01. Martabak Manis

16 3 0
                                    

"Cukup Antartika yang jauh, Antarkita jangan"

"Cukup Antartika yang jauh, Antarkita jangan"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

✎__________

Tampak sepasang suami istri beserta anak laki-laki sedang berjalan-jalan di sebuah taman.

"Tadi aja sok-sokan ga mau ikut, ujung-ujungnya ikut juga!" Gumam Valen kesal.

"Saya bisa dengar ucapan mu." Sahut Arka dengan nada dingin.

Valen memutar bola matanya malas, ia melemparkan pandangannya mencari sesuatu yang mungkin bisa mengisi perutnya.

Walaupun sebelum pergi Valen sudah sarapan, tapi tetap saja perutnya masih lapar.

Mata Valen tertuju pada kios penjual martabak manis yang kelihatannya akan cocok dengan es cappucino yang dijual di kios sebelah nya.

Valen menoleh ke arah Arka, "aku mau martabak manis itu" ujar Valen sambil menunjuk kios martabak yang ia maksud.

Arka menoleh ke arahnya dan melirik ke kios itu, "terus?"

Duarr!

Bagaikan di sambar petir di siang hari, rasanya hati Valen sangat sakit setelah mendengar satu kata yang dilontarkan dari mulut Arka.

Lingga yang menyaksikan interaksi sepasang suami istri itu memiringkan kepalanya, jujur ia tak mengerti tapi dia sedikit paham karna raut wajah yang dikeluarkan papa dan mamanya.

Sementara Valen terdiam untuk memendam perasaan kesalnya yang tak kunjung mereda.

Apa tadi katanya? Terus? Jawaban macam apa itu?! Udah tau istrinya nyebutin kata 'Mau' masih aja ditanya. Batin Valen

Valen masih menatap kios martabak itu dengan penuh harapan. Sebenarnya ia bisa saja membelinya sekarang tanpa memberitahu Arka dulu, tapi masalahnya ia tidak membawa uang sama sekali yang membuatnya mau tak mau harus meminta pada Arka.

Tiba-tiba Valen mendapatkan ide cemerlang, ia berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan Lingga.

"Lingga mau martabak ga?" Tanya Valen berbisik.

Lingga menggeleng kecil "Lingga ga mau martabak"

Okey, sekarang mood Valen semakin hancur setelah mendengar satu kalimat yang meluncur dari mulut Lingga.

Valen menghembuskan nafas pasrah, ia mungkin akan menahan keinginannya untuk sementara.

Valen berdiri dan mendudukkan dirinya di kursi panjang yang memang tersedia di taman.

I Know Everything Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang