Setelah dua minggu Venus dan Ester berpisah dengan Bima, rasa-rasanya kehidupan mereka kembali seperti sedia kala. Sudah tidak ada lagi yang harus dikhawatirkan, karena mereka percaya Bima sudah baik-baik saja di tempatnya yang baru.
Minggu pagi, Venus pergi ke suatu swalayan untuk membeli kebutuhan rumahnya yang sudah menipis. Mulai dari bahan-bahan makanan seperti sayur, minyak, gula, buah-buahan, juga peralatan mandi seperti sabun, sampo, dan sebagainya. Tak lupa dia juga membeli alat tulis kantor, mengingat persediaan alat tulis kantor di ruang kerjanya juga hampir habis.
Cukup lama, setelah dirasa kebutuhannya sudah terbeli semua, Venus tak langsung pulang, dia sengaja menyambangi etalase dan rak-rak mainan. Dia membeli beberapa mainan kecil untuk diberikan kepada Bima dan anak-anak di panti asuhan nanti.
Namun, ada satu pertemuan hari ini yang datang dengan tidak terduga. Suatu pertemuan yang cukup membuat Venus merasa sungkan. Di swalayan itu, tepat di tempat mainan Bibi Ana tak sengaja bertemu dengan Venus. Dia berjalan mendekati Venus yang tengah memilah dan memilih stiker karakter juga mainan-mainan lainnya untuk dia beli.
“Kau masih menyukai stiker itu?” Sapa Bibi Ana secara tiba-tiba dari belakang Venus, hal itu membuat Venus cukup terkejut.
Venus langsung membalikkan badan. Dia melihat Bibi Ana sedang berdiri tepat di belakangnya sambil memasukkan beberapa stiker karakter dan mainan ke dalam basket yang dia jinjing.
“Kenapa? Jangan terkejut gitu dong. Kan kita udah ketemu kemarin.” Tambahnya dengan santai.
Venus cukup tenang menanggapi bualan wanita tua itu,“Sejak kapan suka pergi ke tempat mainan seperti ini? Apa tidak sia-sia?”
Bibi Ana berjalan dengan santai memutari etalase berisi stiker itu, melihat-lihat tanpa sedikit pun menatap wajah Venus. Dia sama sekali tak memperdulikan keberadaannya.
“Itu bukan urusanmu. Saya hanya ingin memberikan anak-anak sedikit hadiah.”
Venus tersenyum kecut, “Apa Anda mulai terancam sekarang?”
Bibi Ana menghentikan aktivitasnya, dia tertohok dengan ucapan Venus.
“Jaga ucapanmu!” Serunya menatap tajam Venus.
Venus tersenyum, kali ini tebakannya benar bahwa Bibi Ana sengaja membelikan anak-anak hadiah sebagai alat untuk menutup mulut anak-anak. Dia seperti tengah terancam akan kehadiran Venus.
“Apa perlu saya pilihkan stiker yang bagus buat anak-anak? Biar anak-anak semakin terkesan sama Anda.” Venus terus menampar Bibi Ana dengan perkataannya.
Bibi Ana semakin memanas, terlihat dari raut wajahnya yang sudah mulai tersulut emosi. Dia menaikkan satu alis matanya meremehkan.
“Apa saya serendah itu?” Tanya Bibi Ana, dia berjalan pelan mendekati Venus dengan senyum kecut khasnya, “Kau sudah mulai berani sekarang.” Sambungnya.
Venus menatapnya lekat, “Itu karakter saya sejak kecil. Kau lupa kalau saya akan selalu menentang Anda.”
Bibi Ana terdiam, dia seperti mengacuhkan apa yang Venus katakan.
“Baiklah! Saya tunggu apa yang bisa dilakukan oleh anak pungut seperti kamu.” Tegasnya lalu melangkah meninggalkan Venus.
“Tunggu!” Seru Venus membuat Bibi Ana menghentikan langkahnya.
Venus berjalan mendekati Bibi Ana dan mengatakan sesuatu padanya, “Selagi Anda menunggu saya melakukan sesuatu, akan lebih baik jika Anda berhati-hati, karena semua ini datangnya tidak terduga. Terima kasih.”
Venus memberikan peringatan kepada Bibi Ana untuk berhati-hati mulai sekarang. Dia mengatakan itu dengan percaya diri di hadapannya, menatap seseorang yang membuatnya menderita selama belasan tahun tidak akan membuatnya goyah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Panti Asuhan Venus [TAMAT]
General FictionPenderitaan yang diterima anak-anak di sebuah panti asuhan cukup membuat mereka trauma untuk menjalani hidup. Peristiwa menyakitkan, menyayat, dan penuh air mata selalu mereka lihat setiap hari. Venus, salah satu anak yang berhasil keluar dari pende...