Pagi menjelang siang yang cerah, cuacanya terlihat sangat baik bagi para manusia yang hendak beraktivitas diluar maupun didalam. Kendaraan berlalu-lalang, menimbulkan keramaian dijalan setempat.
Tampak sebuah mobil sederhana berwarna kuning dengan tanda diatas kepalanya, memberhentikan dirinya didepan gedung pencakar langit yang teramat besar. Pintu mobil itu terbuka, menampilkan seorang wanita cantik dengan pakaian dan gaya anggunnya yang keluar menampilkan wajah senyumnya. Satu tangannya membawa sebuah paperbag berwarna hitam bermotif gambar panda, dan satu tangannya lagi kosong.
"Ini bayarannya," wanita itu mengeluarkan secarik kertas persegi panjang berwarna merah dengan nilai yang besar dan memberikannya kepada pengendara. "Terima kasih sudah mengantarku sampai kesini."
Pria pengendara itu mengangguk dan melaju pergi, sementara wanita itu melangkahkan kakinya menuju ke gedung itu, masuk kedalam namun tertahan oleh seorang pria paruh baya bertopi biru yang tersenyum padanya. "Nona manis, ada keperluan apa anda datang ke sini?"
Nona manis? Tidak, bukan seperti itu. Apakah karena wajahnya yang cantik sehingga ia dianggap sebagai Nona manis? Wanita itu hanya tersenyum manis. "Saya disini untuk menemui suami saya."
"Suami anda?"
Seketika pria paruh baya itu membelalakkan matanya, sekilas dia berdehem dan melepaskan topinya. "Saya meminta maaf kepada anda, Nyonya! Sungguh sangat lancang bagi saya karena tidak dapat mengenali wajah anda dengan baik!"
Ya, ialah tokoh utama kita yang cantik, Charista Naristavitha namanya. Berstatus sebagai istri Direktur perusahaan membuat siapa saja pasti mengenalnya, terkecuali dengan wajahnya yang cantik seperti gadis muda ini. Padahal umurnya sudah 23 tahun? Begitulah singkatnya, wanita bernama Charista itu menganggukkan kepalanya sembari tersenyum. "Tidak masalah."
"Jadi, bisakah anda mengantar saya masuk kedalam sebentar? Ke ruangan suami saya?"
Awalnya tidak ada jawaban dari pria paruh baya bertopi itu. Tersirat ekspresi wajah keraguan, kemudian barulah dia menjawabnya. "Sebelumnya maafkan saya karena lancang terhadap Nyonya, tetapi untuk saat ini, Tuan sedang sibuk dan tidak ingin menerima tamunya masuk kedalam ruangannya."
"Sekalipun istri Tuan sekalipun."
Benarkah begitu? Charista menjadi sedikit tertegun mendengarnya. Sejak kapan suaminya berkata seperti itu? Apa suaminya berniat mengusirnya dengan cara yang halus? Seulas senyum terbit diwajahnya, bibirnya melengkung. "Apakah suami saya yang menyuruh anda mengatakan itu pada saya?" tidak ada jawaban sama sekali dari pria paruh baya itu, hanya ekspresi panik saja yang tersirat diwajahnya.
"Antarkan saja saya kedalam, jangan pedulikan apa yang diucapkannya."
- - -
Tok! Tok! Tok!
Charista sudah berada didepan pintu luar ruangan yang disebut sebagai ruangan suaminya itu. Tertulis 'Ruang Direktur' disebuah tanda yang tertempel dipintu, tidak mungkin Charista salah. Sudah beberapa menit ia berada disini sendirian, dengan tangannya yang masih setia memegang paperbag bawaannya.
Sebentar ia membuka dan menatap isinya, seulas senyum terlihat diwajahnya. "Kuharap dia menyukainya," gumaman kecil itulah yang keluar dari bibirnya, disertai senyuman manis nan hangat yang masih dipertahankannya. Diketuknya sekali lagi pintu tersebut, beberapa detik kemudian barulah terdengar sebuah suara berat didalamnya.
"Masuklah!"
Bahagianya bukan main, akhirnya Charista dapat masuk kedalam dengan sebuah izin. Dibukanya lah pintu tersebut, masuk kedalam yang menampakkan matanya kepada seorang pria tampan yang duduk ditempat duduk dimana dia mengerjakan berkas-berkasnya.
"Aku datang, suamiku."
Panggilan itu merujuk kepada pria itu, sehingga pria itu beralih menatapnya dengan tatapan yang tidak biasa. Dingin, terlihat begitu mencekam dan tidak berperasaan, begitulah tatapannya dikala Charista ditatap oleh suaminya itu.
"Apa perlumu? Bukankah sudah kubilang bahwa jangan ada yang menemuiku disaat aku sedang sibuk?" tanyanya, menaikkan sebelah alisnya keatas seolah-olah bingung kenapa Charista bertindak demikian, yaitu mengabaikan pesannya. "Aku tidak peduli, yang penting sebagai istrimu aku bisa dengan bebasnya menyuruh mereka untuk mempertemukan aku denganmu."
"Lagipula, aku kesini karena ada kepentingan."
Nama pria yang dipanggil sebagai 'suami' oleh Charista tersebut bernama Szeno Alstair, seorang Direktur yang memimpin perusahaan 'Sze Company'. Wajahnya tampan, dia seorang pria yang nyaris sempurna karena pekerjaan dan kelebihannya selama bersekolah.
Sayangnya, ada satu kekurangan didalam dirinya yang tidak diketahui oleh orang lain, namun hanya Charista yang tahu.
"Ini."
Tangan kanan Charista yang sedari tadi diam saja, menyodorkan sebuah paperbag berisikan sesuatu didalamnya kepada Szeno. "Awalnya aku ingin menitipkannya kepada penjaga diluar agar memberikannya kepadamu, tapi sepertinya itu tidak diperlukan sama sekali."
"Sebab sehari saja tanpa melihat wajahmu, rasanya aneh bagiku."
Szeno yang mendengar tutur kata dari Charista hanya bisa menghela napasnya panjang, memang tidak berubah wanita ini, selalu saja membuat kepalanya pusing serta perkataannya membuatnya mual. Diterimanya paperbag tersebut, dan dibukalah kemudian diambil isinya.
Sebuah kotak bekal dengan motif beruang?
Szeno merasa jijik dengan hiasan kotak bekal tersebut, lumrah bagi seorang pria untuk merasakannya karena tidak terbiasa. Lalu, Szeno membuka penutup kotak bekalnya, melihat isi dari kotak bekal tersebut.
Serius menu ini adalah makan siangnya?
Tofu katsu yang disirami saus pedas, ditambah dengan telur bebek rebus taburan biji wijen serta nasi dan sumpit sebagai alat makannya. Bagus, ternyata Charista menyiapkan bekal makan siangnya dengan baik, dan tidak ada yang salah dari makanan tersebut.
Tapi—
Srak!
Entah sengaja atau tidak, Szeno membuang semuanya kedalam tong sampah yang telah dilapisi kantong. Ekspresi wajahnya sangat dingin, sedingin es yang tidak dapat disentuh terlalu lama, ataupun sedingin kutub selatan. Ditatapnya kembali Charista, sorot matanya begitu tajam tatkala melihat Charista yang membelalakkan matanya melihat aksinya membuang bekal itu.
"A-Apa ada yang salah dengan makanannya? Apa kau tidak menyukainya? A-Aku bisa menggantinya jika—"
"Tidak, aku sudah kenyang."
Yakin hanya itu? Kenapa Szeno begitu tega menjawab pertanyaan Charista dengan dingin dan santainya? Sedikit menyayat hati Charista? Tidak, ini lebih dari sedikit. Siapa yang tidak sakit ketika melihat suaminya membuang bekal yang sudah disiapkan dengan penuh cinta dan tenaga itu? Sayangnya Charista hanya bisa menundukkan kepalanya.
"Maafkan aku, aku mohon pamit undur diri dulu."
"Tunggu."
Baru saja ingin melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja suara Szeno menahannya. "Apa kau sedang menangis?" Szeno tidak bodoh, setiap kali Charista diperlakukan seperti itu olehnya, jelas Charista akan menangis seperti anak cengeng. Mengejutkannya, memang benar Charista sempat menangis, sehingga Charista memutuskan untuk menghapus air matanya dikala Szeno bertanya demikian.
"Tidak."
"Apa kau benar-benar bisa dipercaya?" tanya Szeno, masih setia menatap punggungnya. Tampaknya Charista enggan sekali menatapnya. "Jangan menganggapku seolah-olah aku adalah orang jahat karena aku menyakitimu."
"Sebab tidak ada cinta dimataku, untukmu."
Diam, Charista tidak menjawabnya. Ia lebih memilih untuk keluar dari ruangan, meninggalkan Szeno yang sedang sibuk bekerja dan tidak ingin diganggu oleh siapapun.
Kali ini, Charista benar-benar sedang butuh waktu untuk menenangkan hatinya.
- - -
Selasa, 20 Maret 2024
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Penitence
Любовные романыCharista Naristavitha, dia adalah seorang wanita periang yang berjiwa bebas. Sesuatu berubah sejak pernikahannya dengan Szeno Alstair, seorang direktur yang sama sekali tidak mencintainya, yang selalu mendorongnya jauh. Namun Charista tidak menyerah...