Behind the Page - 6

1.1K 212 20
                                    

"Tunggu!"

Sontak, Sarah berhenti melangkah. Di halaman rumah Devian yang luas, dia tanpa sengaja bertemu dengan Dante. Wanita itu sempat mengernyit saat Dante tiba-tiba saja berjalan ke arahnya dengan terburu-buru. Dan omong-omong soal Dante, laki-laki itu memiliki postur badan yang tinggi dan tegap--hampir serupa dengan Devian malah. Jadi Sarah pikir, laki-laki itu kelihatan lebih cocok jadi bodyguard alih-alih supir pribadi.

"Ya?"

"Ada perlu apa?" tanya Dante ketika jarak di antara mereka semakin dekat.

"Oh, Pak Radhit bilang, Pak Dev mau berangkat ke Bandung langsung dari rumah, bukan dari kantor. Jadi saya langsung ke sini."

"Boleh saya lihat barang bawaan kamu?" tanya Dante sekali lagi. Meskipun Bahasa Indonesianya terdengar fasih, tetapi cara pengucapannya masih terdengar kaku. Sarah jelas tahu, Dante sepertinya bukan seseorang yang lahir dan besar di Jakarta.

"Barang bawaan? Ini cuma buket bunga," kata Sarah. Sedikit mengangkat bawang bawaannya demi memperjelas bahwa itu benar-benar hanya bunga.

"Maksud saya tas kamu."

Sarah sempat tertegun, tetapi dia tidak memiliki alasan untuk tidak menyerahkan barang-barang yang saat ini sedang dia bawa kepada Dante. Dengan wajah super serius, laki-laki itu memeriksa tas jinjingnya yang isinya cukup sepele dan tidak ada yang perlu dicurigai. Tetapi laki-laki itu benar-benar menggeledah tasnya seakan-akan dia sedang menyimpan granat di dalam sana.

"Pak Dev pesan bunga?" Dante bertanya lagi. Setelah mengembalikan tas milik Sarah, tatapan matanya beralih pada buket bunga yang berada dalam pelukan perempuan itu.

"Oh, enggak. Kemarin saya bawa bunga ke kantor, dan sepertinya Pak Dev lumayan suka."

Tak ada satu kalimat pun yang keluar dari bibir Dante setelah itu. Dia hanya menggerakkan tangannya ke arah pintu utama, tanda bahwa dia mengizinkan Sarah untuk masuk. Lalu tanpa berbasa-basi, laki-laki itu berlalu. Ia meninggalkan Sarah yang masih saja menatapnya dengan pandangan menelisik.

"Nggak mungkin, kan, aku bawa bom di tas yang lucu kayak gini?" selidiknya, masih mengikuti kepergian Dante yang cukup janggal di pikirannya.

Tak ingin mengambil pusing, Sarah memutuskan untuk beranjak. Dari pagar rumahnya yang besar pun Sarah sudah bisa menerka, senyaman apa kediaman seorang Devian Gunandhya. Halaman depannya luas. Ada area hijau yang bagian tepinya ditanami bunga-bunga besar yang rimbun, termasuk rosa felicia yang menjalar di dinding dekat lampu taman. Jenis bunga yang sama seperti yang dia bawa saat ini.

Di sayap kiri bangunan, terdapat carport berisi dua unit mobil--dan dia tanpa sengaja menemukan Dante sedang mengelap body mobil sambil menatapnya dengan penuh selidik. Sungkan diawasi seperti itu, Sarah hanya mengangguk dan memutuskan untuk berlalu dari sana. Rasa-rasanya, ada yang tidak beres dengan pria bernama Dante itu. Dia terlalu misterius dan menyeramkan.

Bagian dalam rumah Devian juga tak jauh berbeda dengan bayangannya. Silingnya tinggi dengan perabotan dan cat yang didominasi warna putih dan coklat. Pemilihan warna itu membuat segala penjuru rumah nampak lebih terang. Ruang tengahnya yang luas terhubung langsung dengan dining area. Seperti rumah-rumah milenial pada umumnya, ada dua dapur yang tersedia. Dry kitchen di bagian depan, berhadapan langsung dengan dining area. Sementara wet kitchen berada persis di belakangnya. Hanya dari apa yang dia lihat saat ini, Sarah bisa merasakan bahwa rumah ini benar-benar menggambarkan sosok Devian. Nampak nyaman dan sederhana, tetapi di saat yang bersamaan, segalanya bernilai tinggi.

"Mbak Sarah, kan?"

Suara itu sempat membuat Sarah tersentak. Dari arah dapur, seorang wanita muncul dengan senyum lebar. Tidak seperti Dante yang sarat akan hal-hal menyeramkan, wanita itu terlihat jauh lebih bersahabat. Melihat penampilannya yang rapi seperti itu, mengingatkan Sarah pada abdi dalem yang ada di keraton-keraton kesultanan. Manis sekali.

Behind the Page (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang