•2•

354 36 2
                                    

Dengan setelan kaos putih dan celana panjang abu-abu, sejak selepas subuh Wain sudah sibuk di dapur. Tentu saja setelah melakukan sholat subuh berjamaah dengan anak semata wayangnya, namun sepertinya anak itu masih mengantuk, zayyan paham selepas subuh tak seharusnya tidur kembali tapi apalah daya,bahkan kartun favoritnya tak mampu menghalau rasa kantuknya. Sekarang dia sudah tertidur di sofa bersama TV yang menonton dirinya.

Wain tersenyum kecil melihat putranya dari dapur yang tak jauh dari ruang tamu dan kembali melanjutkan memasaknya.

Hari ini menunya roti bakar dan untuk bekal zayyan minta di buatkan nasi goreng saja.

Jam menunjukkan pukul 06.00 setelah membereskan semua pekerjaan dapur kini dia sudah bersiap dengan setelan celana bahan dan kemeja kantor yang tergulung sesiku. Tak lupa sekaligus menyiapkan baju sekolah untuk zayyan.

"Zayyan bangun hey sekolah" tangan besarnya mengelus pipi itu lembut.

Zayyan yang mulai terusik akhirnya bangun dengan mata yang masih setengah watt.

"Gendong~"

Wain menggendongnya membawanya ke kamar mandi dan mendudukkannya di atas closet.

"Zayyan cuci muka dulu ya"

"Ngantuk papah~ kenapa sih harus sekolah"

"Biar zayyan gk jadi orang bodoh"

"Kan zayyan punya papah yang pinter"

"Bukan berarti kamu bakal jadi pintar tanpa latihan, kamu bisa jalan aja harus belajar dulu~, sampai sini paham ya?"

"Ish"

"Lagian kenapa sih tumben banget anaknya papah males kesekolah?"

zayyan menggeleng, sepertinya enggan untuk bercerita.

Tapi Wain tak terpikirkan 'mengapa' dia hanya menganggap itu hanyalah hal lumrah yang terjadi pada setiap anak, bahkan remaja sekalipun.

"Mandi sendiri bisa ya~?"

"Bisa~"

Jawabnya sedikit serak dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka.

"Bajunya ada di kamar ayah ya"

"Iya~"

Kalau ditanya mengapa pakaiannya tidak dikamar zayyan sendiri? Jawabannya karena zayyan tidak suka tidur sendirian meskipun sudah disiapkan kamar untuknya sendiri sejak usianya 5tahun.

Jadi daripada bolak-balik mengambil baju, sekalian saja baju miliknya dan zayyan digabung jadi satu di lemari yang sama.

Tak lama zayyanpun turun menghampiri ayahnya di ruang makan dengan membawa satu dasi untuk minta dipasangkan oleh sang ayah.

"Papah bisa ikat dasi diajarin siapa? Soalnya di sekolah zayyan gk diajarin tapi harus tetep pake dasi kan aneh ya gurunya?"

Wain tersenyum kecil, pagi-pagi sudah dibuat mengenang masa lalu.

"Bunda kamu yang ajarin sayang"

"Coba zayyan bisa ngerasain juga yah hmm.. hehe"

Mendengar itu pandanganya dia alihkan ke arah lain, ditutupi dengan senyum palsu karena matanya sedikit berair.

Zayyan yang peka jadi merasa bersalah dan cepat-cepat mengganti topik.

"Bay di wey pesenan zay mana??"

"Tuh" sambil menunjuk dengan dagunya ke arah semangkuk selai tape susu ala-ala.

Zayyan tersenyum senang, lebih tepatnya menertawakan ayahnya.

Request makanan aneh adalah hobinya.

"Makasih ya papah, tapi kalau sayang itu kan emang harus dibuktikan.. repot sedikit gapapa lah buat anak sendiri"

"Belajar dari siapa kamu kata-kata kayak gitu hm?"

"Kan papah pernah cerita dulu karena papah sayang sama mamah papah pernah bikinin makanan aneh yang padahal mama gk minta tp cuma asal bicara aja-"

"Ih kalo zayyan sih gk mau ya, repot gitu kan jadinya"

Oke Wain sedikit menyimak dan dia tidak mau anaknya ketika sudah dewasa nanti akan setengah-setengah dalam memberikan kebahagiaan kepada gadis yang akan bersamanya nanti.

"Hmm begini, kalau kita sayang sama seseorang pasti deh kita bawaannya pengen bikin orang itu seneng~ terus"

"Oh ya?...Terus?"

"Ya biar orang tersebut bisa ngerasain kasih sayang kita, biar dia tetap mau bersama kita"

"Tapi papah udah ngelakuin itu semua dan mamah pergi juga"

Sial.

Wain terdiam,menatap sendu wajah anak satu-satunya.

Dimana mata polos itu terpancar luka namun sarat akan meminta jawaban yang pasti, jawaban yang sekiranya dapat dia katakan kepada teman sekelasnya bahwa dia sama seperti yang lain yang juga sama-sama memiliki seorang ibu.

AYAH Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang