A.04 PERPUSTAKAAN

52 7 10
                                    

Happy reading, sorry if there are typos
Don't forget votmen!
^^

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Hacim!

Ha—hacim!

Leovan mengibaskan tangan nya di depan wajah berniat menghilangkan debu yang beterbangan, tangan lentiknya harus bertarung dengan buku-buku tebal dan penuh debu.

Kejadian tadi menyebabkan Leovan terkena hukuman di jam istirahat kedua, dirinya disuruh membersihkan gudang yang berada di dalam perpustakan, dimana hanya terdapat buku, kursi, dan peta-peta besar tergeletak di lantai dan sangat berantakan.

Leovan menata buku itu dengan gerakan kasar, bibirnya tak hentinya mengumpati Evando. "Kesel banget cok! Ah gila udah bau apek, banyak debu, buku nggak ada habisnya," celoteh Leovan terus menerus, sesekali mengesek hidung ketika merasa gatal akibat taburan debu yang melayang akibat hembusan angin.

"Coba aja kalau gue nggak suka sama tu orang, udah gue tendang pakai ceker monyet, sebel banget, sebel, sebel, sebel ," racaunya seraya memukul tumpukan buku menggunakan buku, berakhir menumpuknya menjadi satu.

"Lo gak mikir dulu sebelum bicara? gak semua orang gay dan tau gay, dengan cara lo ngomong blak-blakan gitu malah bikin lo rugi sendiri. Lo tau? jika aja lo ngomong kaya gitu ke orang yang homophobic lo bakal dibenci, dicaci maki, dibully, dan bahkan yang lo dapetin cuma rasa sakit yang membekas di hati lo," tutur Evando menatap lekat wajah Leovan, entah mengapa dirinya merasa familiar dengan anak ini. 

Tiba-tiba Leovan teringat akan ucapan Evando saat berada di taman. "Dia bilang kalau gue ngomong ke orang yang homophobic bakal dibenci, dibully, dicaci-maki, sedangkan pas gue ngomong ke dia. Dia biasa aja, malah ngasih nasehat, apa jangan-jangan dia..." ucapannya mengantung untuk sekedar berpikir sejenak.

"HAH! DIA GAY!" lanjut Leovan heboh, matanya membola dan tanganya sudah menutup mulut. Namun, detik kemudian ia mengernyit ketika baru mengingat tanganya kotor. Leovan menatap tangannya dan langsung mengusap mulut menggunakan punggung tangan dengan gerakan kasar.

"Apa iya dia gay?" Tanya Leovan pada diri sendiri.

"Kalau dia beneran gay, itu mempermudah gue buat ngedapetin Evando. Kalau perlu gue bakal bersikap binal, karena biasanya seme tidak bisa menahan hasrat nafsunya." Leovan tersenyum dengan pemikiran yang cemerlang, walaupun sedikit diluar bmkg.

Krek.

Atensinya beralih menatap pintu yang terbuka, kemudian terkejut melihat Evando berada di ambang pintu, orang yang diberi segala umpatan sudah muncul, tadinya ingin menendang menggunakan ceker monyet harus diurungkan karena Evando terlihat menakutkan.

Leovan berubah sinis. "Ngapain lo kesini? Udah suka lo sama gue? Tuh, kan. Gue belum apa-apa lo udah kepincut," ujar Leovan tersenyum miring.

"Bisa gak? Sekali aja  gak usah kepedean, takut gue kalau lo jatuh karena memiliki sifat pd yang tingginya melebihi langit ke tujuh," balas Evando, setelahnya berjalan menghampiri Leovan tanpa menutup pintu itu kembali, Evando berdiri di samping Leovan.

"Terus? Ngapain? Mau liat muka ketampanan gue?" 

Evando mendorong jidat Leovan menggunakan jari telunjuknya, sang empu yang terdorong menepis tangan Evando lalu mengusap jidatnya, tak bisa dipungkiri bahwa Leovan sedikit salting. "Gue kesini cuma buat memastikan lo aja, beneran ngerjain apa enggak. Karena gue sebagai osis kedisiplinan juga harus ikut dalam hukum per hukuman untuk murid bandel kayak lo," jawabnya kembali mendorong jidat sang lawan bicara.

Suara decakan keluar dari bibir mungil Leovan. "Oh, gitu...." Leovan menganggukan kepalanya pelan, mendekatkan dirinya kepada Evando hingga menyisakan jarak satu langkah. "Serius nih? Atau kesini karena mau liat gue..." lanjut Leovan menggoda Evando bahkan tanganya menyentuh dada Evando menghisapnya sampai ke leher. 

"Lepas! pegang-pegan—"

"HEH! HEH! NGAPAIN KALIAN BERDUAAN? KALAU MAU ANU ANU JANGAN DI SINI KASIAN TEMPATNYA TERNODAI!" 

Keduanya terkejut, Leovan langsung balik ke aktivitasnya, Evando yang bingung membuka buku dan pura-pura membaca yang padahal itu buku berbahasa Jerman. Suara tawa membuat keduanya mendongak dan ternyata Raka lah yang berbicara barusan, Evando menghelas nafas lega baru menutup buku itu kembali.

Leovan yang kesal melempar buku ke arah Raka yang berdiri di ambang pintu, Raka berhasil menangkap buku itu membuat Leovan mengumpat dan langsung mendapat tepukan di bibir dari Evando.

"Kenapa lo kesini?" Tanya Leovan ketus.

Raka mendelik mendapati temannya yang tak suka keberadaanya. "Gue cuma jenguk lo, kenapa? Gak bol-"

Ucapannya terpotong ketika dirinya terdorong kedepan bahkan hampir tersungkur ketika seseorang menerobos masuk. "WOY SENGGOL SENGGOL! MINIMAL PERMISI DULU!" Teriak Raka marah. Orang yang barusan masuk menoleh menatap Raka.

"Gitu doang marah, nggak bakal protol juga itu bahu," balasnya. Raka yang tersulut emosi melempar bukunya dan berhasil ditangkap si empu, kemudian balik melempar buku tersebut, Raka sedikit kesusahan menangkapnya karena Gavin sangat cepat melempar bukunya. 

Gavin membalik badanya menghampiri Evando tak lupa merangkul pundak temanya itu. "Nah, cowok ini yang gue maksud lagi ngedeketin lo," ucap Gavin berbisik tepat di telinganya, Evando melirik Leovan yang lagi menatap nya curiga.

"Gimana? Badannya cukup sexsi kayak masa lalu lo kan?" bisiknya lagi, Evando yang merasa bisikan Gavin nyeleneh mendorong tubuh Gavin menggunakan bahunya, Gavin menatap sinis Evando setelah dirinya berjarak denganya   

"Ck, lo ngomong apaan sih?" Tanya Evando lirih, Gavin menggeleng  kemudian mendapat tamparan di kepala bagian belakangnya. Gavin balik menampol Evando

“Coba lo perhatiin, beneran mirip kan? bahkan tingginya hampir sama.”

“Bisa diem gak?”

Leovan serta Raka saling beradu pandang seolah-olah bertaya lewat tatapan mata. Raka menggeleng ketika raut Leovan meminta penjelasan, karena penasaran Raka beralih menatap Evando dan Gavin yang masih saja sibuk bisik-bisik sambil senggol-senggolan bahu.

"Heh, para buaya got. Pada bisik apa sih? Serius banget, boleh lah spil-spil," ujar Raka menaik turunkan alisnya. 

Gavin menoleh. "Kepo lo boti cemberen."

Raka melotot tak terima akan panggilan untuk dirinya. "Mau lo gue buang ke tong sampah?" Tanya Raka bernada marah. 

Gavin tak menjawabnya. "Gue balik dulu," pamit pada Evando, matanya melirik Leovan yang hanya diam menyimak, kemudian berjalan menuju pintu, saat berdekatan dengan Raka. Gavin menarik tangan Raka dan membawanya keluar, keduanya dapat mendengar teriakan Raka yang meminta dilepaskan. 

Evando heran sendiri melihat Gavin datang cuma buat bilang hal yang sangat tidak penting bahkan semakin heran ketika Gavin menyeret Raka bak kambing, apa mereka saling mengenal atau memang Gavin kepincut oleh keimutan wajah Raka.

Oke, Evando mengakuinya.

"Temen lo serem," pekik Leovan.

Evando menoleh. "Buang mata lo biar gak liat lagi!" 

"Sekarang beresin lagi, gambar petanya lo gulung terus taro ke atas lemari, jangan lupa bukunya di tumpuk. Kursinya ditata berjajar," titah Evando seraya menunjuk sesuai benda yang diucapkannya. 

"LO GAK BANTUIN GUE?!" Seru Leovan ketika baru menyadari Evando berjalan pergi, karena matanya yang sibuk menatap benda yang ditunjuk Evando

"Gak."

"Sumpah lo bikin gua emosi mulu, besok-besok gue bakal suruh paus buat makan lo!"

"Siluman ikan lo?"

"SILUMAN KADAL!" 

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

TBC
Votmen!

240324
MeaRiya

AwestruckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang