Bab 3

1 0 0
                                    

Persahabatan Dika dan Nisa berlanjut hingga bangku SMA. Mereka satu kelas kembali di bangku SMA ini. Dika masih sama dengan sikap cueknya dan hanya fokus pada pelajaran, sedangkan Nisa tidak terlalu mempedulikan pelajaran. Dika, yang fokus terhadap pelajaran, mendapatkan nilai pelajaran yang bagus dan selalu tingkat pertama, sedangkan Nisa, yang tidak terlalu fokus terhadap pelajaran, selalu kesulitan belajar bahkan mendapat nilai yang kurang bagus. Tetapi Nisa memiliki keterampilan di luar akademik, yaitu menggambar dan juga di bidang musik. Suaranya yang merdu, dan dia juga pandai memainkan gitar. Di sekolah, Dika dan Nisa memiliki daya tarik sendiri. Dika, yang pintar, dan Nisa, yang terampil menggambar dan juga lihai dalam bidang musik.

Sikap Dika masih tidak berubah, tetap cuek, dan hanya fokus pada pelajaran, tidak terlalu tertarik dengan kegiatan di luar pelajaran. Suatu hari, Nisa menunjukkan komik yang dia gambar kepada Dika di sekolah.

"Dik, aku baru gambar komik. Coba lihat deh," kata Nisa.

"Hmmm, ya nanti," ucap Dika sambil membaca buku pelajaran.

"Lihat dulu sebentar, Dika," ucap Nisa sambil menjewer telinga Dika.

"Iya, iya, iya," ucap Dika dengan nada terpaksa.

Dika melihat komik Nisa dengan seksama.

"Kamu buat komik, ceritanya gimana sih? Aku bingung sama jalan ceritanya," ucap Dika yang kebingungan.

"Jadi, karakter utamanya tuh punya pedang yang panjang, terus dia bisa lawan orang yang menantang dia," ucap Nisa dengan antusias.

"Sebentar, gimana caranya dia punya pedang? Terus, gimana motivasi orang yang menantang karakter utamanya apa?" tanya Dika heran.

"Ga tau hehehehe, aku cuma gambar yang ada di kepala aku aja hehehe," ucap Nisa.

"Nisa, kamu kalau bikin komik, jalan ceritanya harus jelas, bukan cuma gambar doang yang bagus, tapi jalan ceritanya harus jelas. Kalau begini, gimana caranya aku bisa paham jalan ceritanya?" ucap Dika sambil menyentil kening Nisa.

"Ya, gimana, aku males mikirin ceritanya. Lagian, yang penting gambarku ada peningkatan kan, kan?" ucap Nisa sembari mengusap keningnya.

"Dasar pemalas, kamu mending belajar. Besok ulangan harian biologi," ucap Dika.

"Ga denger, ga denger, ga denger," ucap Nisa sambil menutup telinganya.

Setelah perbincangan mereka, ada seorang laki-laki yang menghampiri mereka berdua.

"Nisa, kamu bisa tampil ga di acara pentas seni sekolah Minggu depan?" tanya laki-laki itu.

"Hah, maksudnya aku ngapain di pentas seninya?" tanya Nisa yang kebingungan.

"Ya, kamu kan jago main gitar sama suara kamu juga bagus, jadi bisa ya tolong banget nih, kita kekurangan penampilan nih di acara pentas seninya," ucap laki-laki itu sembari memohon.

"Gimana ya, aku belum pernah tampil di depan umum, jadi aku masih ragu-ragu juga. Lagian, emang ga ada orang lain ya?" tanya Nisa dengan ragu-ragu.

"Sebenarnya kita ada kakak kelas yang biasa tampil, tapi dia sakit jadi ga bisa tampil, makannya kita bingung mau nampilin apa. Kalo dikurangi rundown acara kita bakalan berantakan. Jadi tolong banget, Nisa," ucap laki-laki itu memohon sekali lagi.

"Aku coba pikir-pikir lagi ya, besok aku kasih kabar lagi," ucap Nisa.

"Okay, Nisa, ditunggu kabarnya ya."

"Oiy, kenapa ragu kamu buat tampil?" tanya Dika yang bingung.

"Kamu kira tampil di depan umum gampang apa, Dika? Aku juga masih malu-malu buat tampil di depan umum," ucap Nisa yang kebingungan.

"Ga ada salahnya nyoba kan, lagian kamu coba bisa latihan dulu sehari sebelum kamu kasih kabar ke panitia tadi," ucap Dika.

"Yaudah, aku coba latihan dulu deh. Kamu temenin aku latihan ya, nanti di rumah," ucap Nisa.

"Engga, makasih. Mau kamu tampil atau engga, pun aku juga ga dateng ke acara pentas seni kaya gitu," ucap Dika.

"Maaf ya, aku ga terima penolakan dari orang anti sosial kaya kamu. Kamu temenin aku latihan atau kamu ga akan aku biarin hidup tenang selama satu bulan," ucap Dika sembari menjewer telinga Nisa.

Sepulang sekolah dengan rasa terpaksa, akhirnya Dika menemani Nisa latihan untuk pentas seninya di rumahnya.

"Eh, lagu apa ya kira-kira yang cocok buat aku nyanyiin?" tanya Nisa.

"Terserah kamu aja lah, aku juga ga tau apa-apa soal lagu," ucap Dika sembari membaca buku pelajaran.

"Eh, kutu buku kamu di sini buat bantuin aku latihan, bukan buat belajar. Tapi kalo lagu yang menggambarkan diri aku sendiri, lagu apa ya?"

"Lagu yang menggambarkan diri kamu ya? Lagu anak-anak kayaknya cocok buat kamu?" ucap Dika bercanda kepada Nisa.

"Maksudnya aku masih kayak anak-anak gitu?" ucap Nisa dengan kesal.

"Ya, kamu sendiri yang ngomong," ucap Dika.

"Aku bingung tau, Dika. Bantuin dong temen kamu dong, guna kamu apa di sini."

"Dari awal juga yang maksa aku buat kesini juga kamu kan. Hmmmm, oh iya, lagu cinta. Masa SMA kan dikenal masa cinta-cintaan gitu," ucap Dika dengan semangat.

"Hmmmm, bener sih, tapi kayaknya ga related dengan aku ya. Ya, tapi ide kamu boleh juga."

"Lagu yang sering kamu dengerin, dan yang kamu suka aja, jadi kamu ga perlu repot-repot ngapalin liriknya lagi kan, tinggal sempurnain chord gitarnya aja."

"Hmmmm, ah, aku tau lagu apa."

Nisa pun mulai mengambil gitarnya dan memetik gitar sembari bernyanyi.

"When your legs don't work like they used to before
And I can't sweep you off of your feet
Will your mouth still remember the taste of my love
Will your eyes still smile from your cheeks

And darling I will be loving you 'til we're 70
And baby my heart could still fall as hard at 23
And I'm thinking 'bout how people fall in love in mysterious ways
Maybe just the touch of a hand
Oh me I fall in love with you every single day
And I just wanna tell you I am

So honey now
Take me into your loving arms
Kiss me under the light of a thousand stars
Place your head on my beating heart
I'm thinking out loud
Maybe we found love right where we are"  (Thinking Out Loud-Ed Sheeran)


Dika hanya terdiam, merasa terpukau dengan suara dan lantunan nada dari gitar Nisa.

"Kok diem aja sih, gimana bagus ga menurut kamu?" tanya Nisa yang merasa penasaran.

"Lumayan," ucap Dika singkat.

"Lumayan apa? Bagus? Jelek?" tanya Nisa yang makin penasaran.

"Bagus kok, bagus," ucap Dika.

"Tapi gimana ya, aku masih kurang pede nih, apa aku tolak aja kali ya?"

"Coba aja dulu Nis, anggap aja pengalaman buat kamu. Lagian, kalo kamu tampil, kamu bisa nunjukin bakat kamu ke orang banyak," ucap Dika dengan semangat.

"Ga salah sih, tapi gimana ya. Arghhhh, tanggung jawab kamu, pokoknya kamu harus dateng kalo mau aku tampil di pensi sekolah Minggu depan. Ga mau tau," ucap Nisa dengan kesal.

"Hah!? Kok salah aku sih!?" ucap Dika keheranan.

"Ga mau tau. Pokoknya kamu harus dateng. Kalo ga dateng, aku ga mau tampil," ucap Nisa sembari cemberut.

"Yaudah, iya iya iya," ucap Dika dengan terpaksa.

"Janji," ucap Nisa sembari menunjukkan jari kelingkingnya.

Dika tidak berkata apapun dan langsung mengaitkan jari kelingkingnya ke jari Nisa.

Only Today Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang