04: rumah sakit

490 49 4
                                    

"Lalu, dimana keluarganya?" Tanya dokter itu bingung saat tadi ia mencoba mengecek tak ada satu orang pun diluar ruangan itu.

Arley yang mendengar itu mengangkat bahunya acuh, "ya mana saya tau dok."

"Ini tangan saya gimana," tanya nya melas.

Dokter itu menepuk pelan dahinya, "ah iya saya lupa. Sebentar." Usai mengatakan itu, sang dokter langsung keluar dari ruangan.

Arley yang melihat itu menghela nafas jengah. Ia melirik seseorang yang sampai sekarang belum mau membuka mata dan masih menggenggamnya. Ia menggoyangkan badan lelaki itu, "bangun lo! Udah ditolongin bukannya makasih malah nambah beban."

"Gue kaga minta buat lo tolongin." Ucapan menjengkelkan itu bukan dari dokter, suster, apalagi Arley. Ya! Dari seorang lelaki itu.

Arley yang mendengar itu menatap sepenuh nya kepada seorang lelaki yang baru saja bangun dari pingsannya. Lelaki itu, mempunyai rahang tegas, rambut gondrong berwarna hitam pekat, alis tidak terlalu tebal, mata tidak besar tidak kecil, pipi tirus, dan jangan lupakan bibir pink tipisnya yang. Ah lupakan!

"Gue tau gue ganteng, tapi kaga usah segitunya kali mba liatnya." Arley yang mendengar nada narsis itu menatapnya jengkel. "Tcih! Lo pikir lo ganteng? Iya anjing!" Ucapnya yang dilanjut dalam hati.

Orang itu yang mendengar perkataan Arley, dengan pede menyisir rambutnya kebelakang dengan tangan satunya, "Of course." Jawabnya tanpa ragu.

Arley yang melihat itu memutar kedua bola matanya jengah. "Dih!"

Sempat terjadi keheningan beberapa saat, sampai Arley menyadari tangannya masih digenggam, reflek menarik dengan keras tangan yang sudah sedari tadi pegal dan berkeringat disana. "Dih! Demen lo sama gue? Dari tadi genggam erat bener sampe ngga ada yang bisa ngelepas. Tcih!" Ucapnya jengkel sembari berjalan keluar dari ruangan itu dengan perasaan dongkol.

"Kalo gue bilang iya, lo percaya?" Arley menghentikan langkahnya, ia menaikan salah satu alisnya heran, "ngga." Jawabnya tegas tanpa menatap lawan bicara. Arley langsung melanjutkan perjalanan nya tanpa memperdulikan orang itu yang terdiam.

Arley membuka gagang pintu yang ada disana. Sebelum sepenuhnya keluar, ia sempat mendengar orang itu berteriak, "oke. Bakal gue buktiin."

"Ga peduli." Jawab Arley tak kalah keras.

Brak

Usai mengatakan itu, Arley menutup pintu dengan membantingnya. Toh ngga bakalan juga itu pintu rusak cuma sekali banting.

Arley melanjutkan perjalanannya, bahkan ia sempat berpaspas an dengan dokter yang tadi sempat keluar entah mengambil apa. Arley hanya melirik sebentar lalu melanjutkan jalannya menuju keruangan sang adik. Ah iya! Ia lupa membeli makan untuk orang orang yang ada disana.

Arley berjalan sembari berpikir sejenak, tak lama ia menganggukkan kepalanya. "Beli online kayanya bisa. Ck! Ngapa ngga dari tadi gue mikir begitu." Ucap Arley sembari menepuk jidatnya pelan, "bodoh!"

Ting

Lift itu terbuka, Arley memasuki lift dengan menunduk karena merasa sepatunya seperti ada kotoran yang ikut terbawa. Ia menggosok nggosokan sepatu itu dilantai lift.

Dirasa sudah lebih baik, Arley mengangkat kepalanya. Ia melirik kesamping saat merasa hanya ada dia dan satu orang lelaki disana. Arley menyipitkan matanya saat merasa kenal dengan orang itu.

Tak membutuhkan waktu lama, tiba tiba saja Arley melototkan kedua matanya saat menyadari siapa yang ada didepannya saat ini.

"Dia..."

...

Segitu dulu. Janlup vote, ya sayangku! Thanks.

Who's Arley?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang