𝙳𝚄𝙰 𝙳𝙴𝚃𝙸𝙺!

230 11 0
                                    




Mobil itu terus melaju, membelah jalanan kota Jakarta. Menerabas derasnya air hujan yang terus-menerus mengguyur bumi tanpa jeda. Bulir air hujan yang menetes pada kaca jendela mobil. Cyntia Yaputera terus melipat tangan di depan dadanya. Sesekali melirik sinis seorang gadis yang sebenarnya cuek namun ia tak pernah menyadari melalui ujung matanya lalu mendengus sebal. Berkali-kali, dan terus-menerus.

"Ya ampun, lo masih marah gara-gara tadi?" Akhirnya gadis itu berujar, tak tahan dengan tatapan sinis seorang Cyntia yang duduk di sampingnya dan keheningan yang membelenggu setiap rongga udara di antara mereka

Ia melambatkan laju mobil. Namun Cyntia masih bungkam, tetap bergeming.

Gadis tersebut menghela nafas lelah. Memutar stir dan memarkirkannya di tepi jalan, di depan sebuah rumah bambu semacam pos ronda yang sepertinya sudah tak terpakai. Setelah mematikan mesin mobil, ia mengubah posisi duduknya menghadap seorang gadis yang masih cemberut kesal

"Cyntia." Ia memanggil lembut nama gadis di sampingnya

"Lo marah gara-gara tadi?" ucapnya lagi

Cyntia tetap bergeming, kembali menciptakan hening yang menusuk. Hanya terdengar suara derum beberapa angkutan bermotor yang melewati jalanan tersebut dan suara tetesan hujan yang mengenai atap mobil. Terdengar bertalu-talu membentuk irama hujan.

"Cyn, ngomong dong."

Cyntia mendengus kesal dan menatap sinis gadis di sampingnya. Sebuah senyum sinis khasnya dengan menyunggingkan sebelah bibir kanan menghiasi wajahnya.

"Maksud lo apa ngomong kalo gue pacar lo di depan wartawan-wartawan tadi?" Cyntia menjawab santai namun dengan nada membentak

"Lo pikir gue seneng? Hah?! Dasar sok asik, sok keren! Yang bebas bicara seenak jidat lo?!! Gila lo ya Greesel!" ucapnya lagi

Gadis itu terdiam, membiarkan Cyntia mengeluarkan semua amarahnya. Beberapa detik setelah Cyntia menyelesaikan kalimatnya, ia langsung mendekap Cyntia yang masih bernafas terputus-putus itu.

Cyntia terdiam beberapa saat, tersadar. Ia mendorong gadis yang mendekapnya erat tersebut.

"Greesel!" Ia membentak gadis tersebut

"Cari mati lo!" Cyntia memandang marah gadis di depannya

Greesel, gadis tersebut memegang tangan Cyntia. Menggenggamnya erat, ia balas menatap tatapan marah Cyntia. Memandangnya dengan sorot mata lembut.

"Gue gak tau gue mau mati atau enggak. Tapi yang jelas, gue cinta sama lo. Gue ngaku-ngaku pacar lo karena gue gak mau kehilangan lo. Gue takut karena lo gak pernah nanggepin gue. Lo ngerti kan maksud gue?" Greesel menatap lembut Cyntia

"Hah?!!" Cyntia berujar sinis. "Cinta? Lo bilang cinta? Pemaksaan lo bilang cinta? Bullshit! Tau apa lo tentang cinta?!!"

Cyntia memalingkan wajah, memandang bulir-bulir air hujan yang mengalir turun melalui kaca depan mobil yang sepertinya lebih menyenangkan untuk dipandang.

"Asal lo tau, gue gak pernah punya rasa suka, cinta, sayang, apapun itu sama lo. Gue gak mau lo terlalu berharap. Ngerti kan lo?" Ia berujar pelan, namun perkataannya menghasilkan hening yang lebih mencekam

Greesel terdiam beberapa saat, mengangkat kedua tangannya. Memegang kedua pipi Cyntia, membawa untuk menghadapnya, menelusuri setiap lekuk wajah Cyntia dengan jari-jari tangan yang selalu indah di matanya. Ia mengangkat pelan dagu Cyntia supaya menatapnya. Lantas menatap dalam mata gadis itu. Entah apa yang ia pikirkan. Detik berikut ia mendekatkan wajahnya ke arah Cyntia, yang masih terdiam kaget dengan keadaan. Membuat kedua nafas yang terhembus saling beradu. Greesel sedikit memiringkan kepala, sepersekian detik berikut kedua insan itu menghapus jarak yang membentang. Menahan desah nafas yang memburu, menghentikan waktu yang berdetak. Memacu detak jantung berpacu cepat.

ᴋᴜᴍᴘᴜʟᴀɴ ᴄᴇʀᴘᴇɴ (ɢʀᴇᴇᴄʏɴ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang