𝐏𝐨𝐭𝐞𝐧𝐭𝐢𝐚𝐥

91 12 0
                                    

"Maafkan Aku― A― Aku beneran ga sengaja..."

Tangisan ironi terdengar dalam ruangan.

Itu Kamu, sedang meratapi nasibmu.

Kamu melihat hitam, semuanya hitam. Menggedor-gedor pintu kayu tidak berguna karena Mereka tidak akan mengampuni kesalahan sepeser pun darimu. Mau Kamu teriak sekencang selayaknya guntur berkehendak, siapa yang mau melihat sesuatu yang berisik juga mengancam nyawa?

Luka gosong berdenyut di area pinggangmu― mereka sengaja mengincar bagian itu karena Mereka tahu di situlah Kamu akan menderita lebih. Dan lebam-lebam merah biru di sekujur badanmu, terlebih di bagian perut karena mereka tahu Kamu akan muntah sejadi-jadinya. Rambut acak-acakan milikmu juga karena mereka menjambak dan mempermainkannya seperti boneka tali.

Semua hal itu karena Kamu tidak sengaja memprovokasi kemarahan dari seorang ketua 'geng' di rumah 'bersahabat' ini dengan tidak sengaja menyenggolnya sehingga dirinya terjatuh dan terluka pada dengkul. Luka kecil seperti itu jauh berbeda dengan yang mereka beri padamu. Semuanya sakit.

Tapi Kamu masih termasuk beruntung mereka sampai tidak meretakkan tulangmu. Tulang adalah bagian penting dari tubuh agar Kamu bisa bergerak. Jika salah satunya retak, Kamu akan kesulitan melakukan apapun.

Menahan isak tangismu, Kamu bersender pada pintu kayu lusuh itu. Berharap semua berlalu dengan memejamkan mata.

══════════════════════

Kepalamu berdengung dan menjerit sakit. Kamu mengernyitkan alismu ketika sakit itu masih mengotak-atik otakmu dengan keji. Setetes air mata keluar dari matamu.

"Oh? Sudah bangun?" Suara yang Kamu kenal dapat mengedipkanmu sehingga Kamu terbangun dari tidur panjangmu. Saat itulah Kamu menyadari sensasi dingin dari lantai menyerbu tubuhmu layaknya mencari tempat tinggal baru.

Dazai berjongkok tepat di depanmu dengan senyuman khasnya.

"Apa yang... terjadi?" Kamu memegang erat kepalamu. Kamu mengamati sekitarmu― Kalian berada dalam sebuah ruangan asing. Terdengar suara air mengalir― entah itu berasal dari mana.

"Dia memukul kepalamu begitu keras sampai Kamu tak ingat apa-apa?" Ia sempat-sempatnya mengejekmu.

"Sakit tahu." Kamu meringis. "Kita di mana sekarang?"

"Di salah satu ruang tahanan. Mereka membawa kita ke sini dan mengunci gembok." Dazai mengangkat bahunya.

"Lalu... apa ini?" Kamu merasakan suatu cairan yang turun dari dahimu, lalu Kamu mencoba meraba dan menginspeksinya. "... Darah...? Tunggu― DARAH?!?"

"Dia benar-benar memukulmu sangat keras, ya." Ia tersenyum seperti menikmati penderitaanmu. "Untuk kasus tertentu, seseorang mendapat kematian instan hanya karena hantaman di kepala. Kamu sangat beruntung selamat... Ah, apa mati dipukul harus kucoba?"

Kamu kali ini mengabaikannya. Bukannya tidak suka, tapi Kamu juga harus memperhatikan situasi ini. Sudah tidak berhasil lolos, ditangkap, dan dikunci― yang bahkan Kamu tidak tahu di mana sekarang. Gerbang bergerigi: Ini baru, berbeda dengan deretan pintu-pintu sebelumnya. Kamu menghampirinya sebelum suara rantai berdenting berbunyi di belakangmu. Dan rantai di dinding itu tersambung dengan borgol di kedua tanganmu.

Kamu terdiam, kemudian memandang borgol itu.

Seandainya jika Kamu sama sekali tidak bertemu dengan anak laki-laki itu, apa ini akan terjadi? Kamu menggeleng.

Tidak boleh berpikir seperti itu!

Sejenak, kepalamu bergeliat sakit, sampai Kamu terjatuh dari kakimu, dengkul mengenai lantai membuat bunyi gedebuk tajam.

𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐬 𝐌𝐚𝐲𝐡𝐞𝐦║𝐘𝐚𝐧!𝐁𝐒𝐃 𝐱 𝐑𝐞𝐚𝐝𝐞𝐫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang