01. Kala itu

6 0 0
                                    

Nafas seorang perempuan tak beraturan lepas menghabisi musuh terakhirnya. Dia memejamkan matanya sejenak dan nafasnya kembali seperti semula. Tenang dibutuhkan, lega, pekerjaannya sudah selesai. Untuk sesaat, dia menghilangkan tongkat andalan yang menjadi teman bertarungnya. Perempuan yang memakai parka cokelat dan celana sepertiga berbalik badan, melihat rekan lainnya yang selesai melakukan pekerjaannya juga. 

"Udah, kan?" tanya pria maskulin yang memiliki tinggi 180 cm. 

Senjatanya kembali diisi peluru dengan cepat, perempuan itu tersenyum. "Harusnya udah, ya. Gua malah mempertanyakan elu yang INI SEMUA KOK GAK ADA HABISNYA BANGSAT?!"

Marah perempuan itu sontak membuat pria itu membalas, "GUA AJA KAGET, GUA NANYA KE SIAPA?!" 

"Anjing... anjing," keluh perempuan itu kembali sambil mengusap wajahnya. Dia istigfar mendadak. 

"Emang manusia itu gak ada habisnya," sahut pria itu kembali. "Gak ada habis berbuat dosa." 

"Kek bener aja lu ngomongnya." 

Itu percakapan normal yang dibaluti misah-misuh antar dua makhluk tersebut sudah biasa. Itu adalah cara melampiaskan emosi lebih tepatnya. Hanum yang sudah tua namun masih memiliki emosi tidak stabil harus bekerja dengan Haru, perempuan berbaju parka yang menjadi tanggung jawab Hanum. Sementara itu, seorang perempuan yang memiliki kharisma ke-ibuan membantu untuk mengembalikan keadaan seperti semula. Ya, efek berperang tentu menghanguskan beberapa tempat. Itu tanggung jawab mereka juga untuk membereskannya. 

Aji, makhluk dengan kepala televisi tabung serta memakai jas lengkap datang dengan teleportasi, mengejutkan kedua Hanum dan Haru yang masih asik adu bacot. 

"Apaan?!" tanya mereka berdua bersamaan. 

Aji tidak bisa berbicara, jadi dia menggunakan kepalanya yang dapat menampilkan gambar dan suara dari beberapa potongan channel di dunia nyata untuk memberikan pesan. 

"Hah?" kata Haru tidak paham. 

Aji menunjukkan gambar emotikon senyum sebagai bentuk pasrah karena Haru tidak paham. Haru pun terdiam sesaat. 

"Kerjaan gua baru kelar terus ada masalah apa-yaudahlah ya ayo." 

Haru dengan pasrah jalan diikuti Aji dan Hanum. 

"Dari siapa memang?" tanya Hanum kepada Aji. 

"Penjagaan... Depan... Memberitahukan bahwa... Dianggap Berbahaya," Jawab Aji sambil menampilkan potongan berita dan dirangkai menjadi satu. 

"Oh..." 

***

Gerbang dibuka-kan, yang memisahkan antara wilayah kota dan luar. Haru kesal mendengar berita dari penjaga depan bahwa ada yang mengacaukan tepat di depan gerbang. Statusnya menjadi gawat darurat ketika penjaga-nya sendiri menyaksikan bahwa ada sebuah kekacauan dibuat oleh suatu kelompok tidak dikenal. Saat yang bersamaan juga, mereka memperingati Haru dan kawanan untuk berhati-hati. Haru tidak peduli, karena dia ingin menyelesaikan secepat mungkin. 

"Kupikir yang tadi final boss, ternyata bohong," ketus Haru sambil berjalan melewati gerbang. 

Hanum udah bersiap dengan senjatanya, beserta lainnya yang juga mempersiapkan diri. Metode apalagi yang digunakan? Kenapa mereka mengacau? Ada permasalahan apa di sini? Apakah Haru harus menggunakan mode santai-nya agar tidak ada pertumpahan darah serta energi? Banyak sekali pertanyaan yang memenuhi Haru. 

Tetapi, pertanyaan itu menjadi tersisa satu ketika Haru menyaksikan kerusakan yang ditimbulkan. Hutan dipenuhi oleh pohon yang lebat nan hijau, makin lama ia berjalan, makin jauh ia berjalan dari gerbang, sekarang sudah mulai terasa panas dan banyak yang terbakar. Api? Kenapa api? 

Haru (Namanya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang