𝙺𝚎𝚊𝚍𝚊𝚊𝚗 𝚃𝚊𝚔 𝚜𝚎𝚕𝚊𝚕𝚞 𝙱𝚎𝚛𝚋𝚊𝚗𝚍𝚒𝚗𝚐 𝚃𝚎𝚛𝚋𝚊𝚕𝚒𝚔 𝚍𝚎𝚗𝚐𝚊𝚗 𝙺𝚎𝚗𝚢𝚊𝚝𝚊𝚊𝚗

284 14 1
                                    



Aku akan menceritakan sebuah kisah padamu. Kisah yang mungkin pernah kau dengar sebelumnya. Tapi ini kisahku, kisah yang memilukan hati. Semoga kalian tak bernasib sama sepertiku..

Aku tak bisa berjalan sejak lahir. Kakiku lumpuh, mmm... atau bisa kau katakan cacat. Ku jalani hariku seperti biasa. Tak pernah aku menyesali apa yang tuhan takdirkan untukku. Bahkan aku selalu menganggap diriku orang yang sangat beruntung. Tentu saja! Aku mempunyai Ibu, sahabat, ketiga kakak, dan teman-teman yang menyayangiku, dan terutama Tuhan tempatku mengadu. Ayahku sudah meninggal dua tahun lalu.

Aku memiliki tiga orang kakak. Kakak pertamaku bernama Azizi Asadel Natio/kak Zee, dia sangat angkuh dan sangat membenciku. Bahkan ia seperti menganggapku tidak ada.

Kakak keduaku bernama Reva Fidela Natio/kak Adel. Dulu dia memang anak yang baik. Setelah kak Zee menyeretnya lebih jauh untuk tak menghiraukanku, ia mulai tak acuh padaku. Ia sering membuang muka, saat aku menampakkan seulas senyum diwajahku. Meskipun ia tak berani membentakku.

Kakak ketigaku bernama Callista Alifia Natio/kak Callie. Dialah kakakku satu-satunya yang benar-benar menyayangiku. Tak jarang ia juga membantu semua pekerjaan rumahku. Mengepel, mencuci baju, menyapu, mencuci piring bahkan menjemur pakaian. Tak pernah sekalipun ia mencercaku. Tutur bahasanya yang sopan dan lembut serta kecantikannya membuatnya disukai banyak orang

Ibu.. Ia selalu sibuk. Tapi aku tak pernah sekalipun membenci Ibu. Toh dia bekerja untuk memenuhi kebutuhan kami juga, bukan? Sikap Ibu memang berubah setelah ayah meninggal. Jika beliau pulang, ia hanya menyapa ketiga kakakku saja, sedangkan aku? Tak pernah lagi ia menghampiriku. Tapi aku tak pernah mempermasalahkannya. Selama aku diijinkan tinggal disini, bukannya aku harus berterima kasih?

🦖🦖

Awan kelabu bergelayut manja diatas langit. Sore ini hujan turun dengan sangat deras. Ku buka dua jendela kamarku, ingin melihat dengan jelas rintik demi rintik air hujan. Aku tersenyum tipis. Ku ambil sebuah notes kecil yang tergeletak pasrah diatas meja belajarku. Ku curahkan semua opiniku tentang hujan.

Hujan..
Karunia tuhan yang paling menawan
Rintiknya yang memberi kesan
Sanggup membuatku serasa di angan
Hujan..
Aku tak ingin sepertimu
Menangis disetiap waktu
Menampakkan suasana pilu
Dengan irama sendu

Ku letakkan kembali notesku itu diatas meja. Lalu beranjak menuju ruang keluarga. Sepi. Kemana penghuni rumah ini? Sorot mataku tertuju pada kakak ketigaku, kak Callie. Ia tengah menyapu ruang keluarga. Aku menghampirinya dan memberikan seulas senyum

"Kak, biar aku aja yang melanjutkan." Aku akan mengambil gagang sapu, tetapi kak Callie menjauhkannya dariku

"Gak usah, biar aku aja yang nyapu. Kata orang, nanti jodoh aku malah jadi jodoh kamu. Hehe" ujarnya seraya terkekeh. Aku tahu sifatnya. Dia memang tak ingin membuatku repot

"Greesel, gue sama Adel laper. Cepetan masak, gak pake lama!" Suruh kak Azizi tegas. Greesel, nama panggilanku. Greesella Adhalia Natio adalah nama lengkapku. Kak Callie menggeleng. "tidak sopan." Katanya pelan, tetapi masih bisa kudengar karena ia berdiri tepat disamping kursi rodaku. Ia menyentuh pundakku dan terseyum

"Biar aku aja yang masak." katanya menawarkan diri. Aku tak mau merepotkannya lagi. Aku menggeleng cepat, dan segera mendorong kursi rodaku menuju dapur. kak Callie mengerti perasaanku, ia kembali meneruskan pekerjaannya

Aku memasak nasi goreng kesukaan kak Zee dan kak Adel. Aku berfikir sejenak dan melamun. Aku menitikkan air mata, aku teringat ayah. Ayah.. aku ingin bertemu denganmu lagi, aku rindu. Andaikan aku dapat menawar semua rencana tuhan, aku akan sangat rela bertukar tempat denganmu. Tapi rencana tuhan bukan dagangan, yang bisa aku tukar semauku.

ᴋᴜᴍᴘᴜʟᴀɴ ᴄᴇʀᴘᴇɴ (ɢʀᴇᴇᴄʏɴ)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang