"Ap-apa?! I-itu... ja-jadi ternyata... i-itu... hiks!"
Betapa terkejutnya Aji saat ia dengan jelas melihat mayat siapa di hadapannya. Ia langsung melihat kedua tangan dan tubuhnya yang seketika berubah warna menjadi transparan dan berbayang. Ia terbelalak tak percaya dan langsung saja menangis.
"Ternyata... ternyata gua udah mati. Nggak! Itu gak mungkin! Gua gak mati kan? Iya kan? Semalem kan gua baik-baik aja, kan?!" tanya Aji dengan raut wajah tak percaya.
Ia melihat di ujung pintu yang menghubungkan lorong ke arah dapur rumahnya dan melihat di sana berdiri sosok kedua teman sekelasnya yang selama ini menyebarkan rumor tak mengenakan sehingga membuatnya semakin anxiety, Syam Haris dan Mahesa Prakarsa. Syam juga ditemani oleh kekasihnya yaitu Faley Tarmardirtha. Karena ia masih tak percaya dengan apa yang terjadi padanya, ia mencoba menabrak tubuh kedua temannya itu. Namun bukannya Syam dan Esa jatuh, tubuhnya malah menembus tubuh kedua temannya itu. Ia terlihat shock dan panik. Ia menggelengkan kepalanya pelan.
"Nggak! Gua gak boleh mati! Nggak!"
Di luar, terlihat mobil Mercedez Benz C-Class hitam milik Hannah sudah terparkir rapi di halaman rumah Aji. Di sana banyak terdapat karangan bunga besar yang bertuliskan 'Turut Berduka Cita, Aji Susena Hansen'. Hannah menggenggam buket mawar putih miliknya itu dengan sembari terisak lagi.
Ia memutuskan untuk segera melangkahkan kakinya ke dalam kediaman Aji. Terlihat ada papi Aji yang mulai mendekat ke arah jasad anak lelaki semata wayangnya itu dan maminya yang sangat cantik sedang menangis tersedu-sedu.
Ia langsung mendekat ke arah orang tua Aji dan bersalaman dengan sopan dengan papinya, sedangkan sang mami masih terisak pelan. Ia belum mempercayai kenyataan bahwa anak semata wayangnya itu meninggal dalam kecelakaan. Itu semua membuat Hannah merasa sangat bersalah. Ia segera meminta maaf pada kedua orang tua Aji.
"Om, Tante... hiks... ma-maafin... Hannah... hiks... ini semua karena... salah Hannah... hiks... hiks," ucap Hannah menundukan kepalanya dan menangis sejadi-jadinya.
Ia berpikir, jika semalam ia bisa mencegah kepergian Aji, lelaki yang ia sukai itu tak akan menemui ajalnya, seperti yang sudah ditakutkan Aji selama ini. Tuan Hansen tersenyum kecut. Ia mengusap bahu Hannah dengan lembut.
"Gapapa Han, itu semua bukan salah kamu. Ternyata benar apa yang sudah pernah Aji ceritakan. Kamu itu gadis yang baik. Meski itu semua adalah musibah, kamu bahkan meminta maaf pada kami. Aku senang jika Aji bisa mencintaimu semasa hidupnya, meskipun ia akhirnya belum bisa menjawab perasaanmu sama sekali," ucap tuan Hansen pada Hannah. Hannah semakin menangis.
"Aji juga sudah menceritakan semua perasaannya pada buku diarynya, Han. Dia benar-benar mencintaimu. Kau itu spesial baginya dan kami yakin jika kalian akan bisa bersatu. hiks... tapi takdir itu kejam ya? Saat anakku mulai menyukaimu karena kamu selalu dekat dengannya, Tuhan berkehendak lain."
Mendengar pembicaraan memilukan antara papinya dan gadis yang sudah mulai ia sukai itu, Aji terlihat menangis. Sayangnya air matanya sudah berhenti keluar karena ia bukan lagi manusia. Ia menggeleng pelan.
"Hiks... Om?" Hannah bersuara. Papi Aji mengernyit.
"Hiks... bisakah Hannah melihatnya untuk yang terakhir kali?" Tanya Hannah penuh harap. Aji semakin terlihat sedih melihat gadis yang ia sukai itu sedang menangisi kematiannya. Ia merasa ia ingin sekali bisa mendekapnya dan menghapus air mata gadis itu.
"Tanpa kamu bertanya pun, kami akan mengizinkanmu untuk bisa melihatnya, Han," ucap tuan Hansen sembari tersenyum yang dipaksakan. Hannah tersenyum di sela tangisnya dan menyalami papi Aji dengan sopan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Mirror • Han Jisung ✓
Horreur"𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝓘𝓷𝓭𝓲-𝓖𝓸!" Aji Susena Hansen, seorang lelaki berparas tampan dan imut yang gaul, ceria dan selalu jahil pada teman-temannya itu, kini berubah menjadi seorang lelaki pendiam. Bahkan ia kerap kali diolok-olok dan dibully oleh tema...