acht: hidangan penutup
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Alena pov.
Gelap, satu kata itu yang yang muncul dalam benakku. Ketika membuka mata, bukannya kolam penuh darah itu yang meyambutku, melainkan kegelapan tanpa ujung.
Tubuhku kaku, tidak bisa digerakkan dan rasanya tidak nyaman.
Aku mencoba mencari pegangan, namun tak ada yang bisa ku raih dalam genggaman.
Air mataku mengalir begitu saja, namun sebuah bisikan menenangkan terus mengalun di telinga ku.
Suaranya lembut, aku merasa aman dan nyaman seketika. Rasa takutku menghilang begitu saja.
Alena pov end.
"Hey, tidak apa-apa, jangan takut semuanya akan baik-baik saja."
Kalimat tersebut terus menerus aku dengar, hingga rasanya aku terbuai dan ingin terlelap. Namun ketika kesadaran ku hampir habis, suara itu terdengar lagi.
"Jangan tertidur, sekarang dengarkan aku, ikuti semua arahan ku."
"Rebahkan tubuhmu, pejamkan matamu."
Lena memejamkan matanya dan merebahkan tubuhnya secara spontan. Tubuhnya yang ternyata polos tanpa sehelai benangpun langsung disambut dinginnya permukaan batu. Yap, sebuah meja batu lebih tepatnya.
Lena terkejut bukan main, dan hendak terbangun namun tubuhnya seolah-olah merekat kuat pada permukaan dingin tersebut.
"Jangan takut, yakinlah kau akan baik-baik saja, Alena.."
Lena menoleh ke segal arah, mencari sumber suara.
"Kita akan bertemu sebentar lagi.."
Lena menangis kembali, entah kenapa ketika suara itu terdengar lagi dan memanggil namanya Lena merasakan kerinduan yang amat sangat tak tertahankan.
'aku merindukan mu'
"Aku juga merindukanmu, sayang. Bertahanlah sebentar lagi, setelah ini rasa sakit yang tidak tertahankan akan muncul. Bertahanlah."
Setelah kalimat tersebut terdengar, rasa panas dan nyeri datang silih berganti. Pada setiap inci tubuhnya, pada setiap sel-sel dalam dirinya. Lena seperti terpanggang dan siap meledak kapanpun.
Lena menjerit tanpa suara hingga memuntahkan darah berwarna hitam bercampur merah. Kulit tubuhnya melepuh hingga terkelupas. Dari setiap luka terbuka di tubuhnya cairan kehitaman kelur. Darah berwarna hitam itu mendesis saat bertemu dengan permukaan dingin meja batu.
Meletup-letup seperti sedang di masak!
Lena berontak ingin bangun, tubuhnya seperti sudah mencapai batasnya. Pikirannya hanya satu, ia akan mati. Karena demi apapun, rasanya benar-benar panas dan sakit.
"Ingatlah namaku, sebut namaku saat kau berada di ujung harapan mu, memohonlah padaku akan setiap inci keinginan mu untuk hidup. Sebut namaku, Alena..."
Lena memejamkan matanya, ia berusaha mengingat sebuah nama yang tiba-tiba saja sangat sulit untuk di ucapkan. Hanya suaranya dan sosoknya yang terus-terusan terngiang dalam ingatannya.
Lena menarik nafas dalam-dalam ditengah kesadarannya yang semakin tipis. Dengan air mata yang berurai, Lena melafalkan satu nama dengan suara tercekat dan kelegaan begitu dalam.
"Rhino.."
.
.
.
.
.
-
.
.
.
.
.Rhino sosok itu terbangun tepat setelah Lena tak sadarkan diri dan ikut tenggelam bersama nya dalam kolam. Ini seperti pertukaran energi, dan kesadaran Rhino bangkit berkaitan dengan kesadaran Lena yang menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
RED: The Bride | Lee Know
Fanfictionsebuah kisah ringan, ingin tahu? sini aku bisikkan sesuatu... Ini soal sebuah perjanjian dan karma. Warning ⚠️ • not for minors • lil bit bloody, gore, harsh words • adult content • 18++++ • alur acak-acakan • tanda baca tydack beraturan • and, upda...