PART 7

239 18 5
                                    

Pagi terlihat sangat cerah, mentari begitu menyorot dengan indah. Daun basah pun terlihat mulai mengering, udara segar di pagi hari benar-benar membuat Khansa nyaman. Seragam sekolah sudah melekat di tubuh mungil itu. Nasi goreng spesial yang sudah ia masal tadi pun sudah siap di atas meja makan, Khansa menyiapkan seperti biasa. Kali ini Khansa berharap kalau Kaiser memakannya. Setidaknya satu suap saja.

Kaiser menuruni anak tangga, membuat Khansa pun menoleh tersenyum cerah menatap Kaiser. Kaiser menatap Khansa malas.

"Gak usah senyum, senyuman lo bikin mood gue jelek tahu gak?" ucap Kaiser.

Khansa sama sekali tidak melunturkan senyum itu, sifat dan sikap Kaiser itu selalu berubah-ubah dan Khansa sadar betul akan itu. Contohnya kemarin malam, Kaiser terlihat perduli padanya bahkan sikapnya tiba-tiba menghangat. Khansa pun tidak tahu akan hal itu, tapi satu hal yang pasti semua itu sangat membuat hati Khansa menghangat. Jauh dari ribuan kali Khansa berniat melupakan perasaanya, perasaannya itu tetap jatuh pada Kaiser.

Suaminya.

"Aku bikin nas--"

"Gak perlu, Arun udah masak buat gue."

Kali ini senyum Khansa sedikit memudar, jauh dari lubuk hatinya. Hatinya hancur saat Kaiser mengatakan hal itu.

"C-cobain satu suap boleh?" tanya Khansa hati-hati.

"Gue gak suka dipaksa, gue gak minat. Kalau pun lo bikin buat ucapan terima kasih lo buat gue, gue rasa lo melakukan hal yang sia-sia. Karena gue gak suka balas budi dari cewek kaya lo. Sial!" ucap Kaiser.

Hati Khansa berdenyut, awalnya, Khansa pikir tadi malam adalah awal dari perubahan Kaiser namun nyatanya? Khansa salah. Dugaannya meleset jauh dari apa yang ia kira.

"Gue harap lo gak lupa, kalau lo yang udah bikin mimpi-mimpi gue hancur. Semua masa depan yang udah gue tata dengan sebaik mungkin bersama Aruna harus hancur gitu aja karena ada lo dalam hubungan gue sama Aruna." Khansa menunduk mendengar ucapan Kaiser, tangannya meremat rok sekolah yang ia kenakan. Sakit, sangat. Dan tanpa bisa Khansa cegah, air mata itu sudah mengalir begitu saja dari pelupuk matanya.

Kaiser berdecih sinis, suara bel rumah berhasil membuat atensi keduanya teralihkan. Khansa langsung menghapus air matanya dengan cepat saat Kaiser menatap ke arahnya dengan tajam seolah mengistirahatkan apa yang seharusnya Khansa lakukan, Kaiser takut jika di luar adalah ibu, ayah, atau ibu dari Khansa.

Keduanya kini berjalan beriringan menuju pintu utama, saat Kaiser membuka pintunya. Kaiser termatung, jantungnya berdetak kencang.

"Selamat pagi, sayang!" sapaan hangat dan ceria itu membuat kedua mata Khansa membola. Tanpa pikir panjang Aruna masuk ke dalam rumah itu dan menatap sinis ke arah Khansa. Tangannya mengepal erat, lalu detik itu juga.

PLAK

Tamparan begitu nyaring, pagi yang cerah ini sangat suram bagi Khansa. Apa secepat ini?

"Aku bisa jelasin, Ar."

"Jelasin lo bilang? Lo itu pelakor tahu gak?" kesal Aruna sambil melemparkan banyak foto pernikahan Khansa dan Kaiser.

"Sayang..."

"Aku gak lagi bicara sama kamu Sayang, aku bicara sama dia! Cewek sial yang ada di hadapan kita!" potong Aruna, matanya sudah memerah. Fakta yang ia ketahui tadi malam membuat amarahnya memuncak.

"Aruna, denger---"

"Lo bisa nolak 'kan? Lo jahat sama gue, seharusnya lo tahu kalau Kaiser itu pacar gue dan seharusnya lo gak boleh terima gitu aja!" ucap Aruna dengan derai air mata.

K A I S E R || Nightmare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang