chapter 7

521 55 1
                                    

"aku suka Taufan!"

Ucapan itu membuatku menyeringai penuh kemenangan sementara Blaze mendengus kesal. Tanganku bergerak mengelus kepala boneka bermaksud memujinya sebagai anak yang pintar.

"Tapi karena aku kakak kalian, kalian harusnya memanggilku kakak kan? Aku kan yang lahir lebih dulu!" Seru boneka sembari mengepalkan tangan.

Aku terkekeh kecil seraya mengacak surainya sementara Blaze tertawa hingga berguling dilantai berlapis karpet merah yang kami duduki sekarang diruang tengah. Ia memegangi perutnya akibat tertawa. Suara Blaze terlalu keras hingga menghentikan langkah Solar yang kebetulan melewati ruangan.

"Ada apa?" Tanya Solar mendekatiku. Ia melirik hampa pada Blaze yang masih tertawa.

"Tidak ada. Hanya mendengar sesuatu yang lucu" ujarku menjawabnya.

"Lucu darimana? Kan yang Hali bilang benar!" Boneka berseru tak terima.

Ia mulai berceloteh tentang menghormati yang lebih tua seperti yang tertulis dibuku pada genggaman tangannya. ia baru saja membacanya.

"Hali itu kakak! Kalian harusnya hormat sama dengerin Hali!" 

Solar mendengus. Ia menghampiri boneka dengan bersidekap dada.

"Kau jadi kakak? Lucu sekali" 
Solar berujar dengan nada sinis. Sementara aku hanya mendengarkan dengan tenang. Boneka bangun dari posisi duduknya. Jarak antara Solar dan Boneka semakin menipis. 

Solar menunduk untuk menyamakan tinggi mereka yang tidak setara. Ia mengarahkan jemarinya mengusap dagu boneka lalu mencengkramnya pelan hingga terdengar suara ringisan.

"Boneka kecil sepertimu tak pantas menjadi kakakku. Setidaknya kau harus lebih kuat dariku dan yang lain jika ingin peran seorang kakak." 

Aku menyeringai mendengar perkataan Solar begitupun Blaze yang sudah berhenti tertawa. Boneka tertegun. Bisa ku lihat pupil matanya bergetar setelah Solar meninggalkan gigitan manis dilehernya dan menepuk-nepuk pucuk kepalanya.

Solar beranjak pergi setelah memastikan tanda yang ia tinggalkan pada boneka berwarna merah. 

Boneka menoleh kearahku. Kulihat kerah piyamanya tidak terkancing dengan benar sementara boneka masih terdiam.

Ku hampiri boneka dan menariknya dalam pangkuanku. Ku sibak kerahnya hingga pundaknya semakin terekspos dengan noda merah yang terlihat jelas dikulitnya.

Boneka menatapku sementara aku tersenyum sinis kearahnya. Kudekatkan bibirku ke telinganya. Nafas boneka memberat.

"Kamu itu milikku. Tidak perlu berpikir tentang rasa penghormatan karena kau selalu berada dibawah kami"

.

.

.

.

.

Malamnya, Solar menambahkan dosis obatnya pada boneka.

Boneka tertidur dalam pelukan Gempa. Ia terlihat bahagia karena bisa memeluk 'tuan muda'nya itu. Sesekali Gempa mengendus-endus surai ataupun leher boneka.

Aku sudah tidak merasa aneh lagi. Dikamar miliknya, bisa kutemui berbagai benda milik Halilintar. Bahkan Gempa suka tidur dengan mencium baju atau sapu tangan milik boneka. Obsesinya akan Halilintar memang sangat gila. Yah, semua adikku memang gila sih termasuk aku.

"Gantian dong. Thorn juga mau meluk boneka" keluhan Thorn tak mendapatkan jawaban dari Gempa. Gempa masih setia memeluk erat namun lembut si boneka.

Boneka meringis kecil didalam tidurnya. Seluruh persendiannya sakit karena pertumbuhannya yang dipaksa terhenti oleh obat. Ia bergerak gelisah yang membuat Gempa menepuk-nepuk punggungnya. Solar memang kejam sementara itu aku menahan senyumku. Aku suka saat boneka terlihat lemah dan bergantung hanya padaku, pada kami. 


Bersambung....

CoppelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang