eps. 3

77 13 0
                                    

Pagi hari pukul 5 tepat Jima sudah berada di kamar Caleo, membangunkan Caleo yang nampaknya sangat lelap dengan tidur nya. Hingga sekarang setengah 6 pun, Caleo belum kunjung membuka mata. Yang mana membuat Jima menjadi khawatir sendiri. Apa Caleo pingsan dalam tidurnya?

"Tuan Muda, waktunya bangun lalu mandi."

Jima menghela napas lelah. Sudah berulang kali Jima mencoba membangunkan. Ingin mencoba dengan deringan alarm yang nyaring, tapi Jima tidak tega dengan Tuan kecilnya.

"Tuan Muda, Anda tidak ingin berangkat sekolah hari ini?"

'Sekolah.'

'Sekolah.'

Caleo yang belum membuka mata dengan benar, berjalan sempoyongan menuju kamar mandi. Ia ingin bersekolah!

Jima kaget dengan pergerakan Caleo yang tiba-tiba, memundurkan beberapa langkah. Tak lama, kekehan keluar dari mulutnya melihat Caleo yang terlihat sangat lucu. Padahal belum membuka mata dengan benar, tapi sudah berlari menuju kamar mandi.

"Tuan Muda, seragam Saya taruh di atas kasur beserta perlengkapan nya. Saya akan menunggu di luar kamar." Ujar Jima agak keras.

.
.

Lima belas menit kemudian Caleo keluar dengan bathrobe. Menggunakan seragam dengan antusias. Seragamnya kini bagus, dengan kemeja putih yang dilapisi vest abu-abu muda dengan logo sekolah di dada sebelah kanan, celana abu-abu agak gelap dan balzer senada celana.

Caleo menyampirkan tas nya pada kedua bahu setelah menyisir rambutnya, yang terbilang panjang untuk laki-laki. Menggunakan sepatu dan aksesoris, lalu keluar.

"Jima, ayo!"

Jima mengangguk. "Tuan Muda harus sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat sekolah."

Caleo hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Mengikuti Jima dibelakang sembari melihat kesana kemari. Rumah ini sangat besar, kamarnya ada di lantai 2, dan mungkin masih ada satu tingkat di atasnya.

Jima dan Caleo menuruni tangga. Setelah sampai di ruang makan, Jima melayani Caleo dengan lembut. Disana tidak hanya ada Caleo, ada 4 laki-laki. Dengan dua laki-laki yang sempat Caleo lihat di dalam kamarnya waktu itu.

"Tuan Muda ingin makan apa?"

Caleo melihat meja makan penuh dengan sayur, dan lauk pauk. Padahal ini hanya sarapan, tapi memasak banyak sekali. Tatapan Caleo tertuju pada roti bakar yang sepertinya enak.

"Tuan Muda ingin roti bakar?"

Caleo mengangguk tanpa melihat Jima. Ke-empat orang yang anteng memakan sarapan masing-masing mengerjap, melihat Caleo. Tidak biasanya anak itu sarapan roti. Biasanya Caleo akan mengikuti menu salah satu dari mereka.

"Jima, aku ingin yang tiramisu."

"Baik."

Jima memberikan lima potong roti bakar rasa tiramisu pada piring Caleo, yang langsung dilahap oleh Caleo. Pun, Jima membuatkan susu putih untuk Caleo.

"Papa, aku juga mau roti bakar!"

Nada ceria dengan antusiasme itu mengganggu pendengaran Caleo. Seorang pemuda kecil yang tidak lebih besar darinya, duduk di sebelah kanan pria dewasa yang Caleo yakini yang waktu itu ke kamarnya.

"Boleh, tapi apa perutmu akan baik-baik saja nanti?"

"Ya, ya! Tapi aku mau 3, itu hanya tersisa 2." Laki-laki itu menjadi murung, terlihat dari wajahnya yang lesu dan pundaknya yang turun.

"Hei!"

Caleo menengok. Suaranya tidak asing, itu lelaki yang pernah berbicara satu kalimat padanya di kamar juga. Matanya menatap Caleo dengan tajam.

"Berikan sepotong roti bakarmu untuk adikku, dia mau makan roti bakar! Rakus banget sih, segala makan 5."

Caleo hanya diam. Pandangannya menunduk melihat piringnya, disana, roti bakarnya tersisa 3. Hm, sepertinya berbagi tidak apa-apa. Bukan hal baru untuk Caleo berbagi. Ya, mau bagaimana pun, dulu Ia lebih sering di palak atau di rebut paksa daripada meminta dengan benar.

Lantas Caleo mengangguk. Mengambil sendok dan mengambil satu potong roti bakarnya membawa ke udara.

Laki-laki tadi dengan segera mengambil sendok itu, dan memberikan roti bakarnya pada piring yang Ia sebut 'adik' tadi. Tersenyum manis sebelum kembali melanjutkan sarapannya.

"Tuan Muda hanya ingin makan roti bakar saja?"

Jima kembali dengan susu putih di tangannya, meletakkan di sisi Caleo. Matanya melihat hidangan yang ada di meja.

"Tuan Muda mau Saya buatkan sandwich? Nanti di makan di mobil saja." Jima berbisik, dengan menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan Caleo yang duduk.

"Tapi nanti kita berangkat pakai motor, kan?" Caleo pun menjawab dengan sama berbisik.

"Tidak jadi."

Caleo mengangguk, Jima kembali ke dapur membuat sandwich untuk Caleo.

.
.

Beberapa menit telah berlalu, Caleo menunggu Jima yang masih asik di dapur. Sembari berdiri di depan pintu rumah yang menjulang, matanya melihat ke sekeliling. Halaman depannya luas, disisi kiri tempatnya berdiri ada kolam ikan, dan sisi kanan taman kecil yang nampak hijau asri. Dilihat dari depan, rumahnya sangat megah dan besar.

Caleo memundurkan langkahnya sedikit kala melihat mobil putih melaju dan kemudian berhenti di depan pintu masuk, tepat dirinya berdiri. Namun, sepertinya bukan Jima.

"Kak! Tunggu sebentar, maaf yah lama. Hump! Buku paketku hilang, jadi lama nyari."

Seorang pemuda kecil berlari dari dalam, mengadu pada pemuda yang berada di dalam mobil atas kejadian yang sepertinya tidak Ia inginkan.

"Kak Caleo, mau bareng enggak?"

"Ngga usah! Dia ngeribetin, biar aja berangkat sendiri. Dion, gih masuk, nanti telat."

Sebelum Caleo membuka mulut, pemuda yang berada di dalam mobil itu dengan lantang menyela. Caleo hanya menunjukkan ekspresi malas, kekanakan untuk Ia tanggapi.

Setelah mobil putih tadi pergi meninggalkan halaman hingga tidak terlihat. Mobil hitam datang dengan Jima yang sudah berada di dalam. Jima keluar dari pintu kemudi, berjalan berputar membukakan pintu untuk Caleo.

"Aku bukan seorang perempuan, Jima."

Jima hanya terkekeh, kemudian duduk dan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Tuan Muda sandwich nya ada di kursi sebelah Anda."

Paper bag cokelat dengan ukuran yang tidak besar. Caleo mengambilnya. Lantas membuka, tupperware hijau yang diisi sandwich. Ada 2 sandwich dengan masing-masing roti di potong segitiga yang menjadikan 4 potongan.

"Jima membuat banyak, Jima mau?"

Jima melirik pada kaca dashboard, menggelengkan kepala. Caleo mengangguk kecil, lalu mulai memakan sandwich nya.

Memang roti bakar dengan potongan kecil-kecil tidak membuatnya merasa terisi, hanya berguna untuk mengganjal perut. Untungnya Jima peka dengan membuatkannya sandwich, yah, perut Caleo kini menjadi kenyang. Perut kenyang tandanya Caleo dapat belajar dengan tenang.

To Be a Ordinary Boy as a Figurant Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang