Satu

2K 187 30
                                    

"Mark?" raut kebingungan nampak jelas dalam wajah pemuda dihadapannya, "hei! Apa kamu tidak mendengarku?"

Mark mendengarnya. Hanya saja, bibirnya sangat kelu untuk berucap.

Ada rasa haru yang menyeruak dalam hatinya. Mark masih tak menyangka jika dia bisa kembali bertemu dengan Haechan, bahkan dalam keadaan yang jauh lebih baik dari kehidupan sebelumnya.

Tanpa sadar jemarinya terulur menyentuh kulit halus pemuda berkulit tan tersebut, air mata yang sedari tadi coba dia tahan pada akhirnya meluruh.

Ini nyata.

Keberadaan Haechan benar-benar nyata.

Mark dengan cepat membawa Haechan kedalam dekapannya. Dibisikannya kata terima kasih berulang kali membuat Haechan yang berada dalam pelukan Mark hanya bisa mengerjap sembari lengannya menepuk-nepuk lembut bahu Mark.

"Tidak apa-apa, semuanya baik-baik saja," ucap Haechan dengan pelan, walau dia sendiri tak mengerti mengapa Mark tiba-tiba memeluknya, "apa kamu bermimpi buruk?"

Mark mengangguk tanpa sadar, "ya, sangat buruk."

Kenyataan yang sangat ingin Mark anggap seperti mimpi buruk.

"Sudah, sudah, itu hanya mimpi. Tak perlu terlalu dipikirkan. Sekarang, aku ingin bertanya," Haechan perlahan mengurai pelukan diantara mereka, lalu manik hazelnya menyipit, "apakah tuan pemalas ini belum mandi?"

"Ah," Mark mengerjap, lalu menggeleng pelan, "saya baru bangun dan belum mandi."

Melihat Haechan yang menggelengkan kepala dengan dramatis sembari berkacak pinggang, tanpa sadar sudut hati Mark rasakan hangat. Sudah berapa lama dia tidak melihat sisi Haechan yang seperti ini? Karena dikehidupan sebelumnya, Mark tak begitu memperhatikan tingkah dan ekspresi macam apa yang selalu Haechan tampilkan.

Ini pertama kalinya dia begitu terhibur.

"Cepat mandi, aku tidak ingin terlambat ke sekolah," Haechan mendorong tubuh Mark agar berbalik dan segera melakukan ritual mandinya, "jangan lama-lama, oke?"

Mark menyadari sesuatu, hingga akhirnya dia kembali berbalik dan dengan cepat menangkap pergelangan tangan Haechan. Disisi lain, Haechan yang sebelumnya sudah bersiap akan melenggang pergi sontak tersentak ketika pergelangan tangan kanannya dicekal erat oleh Mark.

Tatapan Haechan menyorot Mark dengan tanya.

"Tidak kah kamu ingin menunggu didalam kamar?"

"Apa?" Haechan memiringkan kepalanya, kebingungan semakin tercetak jelas dalam sorot matanya.

Benar, Haechan jelas saja kebingungan. Sebab, setelah memasuki usia remaja, Mark pernah mengatakan bahwa dia tak ingin ada satu orang pun yang boleh memasuki kamarnya, tak terkecuali Haechan. Karena itu pula, Haechan tak pernah berani melangkah masuk ke kamar Mark.

"Masuklah, tunggu saya didalam. Setelah itu kita sarapan pagi bersama."

Mark segera menarik lembut lengan Haechan untuk memasuki kamarnya, dan tak membiarkan pemuda berkulit tan itu membalas ucapannya. Mark menyadari jika langkah Haechan terasa canggung, namun dia tetap mengarahkan Haechan untuk duduk diranjangnya.

"Tunggu disini, saya tidak akan lama," sebelum melenggang pergi, Mark sempatkan untuk menatap Haechan yang terlihat masih linglung, "jika bosan hanya duduk saja, kamu juga boleh melihat-lihat."

Haechan semakin terperangah.

Kemudian, Haechan ditinggalkan dalam keadaan masih mencerna semua yang beberapa saat lalu terjadi.

"Apakah mimpi buruk bisa mempengaruhi seseorang?"

Setelah menit demi menit berlalu, tak lama Mark keluar dari kamar mandi dengan seragam sekolah yang sudah terpasang sempurna ditubuhnya. Tatapannya jatuh pada Haechan yang duduk dengan tegak tengah menatap dalam padanya. Mark tahu, jika saat ini Haechan kebingungan dan menyimpan banyak tanya padanya. Hanya saja, Mark melakukan itu karena dia tidak ingin ada batas antara dirinya dan Haechan.

Regret 2 [ MARKHYUCK ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang