J | CH-19

11.4K 1.3K 61
                                    

Masa-masa pertumbuhan seorang anak ternyata memanglah masa paling berkesan saat menjadi orang tua. Dari anak hanya bisa menangis karena ingin minum susu atau buang air besar, berkembang lagi saat anak dapat berceloteh pertama kali, lalu mulai MPASI, tengkurap, merangkak, berdiri, lalu berjalan.

Sebuah hal yang membuat orang tua seakan waktu cepat berlalu.

Dimana sebuah kata 'papa' atau 'mama' akan terucap dari belah bibir sikecil, orang tua akan senang, memekik girang dan juga memberikan kecupan gemas kepada si kecil.

Sebuah apresiasi atas perkembangan sang buah hati.

Dari ketiga anaknya, Martin belum pernah menyaksikan langsung pertumbuhan putranya.

Yang ia tau, saat pulang bekerja, putranya akan terus berkembang. Entah itu tengkurap, atau berjalan. Bahkan Martin merasa waktu pertumbuhan anak-anaknya sangat cepat.

Bagaimana perasaan Tammy waktu menyaksikan pertumbuhan putranya? Apakah menyenangkan?

Martin duduk termenung dipinggiran sofa. Mencegah tubuh putra bungsunya agar tidak terguling dan berakhir terjatuh kelantai.

Anak itu tertidur setelah ia ajak mengitari ruang keluarga, tapi hanya mau ditidurkan disofa. Sangking lelapnya, air liur menetes dari dari sudut bibirnya, mengenai sofa mahal milik papa.

Martin tidak marah. Tangannya malah terulur mengambil satu kembar tisu diatas meja, kemudian mengelap air liur Jio agar tidurnya tidak terganggu.

Setelah membuang tisu kotor, Martin mendaratkan telapak tangannya dirambut Jio. Menyisir lembut ribuan helai yang serupa dengan miliknya.

Bersyukur saat Jio mulai berkeringat.

"Pa."

Dahi papa tampak berkerut saat melihat penampilan Abang. "Mau kemana?"

"Keluar bentar. Beli susunya io sama kebutuhan lain," Gara tidak berbohong. Susu Jio memang sudah habis, tapi sekalian memberikan waktu berdua untuk papa dan si bungsu. "Mau nitip apa? Biar sekalian Abang belinya."

"Apa, ya? Papa juga nggak tau mau nitip apa."

"Makanan? Mau roti bakar?"

Martin berpikir sejenak. "Boleh deh. Tapi rasa coklat aja, biar adekmu mau makan."

"Iya."

"Hati-hati, jangan ngebut."

"Iya," Balas Gara jengah. Apa setiap orang tua memang seperti itu?

Saat Gara akan melangkah, suara papa kembali terdengar. Membuat Gara menunda langkahnya.

"Sama buah. Apa yang dek io suka, beli aja semua, nanti papa ganti."

Katanya tidak mau membiayai? Ucap Gara dalam hatinya. Tidak mungkin Gara mengucapnya secara langsung, takut papa tersinggung dan kembali menjadi pribadi yang kaku. Gara lebih suka papanya yang sekarang.

"Iya."

***

"Bang, naik bianglala yuk?" Joa menyeru semangat. Kedua matanya menyorot penuh minat kearah keranjang burung berukuran raksasa itu, menarik tangan kakaknya agar segera mengikuti langkahnya. Tapi kenapa sangat berat?

Hari masih sore, Yovan menjemput Joa yang baru saja melaksanakan ekstrakurikuler Pramuka. Joa berteriak heboh diatas motor meminta Yovan untuk mengajaknya ke pasar malam.

Yovan mendongak, menatap objek yang dimaksud oleh adiknya. Ludah ditelan susah payah. "Yang lain deh, Jo. Penuh itu, nggak ada yang kosong."

J1 [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang