(01)

28 4 5
                                    

"Ih, mirip sama Aluna deh monyetnya," ucap Aira tertawa

Aluna hanya terdiam memandang Aira yang sedang menertawakan poto yang katanya mirip dirinya itu. Seperti biasa Aluna selalu kena buly Aira meskipun begitu dia tetap menganggapnya teman.

Di sisi lain Jafia yang sedang bertengkar dengan Fauzan sebab ia tak mau piket kelas, sedangkan sebentar lagi jam pelajaran pertama akan segera dimulai.

"Zan, cepet angkat bangkunya terus lanjut buang sampah!"

"Lah, lo ngapain? Lo aja yang buang sampah males gua," ujar Fauzan.

"Kan fia bagian nyapu, Fauzan!"

Tak berselang lama bel pun berbunyi menandakan kelas akan segera dimulai, sedangkan Jafia dan Fauzan masih sibuk bertengkar, sedikit jengah melihat pertengkaran mereka yang entah kapan akan selesai. Aluna menawarkan diri untuk membuang sampah dan sisanya mereka yang mengerjakan.

Aluna heran padahal masih ada dirinya dan satu orang teman mereka yang piket bersamanya, tapi kenapa selalu bertengkar tentang hal ini.

Jam pelajaran pertama di isi dengan Seni Budaya, pertemuan kali ini mengharuskan para siswa membacakan puisi atau pantun bertema Ramadhan di depan kelas.

Semua siswa selesai membacakan karya mereka masing-masing yang bertepatan dengan bel istirahat yang nyaring berbunyi.

Para siswa/siswi di SMA Satu Nusa berhamburan menuju kantin sekolah, ada juga ada yang bermain bola voli, tenis meja dan badminton.

Sementara itu Jafia, Aluna, Tasya serta Nura sedang berada di kantin, memakan bekal mereka masing-masing.

Mereka dipertemukan saat acara sekolah, yaitu MPLS(masa pengenalan lingkungan sekolah) dimana Aluna, Jafia serta Nura meminta tanda tangan kepada Tasya. Mereka diberi tantangan menyanyi balonku bernada Arab.

"Hah, nada Arab?" kaget Nura.

"Jangan, ya, Kak. Yang lain aja," mohon mereka.

"Gak! Nyanyi itu sekarang kalo gak mau nyanyi gak dapet tandatangan, mau dapet kan?"

"Iya, Kak. Iya," jawab mereka serempak.

Mereka tertawa setelah menyanyikan lagu itu bersama, bagaimana tidak lagu balonku versi Arab. Sungguh di luar nurul.

Disitulah awal perkenalan mereka berempat, pertemuan yang singkat namun melekat.

"Zan! Fauzan kan baik nih. Tolong dong beliin Fia yang imut ini batagor, ya," pinta FiaFia dengan senyum di imut-imutkan.

"Dih, beli aja sendiri. Siapa lo nyuruh-nyuruh gua," tolak Fauzan.

Fia yang bersikeras terus berusaha menyuruh Fauzan untuk membelikannya batagor di luar gerbang sana, dikarenakan matahari di luar sangat trik sekali.

Sementara Nura sedang berlatih bola voly walaupun matahari kian trik. Karena sebentar lagi akan diadakan pertandingan melawan SMA Citra Bangsa untuk persahabatan.

Di sisi lain Aluna dan Tasya mereka sedang fokus membaca buku di perpustakaan sekolah. Itu dikarena sebentar lagi akan diadakan ujian kenaikan kelas, dan ujian terakhir untuk Tasya karena satu bulan lagi ia lulus.

Ketika Aluna ingin mengambil buku di rak atas, saat sedang berusaha menggapainya ada tangan seorang pemuda dari belakang yang mengambilnya.

"Nih, bukunya," ucap pemuda itu tersenyum hangat.

"Eh, terimakasih, Kak."

"Sama-sama. Btw nama aku Ghaffar Syarif panggil aja Affar," ucapnya memperkenalkan diri.

"Em, aku Aluna Arabella bisa dipanggil Luna, Kak."

"Salam kenal," ucap Affar.

"Iya, permisi, Kak."

Tasya yang memperhatikan dari jauh pun hanya bisa terkekeh melihat tingkah laku adik kelasnya itu. Pasalnya ia terlihat sangat gugup dihadapkan seorang pria.

Saat sampai di tempat duduk Aluna menghembuskan napas lega. Affar yang melihat tingkah Aluna hanya bisa tersenyum menggelengkan kepala.

"Lucu," satu kata yang terucap dari mulut, Affar.

Saat sampai di meja Aluna langsung di suguhkan pertanyaan dari Tasya.

"Kenapa?" tanya Tasya.

"Tadi ketemu, Kak Affar. Dia bantuin Luna ngambil buku," papar Aluna.

"Affar? Affar siapa, Lun?"

"Ituloh anak baru kelas 11 itu, yang kemarin pindah ke sini."

"Oh, cowok itu namanya Affar."

Affar anak pindahan dari SMA Budi Pekerti, maka dari itu kenapa Tasya 'tak mengenali Affar, dan kemarin juga dirinya tidak masuk sekolah.

Mereka berdua lanjut membaca buku, sementara Affar masih berkeliling mencari buku yang sedari tadi tak kunjung ketemu.

Setelah lelah berkeliling Affar bergegas menuju ruang klas karena bel masuk sudah berbunyi.

"Heh, lo kalo jalan liat pake mata makanya!" teriak Seli kaka kelas Jafia.

"Eh, maaf, Kak. Gak sengaja,"

"Bacot, minggir lo gua mau lewat," ucap Sela mendorong Jafia.

Saat diperjalanan pulang Jafia tak sengaja menabrak kaka kelasnya yang bernama Seli. Seli selalu kasar terhadap Jafia apalagi pada saat pertama kali masuk, Jafia dan ke-2 temannya disuruh berjoget di tengah lapangan sekolah. Di luar nurul sekali gadis yang satu ini.

Teman-teman Jafia sempat ingin membalas perbuatan Sela. Namun, Jafia menghentikannya, ia tak ingin memperbesar masalah kecil ini.

"Fia, greget tau kalo tadi gak dihalangin udahku jambak tuh nenek lampir, kerjaannya teriak-teriak mulu heran deh," protes Tasya.

"Lupain, mending kita beli seblak, Bi icin yok! Katanya Nura mau traktir kita nih, yakan Nura?" ucapnya sambil menaik turunkan alis.

"Iyain deh."

Seusai obrolan itu mereka segera bergegas ke warung seblak, Bi icin. Dengan mengendarai motor masing-masing, saat sampai di warung seblak terlihat ada seorang pria sedang duduk menunggu pesanannya.

Ghaffar yang menyadari keberadaan mereka pun berbalik badan, ternyata Aluna dan teman-temannya yang baru saja datang itu.

"Loh, Kak Affar. Lagi ngapain di sini, Kak?" tanya Fia.

"Eh, Fia. Ini lagi mau beli seblak buat, Bunda nih," sahut Affar.

"Tante Desi apa kabar, Kak?"

"Alhamdulillah sehat, Fi."

Ketika sedang asik mengobrol pesanan Affar selesai, ia segera bergegas berpamitan kepada Jafia dan juga teman-temannya untuk segera pulang.

Jafia adalah teman masa kecil Ghaffar. Maka tidak heran jika Jafia mengenalinya padahal baru sehari masuk sekolah. Sedari kecil Jafia dan Ghaffar selalu bermain bersama, rumah meraka berdekatan hanya terhalang 3 rumah saja.

Namun, beranjak dewasa Ghaffar dan Jafia menjadi jarang bertemu, mereka sibuk dengan urusan masing-masing dan ditambah berbeda sekolah yang membuatnya jarang bertemu.

Akan tetapi, Tante Desi sesekali berkunjung ke rumah Jafia hanya untuk sekedar mengobrol atau bahkan mengobati rasa rindu pada Ibunya. Ibu Jafia dan juga Tante Desi sudah bersahabat dari mereka SMP(Sekolah menengah pertama).

"Loh, Fia kenal cowok itu?" Tanya Nura.

"Iya, itu Kak Ghaffar kelas sebelas anak baru itu loh. Fia udah temenan dari kecil sama dia, tapi pas masuk SMA kita jarang ketemu deh. Pada sibuk sama urusan masing-masing hhu," papar Fia.

Aluna dan Tasya hanya menyimak percakapan mereka dan mulai memesan, Tasya yang melihat Aluna menatap jalanan dengan terdiam, ia menyenggol lengan Aluna.

"Hei, liatinnya biasa aja jangan sampe gitu, tau kok Affar seganteng itu," goda Tasya.

Primeiro AmorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang