*****
"Kelihatan sepi banget rumah lo, Ji. Kayak nggak ada penghuninya." Komentar Junata.
Keduanya kini berjalan dari garasi depan ke pintu utama keluarga si sulung.
"Biasanya emang gini suasananya, Ta." Jawab Jifaldi.
Lagipula sekarang masih jam tujuh malam. Tergolong jam sore untuk ukuran kehidupan kota besar. Kecuali Junata yang jika tidak ada kegiatan lain akan langsung tidur habis bekerja.
"Pada tidur?" Tanyanya lagi.
Jifaldi menggeleng.
"Nggak mungkin tidur. Apalagi Jeremy, paling main game."
Junata mengangguk.
"Abang pulang.." Seruan Jifaldi setelah membuka pintu, menampilkan Jenan sedang duduk berbincang dengan seseorang.
"Lagi ada tamu ternyata." Junata yang berdiri agak di belakang melirik pada tamu yang mulai beranjak, menyapa keduanya.
"Siapa, Jen?"
"Pacar bang."
Oh, pacar ternyata. Cakep sih.
"Ayah sama bunda dimana?"
"Pergi, bang."
Setelah mendengar jawaban Jenan, Jifaldi mengajak Junata menuju ke ruang tengah yang lebih besar.
"Disini aja ya, Ta. Atau mau join bareng adek gue?"
"Enggak, malah jadi obat nyamuk ntar."
"Enak dong, tinggal lu matiin." Kata Jifaldi sebelum tertawa.
Apa yang lucu sih? Pikir Junata. Aneh betul teman beda divisinya ini.
"Terus sorry deh. Lo kan kesini mau ketemu bunda tapi beliau lagi nggak ada di rumah."
"Nggak apa-apa. Bisa kapan-kapan lagi."
Taoi Ji niat awal Junata itu mau ketemu adikmu, bukan bunda. Itu cuma alibi dan kamu malah percaya. Ckck
"Duduk dulu, Ta. Mau minum apa?"
"Air dingin dong."
Junata melirik Jifaldi yang melakukan panggilan video.
"Kamu sama siapa? Daritadi ngelihat ke kiri terus?"
"Aku sekarang ada tamu."
"Siapa? Aku kenal nggak?"
"Aku sering ceritain dia ke kamu juga," Jifaldi mengambil ponsel semula bersandar di mangkok. Lalu mengarahkan pada Junata yang hanya bisa tersenyum.
"Junata." Katanya.
"Oh, aku tau. Junata yang itu kan? Ngapain dia kesana?"
"Tadi mau ketemu bunda. Tapi bundanya lagi pergi."
Tidak ada jawaban.
"Kenapa mukanya sedih?"
"Aku pengen ketemu juga sama bunda. Kapan ya aku bisa ke tempat kamu?"
"Aku ajakin ketemu bunda kalau kamu udah lulus."
"Itu sih lama."
"Cepet sayang. Atau nggak kalau mau pas libur semester kamu main kesini. Ayo ketemu bunda."
"Bulan depan aku udah libur."
"Iya bi, kamu kabarin aku buat jemput kamu di bandara sebelum kesini ya cantik."
Junata speechless. Ternyata sisi lain Jifaldi ini tidak bisa dia terima. Terlalu banyak tau teman sekantornya aneh dan jahil membuat Junata tutup mata dengan sikap yang baru pertama kali dia lihat.
"Kamar lo dimana, Ji?"
"Lo naik aja ke lantai dua. Kamar gue yang pintunya banyak stiker."
Setelah memberi gestur oke, Junata beranjak.
Daripada terjebak diantara dua pasangan bucin (istilah jaman sekarang) lebih baik menjauh. Atau ikut bucin juga karena seingat Junata punya pasangan di rumah ini.
Setelah menaiki tangga, Junata menatap tiga pintu kamar sejajar secara bergantian.
Di sisi kiri ada pintu berlapis stiker yang hampir memenuhi seluruh bagian, itu milik Jifaldi seperti info tadi. Dua diantaranya pintu serupa namun tanpa dekorasi apapun.
"Kalau liat dari clue mungkin di pojok kerena Jeremy anak bungsu. Lupa tanya tadi, buka ngasal takut salah."
Junata ragu mau buka pintu yang mana.
"Coba dulu aja." Katanya kemudian mengetuk pintu kedua pelan. Sedikit lama dan tidak ada seorang pun yang membuka.
"Bukan───"
"Kak Juna?"
©fromjekecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
young age ; jeongkyu.
Fanfictiontentang junata, jeremy dan kisah mereka. berisi narasi dari au jeongkyu / kyujeongwoo di X(twitter). @fromjekecil.