1. Lelah

111 15 16
                                    

Author note :

Tinggalkan jejak temen-temen sebagai readers dengan tekan bintang dan berikan komentar baik dan santun!! terima kasih!!

(Del Luna)

***

Happy reading

.·:*¨༺ ༻¨*:·.

Aku tak bisa merasakan apapun.

Hampa.

Tak ada masa depan.

Yang kulihat hanya gelap, tak nampak apapun, benar - benar tidak ada secercah cahaya yang setidaknya sedikit bisa kulihat sebagai teman.

Lelah yang berlebih menyerang diriku.

Aku lelah dengan keadaan, aku lelah dengan rasa lelah ini sendiri, aku lelah dengan semuanya.

Aku tak masalah jika aku mati besok, bahkan jika aku harus mati hari ini pun aku tak takut. Itu lebih baik rasanya.

BRUKK

Lamunanku buyar begitu saja ketika aku mendengar suara debuman pintu yang diciptakan papa.

Papa dan Mama berdebat mengenai biaya sekolahku selanjutnya. Haruskah sekolahku dilanjutkan atau tidak usah.

Tentu saja mama menolak aku berhenti sekolah dan berusaha mempertahankan pendidikanku selanjutnya.

Sebenarnya akupun tidak pernah mengkhawatirkan sekolahku selanjutnya bagaimana, selanjutnya sekolah dimana, mau jadi apa dimasa depan. Tidak pernah.

Sebab yang terbesit dalam pikiranku hanya satu.

Aku ingin mati secepatnya.

Aku tak pernah mengkhawatirkan masa depan sebab aku tahu, aku tak akan bisa bertahan sampai waktu itu tiba.

Perdebatan Papa dan Mama masih berlanjut, kali ini tidak hanya mengenai biaya sekolah tapi berakar pada masalah yang ada.

Beginikah aku harus bertahan dengan kondisi keluarga dengan ekonomi yang serba kekurangan?

Menyedihkannya lagi, aku tidak bahagia.

✧༝┉˚*❋ ❋*˚┉༝✧

Pagi hari sudah mulai bekerja sesuai dengan ketentuan hukum alam. Begitupun aku yang harus tetap pergi sekolah sesuai dengan jadwal. Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di kelas, sepi, hanya aku seorang diri.

Aku duduk di kursi tempatku, menarik napas dalam lalu menghembuskannya dengan kasar.

Beberapa saat kemudian siswa lain mulai berdatangan memasuki kelas, hari semakin siang kelas pun penuh dengan canda tawa siswa lain. Guru mulai memasuki ruang kelas dan pembelajaran dilakukan.

"Baik Jihan silahkan kedepan tuliskan dipapan tulis."

Ini mata pelajaran Bu Neira, guru favorit dan tentunya mata pelajaran favoritku juga.

"Okey, jadi inilah kalimat yang Jihan tulis, di sinilah letak majas personifikasinya." Menunjuk kata 'Angin yang menyapa'.

"Majas personifikasi adalah majas penginsanan, angin adalah benda tak hidup sedangkan 'menyapa' biasa digunakan oleh manusia sebagai makhluk hidup."

Bu Neira mengoreksi kalimat yang aku tuliskan dan kembali menjelaskan materi yang selanjutnya hingga tak terasa mata pelajaran bahasa indonesia yang juga mata pelajaran terakhir sudah selesai.

Memeluk Rasa SakitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang