"AJI!"
Bintang terbelalak saat melihat tubuh lemah Aji yang tergeletak pingsan di sebelahnya. Ia tanpa berlama-lama langsung membopong tubuh lemah itu dan membawanya ke ruang unit kesehatan mahasiswa.
Aji terlihat berjalan menyusuri lorong kampusnya. Kampusnya terasa sangat sepi dan suram. Aura tak mengenakan pun selalu menghantui tengkuknya. Aji memegangi area tengkuknya yang terasa merinding.
"Aji...."
DEG!
Aji tersentak saat ia mendengar seseorang yang memanggil namanya. Namun suaranya terdengar sangat menyeramkan.
"Siapa di sana?!" tanya Aji sembari menolehkan tubuhnya ke belakang.
"Aji...."
"Siapa? Siapa di sana?! Siapa yang panggil Aji?" tanya Aji lagi sembari menolehkan kepalanya ke kanan dan kirinya.
"Aji... tolong saya...."
Aji terlihat ketakutan. Suara menyeramkan itu tetap menggema di sekitarnya. Ia selalu menolehkan kepalanya ke segala arah, bermaksud mencari tahu siapa yang memanggilnya dan meminta pertolongan. Suara itu saling bersahutan dan membuat telinganya merasa bising hingga membuat kepalanya pusing. Ia memegangi telinganya kuat-kuat.
"AJI! TOLONG SAYA!"
"AAAAAA!"
"Aji? Lu gapapa?!"
Aji terbangun dari mimpinya saat sosok lelaki yang tadi baru saja gantung diri itu menghadap wajahnya dengan tampilan yang sangat menyeramkan. Ternyata, Aji bermimpi saat ia tak sadarkan diri. Bintang yang melihatnya ketakutan itu hanya dapat mengelus bisepnya.
"G-gua... gua di mana ini, bang?" tanya Aji. Bintang tersenyum.
"Lu ada di ruangan unit kesehatan mahasiswa, Ji," jawab Bintang. Aji terkesiap. Ia segera mengecek jam tangan digitalnya.
Jam 5 sore? -Aji
"Nih, tas lu," ucap Bintang lagi. Aji mengernyit.
"Loh, kok? Lu dapet dari mana, bang Abin?" tanya Aji bingung. Bintang tersenyum.
"Esa, temen sekelas lu tadi sempet ketemu gua. Dia nyariin lu. Tas lu masih di kelas dari semalem katanya," ucap Bintang. Aji hanya manggut-manggut tanda mengerti.
"Eum, bang? Gua pengen balik ya? Udah jam 5 nih," ucap Aji. Bintang menatap Aji dengan khawatir.
"Lu tapi udah baikan kan?" tanya Bintang. Aji mengangguk.
"Kalo lu masih gak enak, gua temenin ke RS aja gimana?" tanya Bintang. Aji menggeleng pelan.
"Gua... gua udah baikan kok, bang," jawab Aji lirih. Bintang tersenyum.
"Ya udah kalo gitu, lu ati-ati ya pulangnya," ucap Bintang. Aji mengangguk dan tersenyum.
"Makasih ya, bang," ucapnya pelan.
*****
Mobil Ferrari Portofino M warna merah milik Aji sudah memasuki area halaman rumahnya. Pintu gerbang rumah Aji menggunakan sensor, jadi jika ada mobil yang ingin memasuki rumahnya, pasti akan terbuka dengan sendirinya.
Ia segera memasuki rumahnya dan seperti biasanya, ia selalu sendiri di dalam rumahnya yang benar-benar terlihat besar dan mewah. Memang, kedua orang tua Aji adalah orang tua yang super sibuk. Mereka bahkan selalu meninggalkan anak semata wayang mereka hanya demi pekerjaan mereka.
Tuan dan Nyonya Hansen selalu dinas di luar kota dan pulang ketika ada hari tertentu saja. Tapi semua itu tidak menyulitkan seorang Aji Susena Hansen. Ia sudah terbiasa dan selalu sendirian di dalam rumahnya yang besar. Ia juga pemuda yang mandiri. Dulu ketika Aji masih kecil, ia selalu dibawa oleh orang tuanya meski itu sedang dinas keluar kota. Namun, kini Aji sudah tumbuh menjadi lelaki dewasa. Maka dari itu, Aji lebih memilih untuk tetap tinggal di rumahnya demi melanjutkan kuliahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Mirror • Han Jisung ✓
Horor"𝐀𝐧𝐨𝐭𝐡𝐞𝐫 𝓘𝓷𝓭𝓲-𝓖𝓸!" Aji Susena Hansen, seorang lelaki berparas tampan dan imut yang gaul, ceria dan selalu jahil pada teman-temannya itu, kini berubah menjadi seorang lelaki pendiam. Bahkan ia kerap kali diolok-olok dan dibully oleh tema...