Selamat membaca
💠
💠
💠
💠
💠
💠
💠
💠
"Abang beneran mau pergi?"
Entah sudah berapa kali pertanyaan itu di lontarkan oleh si kembar, Mada hanya mampu mengangguk sambil menghela nafas.
"Iya adek. Abang nggak lama kok. Besok lusa abang udah pulang," jelas Mada sambil mengusap peluh di pelipis Jena. Plester penurun panas tertempel di dahinya. Jena demam setelah pulang dari buka bersama kemarin. Beruntungnya Juna kali ini aman-aman saja. Bahkan bocil itu saat ini sedang berebut risol mayo dengan Jadid.
"Tapi Jena mau sama abang..." Cicit Jena dengan kepala yang bersandar pada bahu kokoh sang kakak. Air mata perlahan mengalir di pipinya. Mada tersenyum tipis kemudian mengusap pipi yang mulai basah itu. Sensasi panas langsung menyambut kulitnya begitu bersentuhan dengan Jena.
"Bang, udah siap," ucap Rezfan yang turun dengan sebuah koper kecil di tangannya. Koper itu berisi perlengkapannya dan Mada selama pergi. Rezfan menatap tak tega pada Jena yang menangis sambil memeluk Mada dengan erat. Tak tega rasanya meninggalkan adik-adiknya terlebih Jena yang sedang sakit. Tapi mau bagaimana lagi? Ada masalah di pabrik cabang, dan Mada harus memeriksanya malam ini. Ia juga turut menemani Mada sekaligus membantu menyelesaikan permasalahan.
"Adek, Abang pergi dulu, ya. Jangan nangis terus. Kan ada Bang Jazil juga di rumah," Mada mencoba melepaskan pelukan Jena. Tapi Jena enggan melepas, dan berakhir menangis dengan keras. Mada menatap Jazil meminta bantuan. Bukan apa, hanya saja ia harus segera berangkat sekarang.
Jazil segera beranjak mendekat. Dengan satu kali gerakan, Jena sudah berpindah ke gendongan Jazil. Jena berontak, ia bahkan memukul tangan Jazil minta dilepaskan. Mada dan Rezfan langsung berangkat setelah berpamitan pada ketiga adiknya yang lain.
"Huwaa...mau Abang! Mau Abang! Huwaa...Bang Ada...uhukk...hiks...uhukk..."
"Tuh 'kan batuk. Udah cup cup sayang, abang perginya bentar kok. Sama Bang Zil dulu, ya," Jazil menimang Jena ke kiri dan ke kanan sambil sesekali mengusap surai biru yang lepek itu. Juna sebenarnya ingin mendekati Jena, tapi dia harus mempertahankan risol yang tersisa untuk kembarannya.
"Bang Adid udah dong ngalah. Abang 'kan udah makan banyak tadi," gerutu Juna sambil mengamankan risol yang tersisa di piring.
"Minta satu lagi, jangan pelit," Jadid berusaha menggapai piring di belakang tubuh Juna. Juna sekuat tenaga berusaha menghalau tangan Jadid. Sayangnya dia tak tahu, kalau satu risolnya sudah raib di ambil Huda diam-diam.
"Jadid, udah, ngalah sama adek," tegur Jazil.
Jadid cemberut namun tetap menuruti perintah Jazil. Setelah suasana tenang yang hanya berlangsung beberapa sekon saja, kini teriakan Juna kembali mengudara setelah menyadari hilangnya satu risol.
"BANG UDA!!!" Pekik Juna kesal. Tatapan matanya tajam ke arah Huda yang kini cengengesan. Jazil menghela nafas lelah. Sepertinya dua hari ini akan menjadi hari yang berat untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan with Je-Ju
Fiksi PenggemarBook spesial Ramadhan! Puasa bareng Je-Ju yuk!