Bab 2

0 0 0
                                    

Dika dan Nisa, mereka adalah sahabat sejak duduk di bangku SD. Sejak kepindahan Dika ke desa, Nisa selalu bersama dengan Dika. Walaupun memiliki sifat yang sangat bertolak belakang, dengan Nisa yang sangat periang dan Dika yang cuek, mereka saling melengkapi satu sama lain. Dika adalah murid yang pandai, selalu menduduki peringkat teratas di semua mata pelajaran, sedangkan Nisa lebih suka bermain dan cenderung malas dalam hal belajar akademik.

Pagi itu, saat seluruh penduduk desa akan melakukan aktivitas, terlihat Dika dan Nisa mengendarai sepedanya masing-masing. Mereka bersepeda beriringan menuju ke sekolah. Sesampainya di gerbang sekolah, Nisa dan Dika berjalan menuju ke kelas mereka yang berada di ujung lorong.

"Nis, kamu udah ngerjain PR matematika dari Bu Ani Minggu lalu?" tanya Dika.

"Hah, hari ini ada PR? Kamu ga ingetin sih, Dika," ucap Nisa yang merasa terkejut.

"Aku udah ingetin kemarin siang, tapi kamu bilang mau ngerjain malem," ucap Dika, keheranan.

"Aduh, gimana ini, Dika? Aku bener-bener lupa," ucap Nisa panik.

"Ga tau, kamu harus tanggung jawab lain kali, Nisa. Ini udah berapa kali kamu ga kerjain PR," ucap Dika, menasehati Nisa.

"Aduh, gimana ini, Dika? Aku lupa.. Masih ada waktu, aku salin punya kamu dulu ya, please, kali ini aja kok, beneran," ucap Nisa memohon kepada Dika.

"GA!! Kamu udah berapa kali kaya gini, Nisa. Sekarang, biar kamu kapok, kamu tanggung sendiri resikonya," ucap Dika dengan tegas, sembari meninggalkan Nisa sendirian di lorong sekolah.

"DASAR PELIT!!" Nisa berteriak kepada Dika.

Nisa akhirnya berjalan menuju ke kelas dengan putus asa dan kebingungan. Pikirannya kacau karena dia pasti akan dihukum karena tidak membuat PR yang harus dia kerjakan. Nisa berjalan dengan lesu ke kelas. Sesampainya di kelas, dia langsung duduk di bangkunya dengan lesu. Tetapi di meja Nisa ada sebuah buku PR Dika. Dika yang duduk di sebelah Nisa memberikan buku PR-nya.

"Waktu kamu ga banyak, cepetan disalin," ucap Dika dengan tegas.

Nisa hanya tersenyum dan mengangguk. Dia langsung membuka tasnya dan mengambil buku untuk menyalin PR yang ia lupa kerjakan.

"Ini yang terakhir ya, Nis. Kamu kalau kesulitan buat PR, kita kerjain bareng-bareng aja. Rumah kita kan sebelahan," ucap Dika dengan datar menasehati Nisa.

"Iya, Dika. Janji ini yang terakhir. Terima kasih ya," ucap Nisa dengan senyuman.

Setelah beberapa menit, akhirnya Nisa selesai menyalin PR Dika.

"Akhirnya selesai, lega deh jadinya," ucap Nisa dengan perasaan lega.

"Yaudah. Besok kamu bisa kumpulin PR matematikanya," ucap Dika.

"Maksudnya besok?" tanya Nisa heran.

"Hari ini ga ada PR, PR yang kamu salin itu harusnya dikumpulkan besok bukan sekarang," ucap Dika meledek Nisa.

"DIKA!" teriak Nisa, merasa kesal dengan Dika.

"Tapi kamu besok ga buru-buru lagi ngerjain PR kan?"

"Tetap aja kamu ngeselin, aku udah tegang tadi," ucap Nisa, masih merasa kesal dengan Dika.

Lonceng sekolah pun berbunyi, dan jam pelajaran akan segera dimulai. Di awal pelajaran, Nisa dan Dika dapat mengikuti pelajaran dengan fokus. Menjelang siang, setelah jam istirahat kedua, Dika masih fokus pada pelajaran yang ada, sedangkan Nisa mulai tidak fokus dan mengantuk. Saat pelajaran IPA, Nisa akhirnya tertidur. Guru yang melihat Nisa tertidur akhirnya berteriak kepadanya.

"NISA! Kamu tidur lagi di jam pelajaran, Bapak!"

"Maaf, Pak," ucap Nisa, yang masih merasa terkejut karena baru bangun tidur.

"Nisa, Nisa, berdiri kamu di luar kelas!" ucap Pak Guru yang marah kepada Nisa.

Nisa hanya menunduk dan berjalan keluar kelas. Setelah pelajaran IPA selesai, jam istirahat kedua pun tiba. Nisa kembali ke kelas dan duduk di bangkunya.

"Kena hukum lagi kan, kamu sih ga fokus sama pelajaran," ucap Dika.

"Habis pelajarannya bosenin, kaya dengerin dongeng," ucap Nisa dengan lesu.

Setelah percakapan antara Dika dan Nisa, ada seorang anak perempuan yang mendekat ke mereka berdua.

"Dika, kamu mau ke kantin bareng ga?" ucap anak perempuan itu dengan lembut.

"Ga, aku bawa makanan dari rumah," ucap Dika dengan nada yang cuek.

Anak itu pun langsung pergi menjauh dari mereka berdua.

"Kamu tuh ya, Dik, sopan sedikit dong sama orang lain. Kan dia cuma mau ngajak kamu ke kantin doang," ucap Nisa yang menasehati Dika.

"Kan emang aku bawa makanan dari rumah, lagian kalo emang mau ke kantin kenapa ga sendirian aja? Kenapa harus ajak aku?"

"Gimana ya, mungkin dia ada rasa sama kamu, Dik, makannya dia mau ngajak kamu ke kantin," ucap Nisa meledek Dika.

Dika tidak menggubris perkataan Nisa dan hanya fokus memakan makanan yang dia bawa dari rumah. Setelah pulang sekolah, Dika dan Nisa pulang bersama menaiki sepeda masing-masing. Mereka berjalan beriringan melewati jalan sawah yang sejuk, ditemani pemandangan yang indah. Mereka mengayuh sepeda mereka dengan semangat dan hati yang gembira.

Sebelum pulang ke rumah, Dika dan Nisa mampir ke sebuah pantai yang ada di desa itu. Mereka menikmati suasana pantai yang sejuk di sore hari itu. Di pantai, mereka duduk di batu karang pinggir pantai dan menikmati angin laut yang sejuk.

"Dik, apa cita-cita kamu nanti setelah dewasa?" Tanya Nisa kepada Dika.

"Aku pengen jadi dokter, kamu sendiri?" Tanya balik Dika kepada Nisa.

"Aku masih belum tau sih hehehe," ucap Nisa yang merasa malu.

"Kamu bukannya buat komik di buku tulis kamu, kamu bisa jadi komikus. Gambar kamu juga kamu bagus," ucap Dika.

"Cuma kamu doang yang bilang bagus, yang lain bilang kalo komik ku jelek ceritanya kurang menarik dan gambarnya kayak anak TK," ucap Nisa dengan nada yang kurang percaya diri.

"Engga kok, komik kamu bagus, ceritanya menarik, gambarnya juga bagus menurut aku. Kamu harus semangat, Nisa, jangan karena kata orang kamu berhenti lakuin apa yang kamu suka," ucap Dika sembari menyentil kening Nisa.

"Sakit tahu," ucap Nisa sembari mengusap keningnya.

Dika hanya tersenyum seolah-olah sikap dinginnya luntur di hadapan Nisa. Omongan Dika menjadikan dorongan bagi Nisa untuk percaya diri lagi melakukan apa yang dia suka. Matahari perlahan mulai tenggelam, Dika dan Nisa akhirnya pergi menuju rumah mereka masing-masing. Sore itu menjadi momen awal persahabatan mereka yang kokoh. Dan sejak itu, mereka menjadi sahabat yang saling melengkapi satu sama lain.

Only Today Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang