PART 8

205 13 12
                                    

"Bisa-bisanya lo terima perjodohan itu, Sa." ucap Belva menatap kecewa ke arah Khansa. Sedangkan Aruna gadis itu tak henti-hentinya menangis. Jam pembelajaran tengah kosong, guru-guru sedang briefing untuk masalah perlombaan Minggu depan. Dan, taman belakang adalah tempat yang cocok untuk membahasa permasalahan.

"Lo bisa nolak, Sa!" ucap Aruna kesal.

Khansa menundukkan kepalanya."Maaf, t--tapi aku gak bisa." lirih Launava.

Aruna menggelengkan kepalanya."Sa, lo tahu kalau Kaiser itu pacar gue! Lo gak bisa membayangkan muka gue saat lo menerima perjodohan sialan itu?!" tanya Aruna bangkit dari duduknya.

Khansa meneteskan air matanya, lalu menghapusnya."Aku gak punya piliha---"

"Lo bisa nolak, Sa. Zaman sekarang gak ada yang namanya perjodohan, basi!" potong Belva.

"Lo gak mikirin perasaan gue, Khansa. Lo egois!" balas Aruna.

Khansa menundukkan kepalanya, dia tahu dia salah. Tetapi apa kedua sahabatnya tidak mengerti akan posisinya? Ya, kedua sahabatnya memang tidak mengerti akan posisinya. Belva, sahabat yang paling lama pun tidak mau mengerti akan perasaannya.

"Gue nyesel sahabatan sama lo," ucap Aruna.

Belva menatap datar Khansa."Gue juga, mulai sekarang kita gak usah sahabatan lagi Sa. Gue terlanjur jijik sama muka lo yang sok polos itu." ucap Belva.

"Bel, Ru--"

"Ayo, Bel. Kita pergi."

Khansa hanya mampu menatap kepergian sahabatnya, kenapa tidak ada yang mau mengerti posisinya? Khansa juga tidak mau terjebak di posisi seperti ini, dan membuatnya bingung. Khansa tak tahu harus berbuat seperti apa lagi, Kaiser pun tidak mengharapkan pernikahan ini. Apa perceraian memang jadi jalan yang terbaik? Tapi bagaimana dengan ibunya? Kedua orang tua Kaiser?

"Ngapain lo di sini?" sentak Kaiser membuat Khansa langsung menoleh menatap Kaiser.

Kaiser menatapnya dengan tajam, Kaiser berdecih sinis saat melihat air mata Khansa. Tadi Kaiser mencari-cari Khansa, bukan karena apa tapi karena dia ingin memberikan pelajaran pada gadis itu. Kaiser kesal, karena hubungannya dengan Aruna jadi adu mulut tadi. Kaiser tidak mau cintanya sakit hati karena pernikahan yang tidak ia harapkan sama sekali.

"Gue benci sama lo, Khansa. Bener kata Aruna kenapa lo gak nolak pernikahan itu?" tanya Kaiser.

Khansa menatap mata Kaiser."Lalu, aku gimana? Terus kenapa kamu juga tidak bicara waktu itu?" tanya Khansa, Khansa lelah harus seperti ini. Khansa lelah harus disalahkan secara sepihak seperti ini.

Kaiser terkekeh sinis, raut wajahnya kembali datar. Telunjuk itu menonyor kepala Khansa berulang kali."Karena lo suka 'kan sama gue? Karena lo cinta sama gue? Jadi memanfaatkan bokap lo yang lagi sekarat itu?" tanya Kaiser lalu mendorong bahu Khansa sampai Khansa membentur tembok yang ada di belakangnya.

Khansa meringis.

"Aku gak tahu apa-apa tentang masalah perjodohan ini, kalau aku bisa nolak saat itu, aku bisa akan lakukan Kai. Tapi aku gak bisa."

"Karena lo cinta sama gue? Lo suka gue sejak lama 'kan?" tanya Kaiser.

Khansa menunduk, Kaiser tertawa remeh."Sampai kapan pun, gue gak akan pernah jatuh cinta sama lo Khansa. Bahkan untuk sekedar lihat wajah lo, gue jijik. Lo udah menghancurkan mimpi yang udah gue tata bareng Aruna." ucap Kaiser.

"Ya, aku memang cinta sama kamu Kai." Balasan dari Khansa membuat Kaiser termenung sesaat, saat Kaiser mendengar kata itu keluar dari mulut Khansa."Tapi, aku gak pernah memanfaatkan kondisi siapa pun untuk pernikahan ini, aku gak tahu apa-apa tentang perjodohan ini." ucap Khansa.

K A I S E R || Nightmare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang