24. Penculikan

29 25 12
                                    

Haii...
Happy reading 🍒

•••

Suasana mulai mencekam, Pina terlihat pucat saat di depan pintu apartemen Aisen, tidak ada suara apapun di dalam.

Gavin menoleh kearah Pina, mereka saling mengangguk yakin untuk masuk ke dalam, baru saja Gavin memegang kenop pintu ternyata pintunya di kunci dari dalam.

"Dobrak aja!" geram Pina, tanpa di suruh dua lagi Gavin mulai mendobrak pintu dengan kencang.

Gavin mengusap wajahnya gusar, ia lupa bahwa pintu tersebut bisa di buka dengan pin. seketika kepintaran nya hilang.

"Kenapa? gak bisa?" Pina terus bertanya, sedangkan Gavin menatap nya dengan tatapan datar.

"Lo gak liat?!" kesal nya, Pina menepuk jidatnya, ia lupa serasa pintu di rumahnya.

"Gue gak tau pin nya, tadi gue sempet telpon abang gue gak aktif sama sekali, lagian dia gak ada di rumah." ucapnya.

Itulah yang jadi masalah besarnya, tidak habis pikir Gavin langsung berlari menuju resepsionis untuk mencari kunci cadangan.

"Bang! lo mau kemana?" teriak Pina, Gavin tidak menggubris perkataan yang Pina lontarkan.

Awalnya Pina ingin mengejar nya tetapi tidak jadi, Pina mencoba mengotak-atik pin sandi pintu tersebut.

Beberapa kali mencoba salah, Pina berpikir keras sampai ia merutuki dirinya sendiri.

Teringat di benaknya bahwa Aisen pernah bilang kepada nya waktu dulu, bahwa pin nya tanggal lahirnya.

Tanpa lama lagi Pina langsung memasukkan pin sandinya, dan hasilnya... benar.

"YESS!" serunya, saat masuk ke dalam ternyata gelap tidak ada cahaya sama sekali, Pina langsung menyalakan lampu.

Saat lampu sudah menyala, Pina terkejut bukan main sampai kakinya terasa lemas, di lantai terdapat berceceran darah di mana-mana.

Wajahnya mulai pucat, dengan perasaan tidak enak Pina mencoba menuju pintu gudang di sebelah sana.

"Billa! lo ada di sana?" ucap Pina sedikit berteriak, tidak ada suara yang menyahut nya.

Sedangkan di dalam sana Billa terbaring tidak berdaya, semua badannya terasa remuk. apalagi kakinya terasa sangat sakit sehingga Billa tidak bisa terbangun.

Mukanya penuh dengan lebam dan hidung nya mengeluarkan darah, penampilan nya tidak karuan, suaranya hilang karena sendari tadi ia berteriak dan menangis.

Billa menangis tanpa bersuara saat melihat Aisen yang terkapar tidak berdaya dengan keadaan yang mengenaskan, Billa tidak tega melihat nya.

"Billa! jawab gue." Pina kembali mengetuk pintu dengan keras.

"Gue dobrak!"

Dalam hitungan tiga detik, Pina mulai mencoba mendobrak nya dengan kekuatan yang penuh.

Tidak mudah memang, tapi Pina tidak kehabisan akal ia langsung mencari kunci pintu gudang tersebut di laci.

Enemy Lover Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang