya, Khansa sengaja sepulang sekolah langsung ke rumah ibunya. Khansa berniat untuk membawa motor, tak hanya itu dia ingin bertemu dengan ibunya.

"Bun, ini Khansa." Suara lembut Khansa berhasil membuat Nara menghapus air matanya. Nara buru-buru bangkit dari duduknya dan membuka pintu kamarnya. Nara langsung memeluk putrinya, Nara tak mampu untuk menyembunyikan rasa sedihnya.

"Maafin Bunda," suara Nara terdengar begitu lirih. Khansa menggelengkan kepalanya, apa yang dimaafkan? Ibunya tak salah apa pun.

"Khansa tahu gimana rasanya Bun, jadi Bunda sabar, ya? Maafin Khansa juga yang gak bisa selalu ada di sisi Bunda." ucap Khansa.

Gadis cantik itu meneteskan air matanya, Nara menghapus air mata putrinya dengan lembut."Bunda sayang banget sama Khansa, selalu bahagia Nak. Pintu rumah Bunda selalu terbuka buat Khansa, datang kapan pun Khansa mau. Bunda tahu akan keinginan Kaiser yang tidak bisa dibantah." ucap Nara.

Nara membawa Khansa untuk duduk, kini kedua perempuan berbeda generasi itu duduk di ruang keluarga di kursi panjang yang bisa mereka tempati. Biasanya jika seperti ini, pasti ada ayahnya yang tengah duduk di single sofa.

"Udah kasih tahu, Kaiser?" tanya Nara.

Khansa tersenyum tipis tak lama dia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, padahal nyatanya tidak. Kaiser terlebih dulu pulang bersama Aruna tadi, Khansa harus buru-buru pulang ke rumah orang tuanya dia sudah tidak sabar ingin melihat ibunya. Bagaimana kondisi ibunya sekarang? Walaupun jawabannya, sama. Ibunya masih terlihat tidak baik-baik saja.

Lagipula, bukankah Khansa tidak terlalu penting dalam kehidupan Kaiser? Jadi, Khansa harus biasa saja. Karena Khansa yakin, Kaiser tidak akan mencarinya.

"Mau makan dulu?" tanya Nara.

"Mau bekal aja, Bun." jawab Khansa, tapi di sisi lain Khansa pun sebenarnya takut jika Kaiser mengamuk karena tidak mengabarinya dan menunggu di halte.

Nara langsung bangkit dari duduknya dia akan membungkus makanan kesukaan putrinya."Tunggu sebentar, Bunda siapkan." ujar Nara membuat Khansa menganggukkan kepalanya.

Nara langsung membawa telepon ibunya yang berada tak jauh di dekatnya, Khansa langsung mencari nomor ponsel Kaiser, tak lama sambungan pun tersambung.

"Kai, ini aku Khansa."

"Hm."

"Kamu jangan jemput aku di halte, ya? Soalnya aku lagi di rumah Bunda buat bawa motor langsung pulang aja gak pap---"

Belum sempat Khansa menyelesaikan pembicaraannya Kaiser sudah mematikan secara sepihak, di jalan sana Kaiser berdecak kesal mendengar penuturan Khansa. Kaiser kesal, karena gadis itu pergi seenaknya. Tapi untuk apa dia perduli, Kaiser mengangkat bahunya acuh dia memutar kembali mobilnya untuk pergi memutar tujuannya dari halte menuju rumah.

"Ini, Nak." ucap Nara sambil memberikan tote bag warna biru muda ke arah Khansa.

"Makasih, Bunda. Kalau gitu Khansa pulang dulu, ya? Soalnya udah mendung. Takut hujan." ujar Khansa.

Nara mengangguk mengerti.

"Ini kunci motornya, hati-hati sayang." ucap Nara.

•••

Khansa mengendarai motornya dengan cepat, Khansa sengaja membawa motornya dari rumah orang tuanya. Khansa tidak ingin merepotkan Kaiser bolak-balik menuju halte. Khansa tersenyum tipis, sudah lama sekali rasanya dia tidak mengunakan motor ini. Seru sekali!

K A I S E R || Nightmare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang