|Jalan Perompak|
"Masa kanak-kanakku luamayan spesial. Masa remajaku seperti hilang. Sampai aku tidak berani mengingat tanggal, bulan, tahun, dan kapan musim berganti."
~Envy Chutper~
Malam begitu panjang, hari demi hari terlewati di bawah hangatnya matahari yang agaknya semakin menyengat. Tangisan para Floes membuat kuncup bunga bermekaran di atas tanah berbatu kekuningan, sementara iring-iringan suara jengkal kaki berkeresak menyibak anakkan ranting cemara yang berserakan di bawah sepatu kulit Sang petualang-tanpa benar-benar pernah meninggalkan kepulan asap tipis bekas perapian beberapa hari lalu di dekat tebing curam.Selama dua hari mereka mendaki beberapa bukit kecil tanpa arah, menyisir pinggiran tebing tinggi, dan dengan sisa kekesalan ketiga keluarga Chutper selalu kembali ke tempat asal mereka, di sebuah batu besar yang di dekatnya berdiri seonggok pohon cemara rindang. Batu itu di hiasi rongga menyerupai mulut goa-Jika kalian bisa melihat lubang terbengkalai di sana, makan aroma busuk dedaunan yang khas akan tercium sampai rumah kalian, mengerutkan puncak hidungmu sampai-sampai kalian bersin. Tumpukan debu pepohonan begitu tebal, sudah ratusan tahun lamanya, selama tahun-tahun panjang itu berlalu, tidak ada yang pernah menyentuh bongkahan batu itu. Tapi masih ada harapan, jika kalian berkenan mengangkat tangan dan menengadah ke atas-mungkin saja keajaiban terjadi."
"Sial! Sial!" Nollan melompat-lompat geram di dekat bekas perapian, sepatunya yang kotor membawa gumpalan tanah menginjak bongkahan susut ranting, lalu meraih pecahan kulit tebal kacang oak, dan melemparkannya kuat-kuat ke arah Tuqn Muth, dan rekannya Bible-pria berjenggot itu mulai bersahabat dengan rasa sakit di patahan kaki kayunya. Sementara semua makhluk berbalik menatap bocah berpakaian musim semi, terutama Jo. Gadis itu bergeleng menyayangkan sikap adiknya, lalu berbalik, mengangkat kaki bertudung rok panjang-panjang ke arah Nollan. "Apa itu Ollan? Apa itu yang diajarkan, Ibu? Apa kau diajarkan bersikap kurang ajar?"
Nollan melebarkan bahu dan kedua tangannya, mulai merasa paling dominan-muda, bebas, dan bertindak seenaknya bukan masalah besar, pikirnya. "Mereka, lah yang memulai, Kak Jo!" sambil menunjuk ke arah makhluk Avelon, mereka berdiri di sebelah bongkahan kecil batu, saling bertukar mata setelah merencanakan seuatu. "Mereka berulangkali mengatakan kalau mereka tahu di mana rumah Carles dan Arica. Tapi nyatanya apa? Ini adalah bukti kalau mereka berbohong!" Dengan tatapan tajam menoleh ke arah makhluk itu, lalu di akhir gelengan prihatin. "Mereka membohongi kita, Kak Jo. Sungguh. Seharusnya kita tidak bertindak sejauh ini."
Sejenak Jovita terdiam, mencuri waktu mengelus tangannya yang panas seperti terbakar. Lalu Paul, yang tertua di antara mereka mendekat dan mendorong dada Nollan pelan. "Apa itu caranya bicara kepada kakakmu?" Bukan bernada marah. "Seharusnya tidak seperti itu."
"Lalu bagaimana?" tanya Nollan. "Apa aku harus bicara dengan nada di sayang-sayang? Dia sudah cukup membuatku muak! Dia selalu bersikap seperti, Ibu. Dan sampai kapan pun dia bukan, Ibu." Dia melipat tangannya dan membelakangi sepupunya.