AL

65 5 0
                                    

Ada yang berbeda.
Saat kau tak lagi banyak bicara.

Al melirik arlojinya. Pukul delapan malam kurang lima belas menit. Dan, akhirnya kini ia dalam perjalanan pulang.

Hujan deras menerpa mobil yang dikendarai Al. Penyeka kaca depan bergerak cepat, memperbaiki jarak pandang.

Al membelokkan mobil ke area parkir. Lampu depan mobil menyinari halaman luas yang telah dipenuhi mobil, lalu memarkir mobilnya begitu mendapatkan celah.

Setelah meluruskan stir mobil, Al mematikan lampu mobil, mematikan radio, dan duduk dalam kegelapan. Ia mendengarkan suara hujan mengisi keheningan, serta mencium aroma aspal basah di antara harum jeruk parfum mobil.

Al memijat pangkal hidungnya, mencoba mengurangi pening. Mungkin karena belakangan ini ia kurang tidur dan bekerja sampai larut.

Selama beberapa hari ini, Al sengaja mengulur waktu lebih lama di kantor. Ia butuh waktu untuk menghadapi situasinya dengan Ella yang berubah beberapa hari ini.

Al menghela napas panjang seraya menyandarkan punggung ke jok. Ia berusaha tidak memikirkan apa yang sedang dilakukan Ella dan Ben.

Al tidak bisa membiarkan kedekatan Ben dan Ella terus berlangsung. Ia tidak suka melihat Ella tertawa dengan Ben. Ia tidak mau membayangkan suatu hari Ella menikah dengan Ben, lalu Zoey memanggil sahabatnya itu dengan sebutan... ayah.

Tapi, kenapa?

Al benar-benar tidak mengerti. Ada sesuatu yang muncul dalam dirinya, yang membuat perutnya bergerumul. Sesuatu ini benar-benar berbeda.

Apakah Al jatuh cinta pada Ella?

Tidak mungkin.

Al menggeleng keras. Tidak mungkin ia merasakan cinta pada sahabat Maura, yang seharusnya ia jaga, bukan ia jadikan pengganti Maura. Al mendesah pelan. Dengan perasaan tidak menentu, ia menyisiri rambut dengan kedua tangan. Lalu memutuskan untuk segera tiba di rumah dan bicara dengan Ella.

Suasana rumah benar-benar sepi saat Al sampai. Mungkinkah Ella dan Zoey sudah tidur? Tapi tidak biasanya Ella tidur jam segini.

Penasaran, Al meninggalkan dapur yang kosong, menuju lantai dua. Ia melihat sekilas kamar Zoey, tapi gadis kecil itu tidak ada di sana, lantas mengetuk pintu kamar Ella.

"Ella?" panggilnya.

Tidak ada sahutan.

Al mengetuk dan memanggil lagi, hasilnya sama. Ragu-ragu ia menjulurkan tangan menggerakkan kenop. Tidak terkunci. Lalu didorongnya daun pintu. Ternyata itu kosong.

Perasaan cemas mendera Al. Dengan cepat ia turun, melihat ke sekeliling lantai bawah sekali lagi. Ia masih belum menemukan Ella.

Ke mana Ella?

Saat mengeluarkan ponsel dari sakunya, Al baru menyadari benda itu ia mute saat meeting sepanjang seharian ini. Ada beberapa pesan dari Ella yang mengabarkan... perempuan itu mengalami kontraksi palsu! Apa itu artinya terjadi hal buruk pada bayinya? Apa bayinya harus lahir lebih cepat?

Berbagai pikiran buruk menguasai pikiran Al. Ia segera menelepon Ella.

***

Al menurunkan ponsel dari telinga dengan alis saling bertaut. Entah sudah berapa kali ia menelepon Ella, tapi perempuan itu tidak menjawab.

Di mana Ella sekarang? Apa Al harus menyusul ke rumah sakit?

Al membuka pintu, melihat sepanjang dek. Tapi tidak juga melihat Ella. Ia kembali masuk sambil mengembuskan napas memburu. Resah. Ia ingin mencari, tapi tidak tahu mencari ke mana. Beberapa saat kemudian, Al kembali keluar dan kembali masuk dengan perasaan cemas menjadi-jadi.

Almost is Never Enough (SEGERA TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang