Hari pertama

221 23 3
                                    

Selamat membaca
Jangan lupa baca niat












💠

💠

💠

💠

Jam menunjukkan pukul 02.35. Rezfan terbangun dari lelapnya kala deringan alarm yang dipasang memasuki gendang telinga. Sambil duduk sebentar guna mengumpulkan nyawa dan kesadarannya, Rezfan mengecek jam di ponselnya. Mata yang terasa lengket itu ia kerjapkan berkali-kali agar pandangannya lebih jelas.

"Jam setengah tiga. Bangun sekarang lah...hoaam" beo Rezfan sambil menutup mulutnya dengan tangan. Langkah gontainya ia bawa ke kamar mandi. Tak butuh waktu lama, ia kembali keluar dengan wajah yang lebih segar. Tetesan air wudhu masih mengalir di sudut wajah dan beberapa pucuk helai rambutnya.

Menggunakan sedikit waktu untuk menunaikan shalat tahajud, Rezfan terlarut selama beberapa saat dalam ritual sepertiga malamnya. Seusai shalat, Rezfan merapikan pakaian untuk shalatnya sebelum beranjak keluar dari kamar.

"Bang, udah tahajud?" Tanya Rezfan ketika mendapati presensi sang kakak yang sudah berada di depan kamar salah satu adiknya.

"Udah. Lo turun aja. Biar abang yang bangunin adek-adek," jawab Mada. Rezfan membalas dengan gumaman sebelum beranjak turun untuk menyiapkan makanan sahur untuk keluarga kecilnya.

Mada mulai memasuki kamar adiknya satu persatu. Untuk kamar Jazil sengaja ia skip lantaran sang empu sudah terlebih dulu bangun sebelum Mada sempat membangunkannya. Terbukti ketika Mada membuka pintu, sang anak ketiga itu nampak tengah terlarut dalam dzikir malamnya.

Kini Mada beralih membangukan Huda. Remaja itu cukup mudah di bangunkan. Butuh beberapa saat untuk remaja itu mengumpulkan kesadaran. Masih dengan langkah sempoyongan, Huda berjalan menuju kamar mandi.

Di rasa cukup membangunkan Huda, Mada beralih ke kamar Jadid. Namun ia urungkan langkah kakinya ketika melihat Jazil yang sudah berada di dalam. Lantas ia mengubah arah untuk membangunkan si kembar bungsunya.

"Did, bangun. Sahur," ucap Jazil sambil menepuk pipi Jadid yang tidur menyamping. Tak ada respon selain lenguhan malas dari remaja itu. Ia masih tak bergerak dengan posisi yang tak berubah.

Jazil menghela nafas lelah. Perlu kesabaran ekstra untuk membangunkan seorang Jadid. Adiknya satu ini sangat kebo. Susah dibangunkan.

Seakan ada sebuah lampu muncul di kepalanya, Jazil tersenyum miring kala sebuah ide terbesit di benaknya.

Mengambil ponsel, kemudian digerakkannya jemari panjang itu pada permukaan layarnya, mengatur sesuatu. Jazil mengarahkan ponselnya tepat di depan wajah Jadid dalam keadaan membuka fitur kamera.

Cekrek!

Suara shutter yang cukup keras ditambah kilatan cahaya flash yang menyilaukan, ternyata mampu mengusik tidur Jadid. Remaja itu terperanjat kaget, dan langsung mengerjap dengan cepat. Ekspresi wajahnya terlihat linglung. Jazil tersenyum miring ketika melihat hasil jepretannya. Jadid begitu lucu dengan wajah tidurnya kali ini. Jika biasanya anak itu akan terlihat sedikit imut, maka kini wajahnya terlihat cukup konyol. Dengan mulut terbuka cukup lebar dan lelehan saliva di ujung bibirnya membuat image cool seorang kapten basket hilang entah kemana.

Ramadhan with Je-JuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang