Caleo berjalan masuk kedalam kamar mandi, berniat mencuci muka agar terlihat lebih segar. Bangun tidur membuat wajahnya bengkak dan malas membuka mata. Meski sudah tidur, mata Caleo masih terasa berat. Ingin nya kembali tidur kalau saja perutnya tidak meminta makan.
Menuruni anak tangga dengan sangat hati-hati, matanya belum terbuka sempurna, masih menyesuaikan. Jalan nya pun masih sedikit sempoyongan, efek bangun tidur.
Pendengaran nya seketika berisik sesaat setelah menyelesaikan anak tangga terakhir. Mata Caleo terbuka sempurna. Pantas saja berisik, diruang tamu depan banyak manusia yang sedang bercanda, apalagi suara sarat teriakan riang.
Caleo mengabaikan mereka, Ia berjalan menuju dapur. Dimana Jima berada.
"Jima! Jima?"
Caleo menghampiri Jima yang tengah memasak, jika dilihat mungkin sebentar lagi selesai. Meja dapur sudah ada banyak piring dengan berbagai masakan lezat.
"Tuan Muda lapar? Tunggu sebentar, ya, Anda bisa duduk terlebih dahulu."
Caleo mengangguk, mengambil langkah menuju meja makan, tempatnya bersebelahan dengan ruang tamu. Caleo duduk menunggu Jima dan makanan datang, tangannya mengambil buah pear dan memakannya.
Sedim, pemuda yang sedari tadi berteriak girang tersebut diam. Melihat Caleo yang anteng makan buah pear. Tumben, tumben tidak bergabung dengan mereka.
"Eh, Caleo! Kok sendirian, engga ada temen ya? Sini, sini main, tapi main sendiri aja, ya."
Sedim tertawa. Caleo tidak membalas, bahkan melirik Sedim pun tidak. Tidak ada guna nya berbicara dan ribut dengan orang berotak kosong.
"Kok diem, ada Joven loh?"
"Iya, iya! Maaf ya, dede Dion. Jangan kesini deh, bikin suasana ancur lagi nanti."
Tawa Sedim terdengar memekakan telinga. Caleo mencoba bersabar, Ia tidak ingin terlibat dengan mereka.
Tidak berselang lama Jima datang membawa makanan di bantu Bibi lain. Sekiranya ada 7 piring dengan menu berbeda. Caleo mengunci tatapannya pada tumis ikan suwir, apalagi sepertinya pedas.
Jima mengambilkan piring Caleo, sedikit nasi dengan ikan suwir. Caleo juga meminta udang goreng, dan beberapa brokoli hijau menjadi pelengkap. Caleo makan dengan lahap tanpa memperdulikan mereka yang juga ikut duduk dan mulai sibuk masing-masing.
Setelah makan malam selesai, para tamu kembali ke ruang tamu. Sedangkan Caleo masih duduk menikmati cokelat panasnya, matanya menatap sepiring ikan suwir yang masih tersisa. Rasanya sangat enak tadi, Caleo ingin lagi, hanya menghabiskan.
"Jima, aku mau ikan suwir nya."
Langkah Jima berbalik, membawa sepiring ikan suwir yang hendak Ia bawa ke dapur kembali ke meja makan, meletakkan nya di depan Caleo. Jima juga menuangkan segelas air putih, kemudian melanjutkan pekerjaannya membersihkan meja makan.
Caleo mulai makan kembali dengan tenang, dan kali ini tanpa nasi.
"Kak Bara, Dion juga mau ikan suwir itu."
Dion menatap Reibara dengan wajah memelas, matanya berbinar penuh keinginan, sesekali melirik piring di hadapan Caleo dengan melas.
"Yang lain aja, ya? Mau Kakak beliin pizza aja?"
Reibara melihat Caleo yang makan dengan santai. Dirinya tidak sudi bahwa Dion memakan makanan yang sudah Caleo makan, apalagi sepiring dengan Caleo dengan beberapa ikan suwir nya pasti memiliki bekas sendok yang sudah masuk kedalam mulut Caleo.
"Tapi Dion maunya itu, Kak!"
Dion mengembungkan pipinya kesal.
"Kak Cale, Dion mau ikan nya!"
Caleo menoleh. Ikan suwir nya masih tersisa agak banyak sih, kalau dibagi juga menurutnya tidak apa-apa. Lantas Ia mengangguk.
"Boleh, eum .. aku ambil piring dulu."
"Dion ngga mau dibagi dua! Mau semuanya."
Caleo melihat kembali sepiring ikan suwir nya, Ia juga masih ingin makan itu. Makanan tersebut adalah kesukaan nya, tidak rela rasanya memberikan semuanya. Padahal Caleo sudah berbaik hati mencoba mengalah untuk berbagi.
"Tapi aku juga masih mau makan."
"Pelit amat sih, tadi aja makan ikan banyak. Ngga takut gendut lo makan terus?"
Sedim membalas dengan tatapan sinis, terlihat tidak senang dengan apa yang Caleo katakan barusan. Hei! Apapun yang di inginkan Diom maka harus Dion dapatkan, itu mutlak.
"Udahlah kasih aja, makanan yang lain juga ada banyak."
Caleo membuang napas kasar. Ternyata berdiri sendirian di antara orang-orang egois yang tidak mengerti dirinya adalah yang hal menyesakkan. Ya, tidak apa-apa mengorbankan sepiring ikan.
"Oke!"
Tangan Caleo menggeser piring ke ujung meja, mendekatkan pada Dion yang sudah berdiri di samping meja. Dion mengambil piringnya, lalu mendudukkan dirinya pada kursi tengah.
Sedangkan Reibara menatap Caleo dengan pandangan yang tidak dapat Ia simpulkan. Reibara jarang melihat Caleo dengan santai mengalah pada Dion, karena sejatinya Caleo adalah orang yang keras kepala. Apalagi pada Dion, orang yang Caleo benci setengah mati. Tidak ada yang tidak tahu bahwa Caleo membenci Dion sampai ketulang.
Caleo menatap sepiring ikan suwir yang sudah berpindah ke hadapan Dion. Tidak apa-apa mengalah untuk kali ini, lain kali Ia tidak akan mengalah lagi. Ya ya, lagi pula masih ada lain kali.
Dion mulai makan, teman-teman Reibara juga kembali duduk dimeja makan menunggu Dion. Seperti yang diharapkan dari lelaki bucin yang bodoh, termenung menunggu pujaan hatinya. Sedangkan Caleo juga masih tetap berada pada kursinya, niatnya setelah cokelat panas di mug nya habis baru Ia akan kembali ke kamar.
"Huh huh, Kak Bara pedas!"
Caleo menoleh, melihat Dion yang menujulurkan lidahnya yang merah karena pedas. Wajahnya sudah memerah, bibirnya pun ikut merah, bulir keringat timbul, rambutnya menjadi agak lepek karena air keringatnya sendiri. Caleo hanya merasa Dion menggelikan dengan tampilan seperti ini, hehe, hatinya merasa sedikit lebih baik.
Reibara sigap berlari mengambil air seteko didapur, Jevon yang dengan hati-hati meminumkan air dari gelas untuk Dion. Mereka terlihat peduli dengan Dion.
Mug berisi cokelat panas telah habis. Caleo berjalan meninggalkan mereka yang masih berusaha meredakan pedas yang dialami Dion, lagipula Ia tidak ada urusan lagi. Lebih baik melanjutkan tidur dan bermimpi panjang kembali.
.
.Hari berganti, pagi menyapa. Embun di pagi hari rasanya sangat menyejukkan, aroma tanah dan pepohonan sangat menenangkan. Caleo membuka jendela kamarnya, tetesan embun yang mencair dari kaca jendela menetes mengenai tangan Caleo. Rasanya dingin namun segar.
Membuka semua jendela di kamarnya kemudian memulai hal yang rutin Ia lakukan di pagi hari, mandi.
Sabtu pagi memang terasa lebih dari hari-hari lainnya, kecuali Minggu. Karena Sabtu-Minggu adalah hari yang menyenangkan bagi Caleo.
Menggunakan kaos putih dengan celana pendek cream. Caleo berencana melakukan sesuatu di taman mini buatan, apalagi pagi ini cerah namun tidak panas. Cocok untuk bersantai dengan menikmati beberapa kue kering dan brownis.
KAMU SEDANG MEMBACA
To Be a Ordinary Boy as a Figurant
Fantasy[ bacaan pribadi, update tidak menentu ] . . - @ . brothership ꒱ - @ . brotherhood ꒱ - @ . little bit boys love ꒱ - @ . fluffy , angst ꒱ . . -- Bagaimana jika Caleo si pemuda manis dengan hidup yang biasa saja, pas-pasan dan lemah, menjadi Caleo yan...